Jakarta (ANTARA) - Pengamat militer, Anton Aliabbas, mengatakan, panglima TNI yang baru harus fokus kepada penguatan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan TNI.

"Mengingat terus meningkatnya dinamika di kawasan Laut China Selatan dan Asia Timur, ada baiknya Laksamana Yudo Margono yang ditunjuk sebagai calon panglima TNI untuk memperkuat interoperabilitas Kogabwilhan," kata dia, di Jakarta, Senin.

Baca juga: DPR bantah spekulasi ada pergantian surpres calon panglima TNI

Kogabwilhan yang dulu bernama Kowilhan di tubuh TNI bukanlah barang baru karena pernah diterapkan pada masa Orde Baru, saat TNI bernama ABRI.
Sebagai mantan panglima Kogabwilhan I TNI, kata dia, Margono tentu saja sedikit banyak memahami tantangan yang dihadapi komando utama operasi TNI.

Baca juga: Panglima TNI baru dan sabuk pertahanan negara kepulauan
Oleh karena itu, penguatan interoperabilitas dan penggunaan kekuatan gabungan TNI menjadi penting untuk meningkatkan kesiapan angkatan bersenjata menghadapi eskalasi ancaman, dinamika sengketa atau pendadakan strategis maritim.

Pada sisi lain, kata dia, Margono juga hendaknya dapat merealisasikan kebijakan terkait perubahan pendekatan dalam menangani konflik Papua.

Baca juga: DPR: Penunjukan Yudo Margono hak prerogatif presiden
"Reorientasi militer di Papua dan Papua Barat hingga kini masih belum terlihat dengan jelas. Dan kebijakan ini adalah batu uji krusial untuk panglima mendatang," kata kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) itu.

Menurut dia, perubahan kebijakan di Papua penting karena memang masalah ini belum mendapatkan perubahan secara signifikan dan isu Papua adalah yang masih menjadi problem keamanan nasional yang signifikan.

Baca juga: DPR segera proses pergantian Panglima TNI sebelum masa reses
Di sisi lain, lanjut dia, kejelasan bagaimana pendekatan non kekerasan dan reorientasi militer pasca Daerah Otonomi Baru di Papua menjadi penting mengingat sejauh ini yang muncul adalah kabar burung terkait rencana penambahan sejumlah komando teritorial di Bumi Cenderawasih.

"Wacana soal reorientasi sudah diungkapkan Jenderal TNI Andika Perkasa pada awal menjabat Panglima TNI. Kepala Staf TNI AD, Jenderal TNI Dudung Abdurachman, juga sempat menyinggung soal pendekatan secara manusiawi di Papua. Agar pernyataan tersebut tidak hanya berhenti pada pada kata-kata, maka institusionalisasi dari ucapan tersebut menjadi penting," paparnya.

Baca juga: DPR terima supres calon Panglima TNI atas nama Laksamana Yudo Margono
Meskipun tidak akan genap 12 bulan menjabat, kata dia, Margono hendaknya ikut memikirkan bagaimana perbaikan kesejahteraan prajurit TNI.

"Kesejahteraan sejatinya tidak semata-mata terkait peningkatan penghasilan yang didapatkan prajurit TNI setiap bulan atau terkait penugasan. Integrasi isu pendidikan anak dalam skema mutasi/promosi prajurit hingga perbaikan kemudahan pembiayaan keuangan/fasilitas kredit menjadi penting untuk dibahas secara konkret," ujarnya.

Baca juga: Anggota DPR: Calon panglima harus wujudkan Visi Poros Maritim Presiden
Presiden Joko Widodo telah menyampaikan surat presiden kepada Ketua DPR, Puan Maharani, perihal nama calon pengganti Perkasa, yang akan pensiun pada 21 Desember nanti. Satu-satunya nama dalam surat presiden itu adalah Margono.

"Jika proses pergantian lancar maka Yudo akan menjadi kepala staf TNI AL ke-3 yang menjabat posisi Panglima TNI di era reformasi, setelah Laksamana TNI Widodo AS dan Laksamana TNI Agus Suhartono," kata Aliabbas.

Baca juga: Istana kirim surpres pergantian Panglima TNI pada Senin sore
Menurut dia, penunjukan Yudo sebagai Panglima TNI, tambah dia, tentu saja 'mengakhiri' sikap anomali yang kerap ditunjukkan Presiden Jokowi dalam mengelola TNI.

Selain memberi kesan adanya komitmen penguatan Poros Maritim Dunia, Jokowi setidaknya memperhatikan arti pentingnya jabatan panglima TNI dijabat bergantian.

Baca juga: Moeldoko: Presiden kalkulasi siapa yang pas jadi Panglima TNI

Risalah singkat tentang Poros Maritim Dunia menjadi salah satu pokok materi pidato pelantikan Jokowi pada termin pertama pemerintahannya di depan sidang MPR/DPR/DPD, pada 20 Oktober 2014.