AS dukung hak untuk unjuk rasa damai di China
28 November 2022 23:17 WIB
Orang-orang memegang lembaran kertas putih sebagai protes atas pembatasan COVID-19, setelah berjaga bagi para korban kebakaran di Urumqi, di Beijing, China, 27 November 2022. (ANTARA/REUTERS/Thomas Peter/as)
Washington (ANTARA) - Amerika Serikat mendukung hak orang-orang untuk melakukan unjuk rasa secara damai di China, menyusul demonstrasi di beberapa kota di China untuk menentang langkah ketat pencegahan COVID-19 dalam beberapa hari terakhir.
"Kami sudah lama mengatakan setiap orang memiliki hak untuk melakukan unjuk rasa secara damai, di sini di Amerika Serikat dan di seluruh dunia. Ini termasuk di RRC (Republik Rakyat China)," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih dalam sebuah pernyataan.
Polisi China pada Senin memperketat keamanan di lokasi protes akhir pekan di Shanghai dan Beijing, setelah kerumunan di sana dan di kota-kota China lainnya serta puluhan universitas menunjukkan pembangkangan sipil yang belum pernah terjadi sebelumnya sejak pemimpin Xi Jinping mengambil alih kekuasaan satu dekade lalu.
"Kami pikir akan sangat sulit bagi Republik Rakyat China untuk dapat menahan virus ini melalui strategi bebas COVID mereka," kata Gedung Putih.
Sementara AS, lebih berfokus pada upaya yang berhasil dalam memerangi virus, termasuk dengan meningkatkan vaksinasi.
Beijing dan Washington telah menangani penyebaran pandemi virus corona dengan cara yang sangat berbeda, yang kemudian mengubah persaingan antara dua ekonomi terkemuka dunia itu.
Kebijakan nol COVID Beijing telah membuat jumlah kematian resmi China mencapai ribuan, dibandingkan lebih dari satu juta kematian di AS.
Namun, ketatnya pembatasan yang diterapkan di China membatasi jutaan orang untuk tinggal lama di rumah. Hal ini telah menimbulkan gangguan yang luas dan kerusakan ekonomi China.
Sebelumnya di masa pandemi, kontes antara kedua negara dipertontonkan saat mereka berusaha memperkuat pengaruh geopolitik negara mereka melalui distribusi vaksin.
Reaksi terhadap pembatasan COVID merupakan kemunduran bagi upaya China untuk memberantas virus setelah sebagian besar penduduk mengorbankan pendapatan, mobilitas, dan kesehatan mental untuk mencegah penyebarannya.
Selama masa jabatannya, Xi telah mengawasi pembasmian perbedaan pendapat dan perluasan sistem pengawasan sosial berteknologi tinggi yang membuat protes menjadi lebih sulit dan lebih berisiko.
Sumber: Reuters
Baca juga: Protes anti-lockdown menyebar di China
Baca juga: Xinjiang tepis rumor kebakaran apartemen akibat "lockdown"
Baca juga: Kasus COVID-19 di Beijing meningkat, KBRI ubah jam kerja
"Kami sudah lama mengatakan setiap orang memiliki hak untuk melakukan unjuk rasa secara damai, di sini di Amerika Serikat dan di seluruh dunia. Ini termasuk di RRC (Republik Rakyat China)," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih dalam sebuah pernyataan.
Polisi China pada Senin memperketat keamanan di lokasi protes akhir pekan di Shanghai dan Beijing, setelah kerumunan di sana dan di kota-kota China lainnya serta puluhan universitas menunjukkan pembangkangan sipil yang belum pernah terjadi sebelumnya sejak pemimpin Xi Jinping mengambil alih kekuasaan satu dekade lalu.
"Kami pikir akan sangat sulit bagi Republik Rakyat China untuk dapat menahan virus ini melalui strategi bebas COVID mereka," kata Gedung Putih.
Sementara AS, lebih berfokus pada upaya yang berhasil dalam memerangi virus, termasuk dengan meningkatkan vaksinasi.
Beijing dan Washington telah menangani penyebaran pandemi virus corona dengan cara yang sangat berbeda, yang kemudian mengubah persaingan antara dua ekonomi terkemuka dunia itu.
Kebijakan nol COVID Beijing telah membuat jumlah kematian resmi China mencapai ribuan, dibandingkan lebih dari satu juta kematian di AS.
Namun, ketatnya pembatasan yang diterapkan di China membatasi jutaan orang untuk tinggal lama di rumah. Hal ini telah menimbulkan gangguan yang luas dan kerusakan ekonomi China.
Sebelumnya di masa pandemi, kontes antara kedua negara dipertontonkan saat mereka berusaha memperkuat pengaruh geopolitik negara mereka melalui distribusi vaksin.
Reaksi terhadap pembatasan COVID merupakan kemunduran bagi upaya China untuk memberantas virus setelah sebagian besar penduduk mengorbankan pendapatan, mobilitas, dan kesehatan mental untuk mencegah penyebarannya.
Selama masa jabatannya, Xi telah mengawasi pembasmian perbedaan pendapat dan perluasan sistem pengawasan sosial berteknologi tinggi yang membuat protes menjadi lebih sulit dan lebih berisiko.
Sumber: Reuters
Baca juga: Protes anti-lockdown menyebar di China
Baca juga: Xinjiang tepis rumor kebakaran apartemen akibat "lockdown"
Baca juga: Kasus COVID-19 di Beijing meningkat, KBRI ubah jam kerja
Penerjemah: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Azis Kurmala
Copyright © ANTARA 2022
Tags: