Iran tolak penyelidikan PBB atas unjuk rasa anti pemerintah
28 November 2022 21:21 WIB
Arsip - Sebuah sepeda motor polisi terbakar selama protes atas kematian Mahsa Amini, seorang wanita yang meninggal setelah ditangkap oleh polisi susila, di Teheran, Iran, 19 September 2022. (ANTARA/West Asia News Agency via Reuters/as)
Dubai (ANTARA) - Iran akan menolak penyelidikan independen yang baru dibentuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atas kekerasan yang dilakukan di negara itu dalam menghadapi unjuk rasa anti pemerintah.
"Iran tidak akan bekerja sama dengan komite politik yang dibentuk Dewan HAM PBB," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran Nasser Kanaani, Senin.
Berdasarkan hasil pemungutan suara, Dewan HAM PBB telah memutuskan untuk membentuk tim pencari fakta independen guna menyelidiki tindakan mematikan yang dilakukan otoritas Iran terhadap para pengunjuk rasa.
Komisaris Tinggi HAM PBB Volker Turk sebelumnya menuntut agar Iran mengakhiri penggunaan kekuatannya yang tidak proporsional dalam meredam protes yang meletus, setelah kematian wanita Kurdi berusia 22 tahun, Mahsa Amini, pada 16 September 2022.
Kantor berita aktivis HRANA mengatakan 450 pengunjuk rasa tewas dalam lebih dari dua bulan kerusuhan di seluruh negeri hingga 26 November, 63 di antaranya adalah anak-anak di bawah umur.
Media itu juga melaporkan 60 anggota pasukan keamanan tewas dan 18.173 pengunjuk rasa ditahan dalam periode yang sama.
Pengunjuk rasa dari semua lapisan masyarakat Iran telah membakar foto-foto Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei dan menyerukan kejatuhan teokrasi Muslim Syiah Iran.
Protes terutama berfokus pada hak-hak perempuan, mengingat Amini ditahan oleh polisi susila karena pakaiannya yang dianggap tidak patut.
Kerusuhan telah menjadi salah satu tantangan paling berat bagi pemerintah Iran sejak berkuasa dalam Revolusi Islam 1979, meskipun pihak berwenang telah menghancurkan putaran protes besar sebelumnya.
Iran menuding musuh-musuh berada di balik kerusuhan itu.
Kanaani menyebut Iran memiliki bukti bahwa negara-negara Barat terlibat dalam gelombang protes yang melanda negaranya.
"Kami memiliki informasi spesifik yang membuktikan bahwa AS, negara-negara Barat, dan beberapa sekutu Amerika berperan dalam unjuk rasa tersebut," kata dia.
Iran tidak menyebutkan jumlah pengunjuk rasa yang tewas, tetapi Wakil Menteri Luar Negeri Ali Bagheri Kani mengatakan bahwa sekitar 50 polisi tewas dan ratusan lainnya terluka dalam kerusuhan itu.
Dia tidak mengatakan apakah angka itu juga termasuk kematian di antara pasukan keamanan lainnya seperti Garda Revolusi.
Sumber: Reuters
Baca juga: Dewan HAM PBB bentuk misi pencari fakta tentang unjuk rasa di Iran
Baca juga: PBB minta Iran setop penggunaan kekuatan berlebihan pada demonstran
Baca juga: 300 orang tewas, PBB sebut situasi di Iran kritis
"Iran tidak akan bekerja sama dengan komite politik yang dibentuk Dewan HAM PBB," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran Nasser Kanaani, Senin.
Berdasarkan hasil pemungutan suara, Dewan HAM PBB telah memutuskan untuk membentuk tim pencari fakta independen guna menyelidiki tindakan mematikan yang dilakukan otoritas Iran terhadap para pengunjuk rasa.
Komisaris Tinggi HAM PBB Volker Turk sebelumnya menuntut agar Iran mengakhiri penggunaan kekuatannya yang tidak proporsional dalam meredam protes yang meletus, setelah kematian wanita Kurdi berusia 22 tahun, Mahsa Amini, pada 16 September 2022.
Kantor berita aktivis HRANA mengatakan 450 pengunjuk rasa tewas dalam lebih dari dua bulan kerusuhan di seluruh negeri hingga 26 November, 63 di antaranya adalah anak-anak di bawah umur.
Media itu juga melaporkan 60 anggota pasukan keamanan tewas dan 18.173 pengunjuk rasa ditahan dalam periode yang sama.
Pengunjuk rasa dari semua lapisan masyarakat Iran telah membakar foto-foto Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei dan menyerukan kejatuhan teokrasi Muslim Syiah Iran.
Protes terutama berfokus pada hak-hak perempuan, mengingat Amini ditahan oleh polisi susila karena pakaiannya yang dianggap tidak patut.
Kerusuhan telah menjadi salah satu tantangan paling berat bagi pemerintah Iran sejak berkuasa dalam Revolusi Islam 1979, meskipun pihak berwenang telah menghancurkan putaran protes besar sebelumnya.
Iran menuding musuh-musuh berada di balik kerusuhan itu.
Kanaani menyebut Iran memiliki bukti bahwa negara-negara Barat terlibat dalam gelombang protes yang melanda negaranya.
"Kami memiliki informasi spesifik yang membuktikan bahwa AS, negara-negara Barat, dan beberapa sekutu Amerika berperan dalam unjuk rasa tersebut," kata dia.
Iran tidak menyebutkan jumlah pengunjuk rasa yang tewas, tetapi Wakil Menteri Luar Negeri Ali Bagheri Kani mengatakan bahwa sekitar 50 polisi tewas dan ratusan lainnya terluka dalam kerusuhan itu.
Dia tidak mengatakan apakah angka itu juga termasuk kematian di antara pasukan keamanan lainnya seperti Garda Revolusi.
Sumber: Reuters
Baca juga: Dewan HAM PBB bentuk misi pencari fakta tentang unjuk rasa di Iran
Baca juga: PBB minta Iran setop penggunaan kekuatan berlebihan pada demonstran
Baca juga: 300 orang tewas, PBB sebut situasi di Iran kritis
Penerjemah: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2022
Tags: