Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi menjelaskan konstruksi perkara yang menjerat Hakim Agung Gazalba Saleh (GS) dan kawan-kawan sebagai tersangka dalam pengembangan kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung.

Selain GS, KPK juga telah menetapkan dua orang tersangka lainnya, yakni Prasetio Nugroho (PN) selaku Hakim Yustisial/Panitera Pengganti pada Kamar Pidana dan asisten Hakim Agung GS serta Redhy Novarisza selaku staf Hakim Agung GS. Ketiganya merupakan pihak penerima suap dalam kasus itu.

"Konstruksi perkara, bermula pada awal tahun 2022, terjadi adanya perselisihan di internal koperasi simpan pinjam ID (Intidana), kemudian terjadi pelaporan perkara pidana dan gugatan perdata yang berlanjut hingga proses persidangan di Pengadilan Negeri Semarang," kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin.

Baca juga: KPK umumkan Hakim Agung Gazalba Saleh sebagai tersangka

Sebelumnya, KPK telah menetapkan 10 tersangka dalam kasus tersebut. Sebagai penerima ialah Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati (SD), Hakim Yustisial/Panitera Pengganti MA Elly Tri Pangestu (ETP), dua PNS pada Kepaniteraan MA Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH) serta dua PNS MA yakni Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB).

Sementara itu, tersangka selaku pemberi suap adalah Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES) sebagai pengacara serta dua pihak swasta/debitur KSP ID Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).

Baca juga: KPK panggil Hakim Agung Gazalba Saleh sebagai tersangka

Lebih lanjut, Karyoto mengatakan YP dan ES ditunjuk oleh HT sebagai pengacara untuk mendampingi selama dua proses hukum tersebut berlangsung.

"Terkait perkara pidana, HT melaporkan Budiman Gandi Suparman selaku pengurus KSP ID karena adanya pemalsuan akta dan putusan di tingkat pertama pada Pengadilan Negeri Semarang dengan terdakwa Budiman Gandi Suparman dinyatakan bebas," katanya.

Adapun langkah hukum selanjutnya, yaitu jaksa mengajukan upaya hukum kasasi ke MA. HT kemudian menugaskan YP dan ES untuk turut mengawal proses kasasi di MA agar pengajuan kasasi dikabulkan.

"Karena YP dan ES telah mengenal baik dan biasa bekerja sama dengan DY sebagai salah satu staf di Kepaniteraan MA untuk mengondisikan putusan maka digunakanlah jalur DY dengan adanya kesepakatan pemberian uang sejumlah sekitar 202 ribu dolar Singapura (setara dengan Rp2,2 miliar)," ungkap Karyoto.

Baca juga: Hakim Agung Gazalba Saleh ajukan praperadilan terhadap KPK

Untuk proses pengondisian putusan, DY turut mengajak NA yang juga staf di Kepaniteraan MA. Selanjutnya, NA mengomunikasikan lagi dengan RN selaku staf Hakim Agung GS dan PN selaku asisten Hakim Agung GS sekaligus sebagai orang kepercayaan dari GS.

Salah satu anggota majelis hakim yang ditunjuk untuk memutus perkara terdakwa Budiman Gandi Suparman saat itu adalah GS.

"Keinginan HT, YP, dan ES terkait pengondisian putusan kasasi terpenuhi dengan diputusnya terdakwa Budiman Gandi Suparman dinyatakan terbukti bersalah dan dipidana penjara selama lima tahun," kata Karyoto.

KPK menduga dalam pengondisian putusan kasasi tersebut sebelumnya juga telah ada pemberian uang pengurusan perkara melalui DY yang kemudian uang tersebut dibagi kepada DY, NA, RN, PN, dan GS.

Sementara sumber uang yang digunakan YP dan ES selama proses pengondisian putusan di MA berasal dari HT.

Berikutnya, sebagai realisasi janji pemberian uang, YP dan ES juga menyerahkan uang pengurusan perkara di MA tersebut secara tunai sejumlah sekitar 202 ribu dolar Singapura melalui DY.

"Sedangkan mengenai rencana distribusi pembagian uang 202 ribu dolar Singapura dari DY ke NA, RN, PN, dan GS masih terus dikembangkan lebih lanjut oleh tim penyidik," ucap Karyoto.