Jakarta (ANTARA) - Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Laksmi Dhewanthi menyatakan disepakatinya mekanisme pendanaan kerugian dan kerusakan di Konferensi Iklim PBB ke-27 (COP-27) merupakan langkah maju yang dapat membantu mengatasi kerugian akibat dampak perubahan iklim.

Dalam konferensi pers di Kantor KLHK, Jakarta, Senin, Dirjen PPI KLHK Laksmi menjelaskan bahwa salah satu hasil COP-27 menyepakati pembentukan pendanaan dan mekanisme finansial untuk mengatasi kerugian dan kerusakan (loss and damage/LnD) yang terkait dengan dampak buruk perubahan iklim.

"Seperti halnya Indonesia, meskipun sudah berkomitmen dan melaksanakan upaya adaptasi secara maksimal, namun kerugian dan kerusakan masih bisa terjadi, maka pendanaan LnD diharapkan akan mampu menurunkan potensi kerugian dan kerusakan di dalam negeri akibat dampak negatif perubahan iklim," ujar Laksmi.

Bagi Indonesia, disepakatinya pendanaan LnD sebagai langkah maju dalam upaya mengimplementasikan Persetujuan Paris.

Baca juga: KLHK: Mekanisme pendanaan "loss and damage" disepakati di COP-27

Baca juga: RI tunjukkan kepemimpinan isu iklim di Paviliun Indonesia COP-27


Karena melalui pendanaan itu, diharapkan dapat membantu banyak negara terutama negara berkembang yang rentan terhadap dampak dan bencana hidrometeorologi, walaupun negara-negara tersebut telah melakukan upaya adaptasi secara maksimal.

Turut disepakati juga pembentukan komite transisi untuk menyusun rekomendasi tentang mengoperasionalkan pengaturan pendanaan baru dan dana di COP-28 tahun depan. Pertemuan pertama komite transisi diharapkan berlangsung sebelum akhir Maret 2023.

COP27 juga mencapai kemajuan signifikan dalam adaptasi, dengan para pihak menyepakati cara bergerak maju menuju Global Goal on Adaptation dan akan diputuskan di COP-28 yang juga akan menginformasikan Global Stocktake pertama ketahanan iklim negara-negara di dunia.

Kemudian, Cover Decision atau Decision 1/CMA.4 yang dikenal sebagai Sharm el-Sheikh Implementation Plan, menyoroti transformasi global menuju ekonomi rendah karbon yang diperkirakan membutuhkan investasi minimal 4-6 triliun dolar AS per tahun.

Penyaluran dana semacam itu akan membutuhkan transformasi sistem keuangan serta struktur dan prosesnya yang cepat dan komprehensif, melibatkan para pihak, bank sentral, bank komersial, investor institusional, dan pelaku keuangan lainnya.

Laksmi menyatakan pada umumnya proses persidangan berjalan konstruktif dan inklusif dengan beberapa agenda dan isu yang tertahan berhasil diselesaikan serta menghasilkan teks keputusan yang mengakomodasi kepentingan negara pihak.

Namun, juga terdapat beberapa agenda yang belum selesai dibahas yang selanjutnya akan dinegosiasikan pada konferensi iklim selanjutnya.*

Baca juga: Wamen LHK resmi menutup Paviliun Indonesia di COP-27 Mesir

Baca juga: Indonesia-AS jalin kerja sama erat dukung FoLU Net Sink 2030