Jenewa (ANTARA) - Untuk menghindari stereotipe dan stigmatisasi yang rasis, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Senin (28/11) merekomendasikan agar nama virus cacar monyet (monkeypox) diganti menjadi "mpox", lapor Xinhua pada Selasa.

Kedua nama itu, baik mpox maupun monkeypox, akan digunakan secara bersamaan selama satu tahun, sementara nama monkeypox nantinya akan dihapus secara bertahap, kata WHO dalam sebuah rilis pers.

Perubahan itu dibuat setelah sejumlah individu dan negara menyampaikan keresahan mereka dalam beberapa pertemuan dan meminta WHO untuk mengusulkan sebuah cara guna mengubah nama itu ke depannya.

Periode transisi selama satu tahun itu berfungsi untuk mengurangi kekhawatiran para pakar terkait kebingungan yang ditimbulkan oleh perubahan nama di tengah merebaknya wabah secara global. Ini juga bertujuan untuk memberikan waktu dalam penyelesaian proses pembaruan Klasifikasi Penyakit Internasional (International Classification of Diseases/ICD) dan membarui publikasi WHO.


Sudah menjadi tanggung jawab WHO untuk menetapkan nama penyakit baru dan yang sudah ada melalui proses konsultatif, yang melibatkan negara-negara anggota WHO. Konsultasi terkait penamaan cacar monyet telah melibatkan para perwakilan dari otoritas pemerintah di 45 negara berbeda, urai WHO.

Pada Juli, WHO secara resmi menyatakan wabah cacar monyet yang merebak di banyak negara dan di luar daerah-daerah endemik tradisionalnya di Afrika sebagai darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional (public health emergency of international concern/PHEIC), level peringatan tertinggi yang dapat dikeluarkan oleh otoritas kesehatan global tersebut.

Menurut WHO, hingga Sabtu (26/11), sebanyak 110 negara anggota telah melaporkan 81.107 kasus cacar monyet yang dikonfirmasi oleh laboratorium dan 1.526 kasus dugaan, termasuk 55 kematian. Mayoritas kasus yang dilaporkan dalam empat pekan terakhir berasal dari kawasan Benua Amerika (92,3 persen) dan Benua Eropa (5,8 persen).

Jumlah kasus baru mingguan yang dilaporkan secara global mengalami penurunan sebesar 46,1 persen pada periode 21-27 November.