BRIN: Bangunan tahan gempa perlu dibangun untuk mitigasi gempa
25 November 2022 19:56 WIB
Warga melintas di depan rumah tahan gempa di Rangkasbitung, Lebak, Banten, Jumat (21/1/2022). Prototipe rumah tahan gempa yang dibangun oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tersebut dapat menahan gempa berkekuatan magnitudo 8,0. ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/nym
Jakarta (ANTARA) - Pakar tsunami Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Widjo Kongko mengatakan bangunan tahan gempa seharusnya dibangun di daerah rawan gempa untuk mitigasi gempa dalam meminimalkan risiko korban jiwa dan kerusakan.
"Di zona kegempaan tinggi, setiap bangunan harus didesain dan dibangun mengikuti kaidah bangunan tahan gempa," kata Widjo saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat.
Widjo menuturkan bangunan biasa yang tidak dirancang tahan gempa akan mudah roboh jika ada gempa, bahkan pada skala gempa yang tidak terlalu besar namun dangkal seperti pada peristiwa gempa di Yogyakarta pada 2006 dan di Cianjur, Jawa Barat pada 2022.
Ia mengatakan menurut hasil kajian atau riset, rumah rakyat di perkotaan atau pedesaan kebanyakan dibangun oleh tukang tanpa sertifikat dan tidak dirancang tahan gempa.
Sementara lebih dari 80 persen rumah di zona kegempaan tinggi adalah rumah rakyat, sehingga berisiko sangat tinggi terkait dengan kegagalan struktur jika ada gempa.
Baca juga: Ahli: Bangun bangunan tahan gempa penting dilakukan pascagempa Cianjur
Baca juga: BNPB sebut contoh rumah tahan gempa dibangun pekan depan di Cianjur
Menurut Widjo, otoritas baik Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) serta instansi terkait perlu menitikberatkan program mitigasi bencana atau kesiapan sebelum bencana terjadi dan tidak hanya fokus pada tanggap darurat dan rehabilitasi-rekonstruksi.
"Evaluasi terhadap rumah-rumah rakyat yang rentan dan tidak ramah terhadap gempa juga perlu secara rinci dipetakan dan dibuat program mitigasi misalnya dengan retrofit atau penguatan bangunan," katanya.
Sementara bangunan yang akan dibangun atau pada proses rehabilitasi-rekonstruksi harus mengadopsi bangunan tahan gempa agar risiko terhadap gempa berikutnya menjadi berkurang.
Ia mengatakan program tersebut harus dilaksanakan melalui kerja sama dengan para pihak lainnya seperti dinas tata ruang dan dinas pekerjaan umum.
Baca juga: Struktur bangunan kereta cepat Jakarta-Bandung didesain tahan gempa
Baca juga: REI klaim rumah yang dibangun pengembang di DIY tahan gempa
Sebelumnya, gempa dengan magnitudo 5,6 pada Senin pukul 13.21 WIB terjadi di sekitar 10 km barat daya Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Pusat gempa bumi itu berada di darat pada kedalaman 10 km di koordinat 6,84 Lintang Selatan dan 107,05 Bujur Timur.
Sejauh ini Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cianjur mencatat ada sebanyak 58.049 rumah yang mengalami kerusakan. Di antaranya rumah rusak ringan sebanyak 20.367 unit, rumah rusak sedang sebanyak 12.496 unit, dan rumah rusak berat sebanyak 25.186 unit.
Kemudian, tercatat ada 146 desa dari 16 kecamatan di Kabupaten Cianjur yang terdampak gempa. Dan sampai Jumat (25/11), tercatat sebanyak 310 orang meninggal dunia akibat gempa bumi pada Senin (21/11) di Cianjur.
Baca juga: Kementerian PUPR: Rumah korban abrasi di pesisir Amurang tahan gempa
Baca juga: PVMBG imbau warga Garut buat konstruksi bangunan tahan gempa
"Di zona kegempaan tinggi, setiap bangunan harus didesain dan dibangun mengikuti kaidah bangunan tahan gempa," kata Widjo saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat.
Widjo menuturkan bangunan biasa yang tidak dirancang tahan gempa akan mudah roboh jika ada gempa, bahkan pada skala gempa yang tidak terlalu besar namun dangkal seperti pada peristiwa gempa di Yogyakarta pada 2006 dan di Cianjur, Jawa Barat pada 2022.
Ia mengatakan menurut hasil kajian atau riset, rumah rakyat di perkotaan atau pedesaan kebanyakan dibangun oleh tukang tanpa sertifikat dan tidak dirancang tahan gempa.
Sementara lebih dari 80 persen rumah di zona kegempaan tinggi adalah rumah rakyat, sehingga berisiko sangat tinggi terkait dengan kegagalan struktur jika ada gempa.
Baca juga: Ahli: Bangun bangunan tahan gempa penting dilakukan pascagempa Cianjur
Baca juga: BNPB sebut contoh rumah tahan gempa dibangun pekan depan di Cianjur
Menurut Widjo, otoritas baik Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) serta instansi terkait perlu menitikberatkan program mitigasi bencana atau kesiapan sebelum bencana terjadi dan tidak hanya fokus pada tanggap darurat dan rehabilitasi-rekonstruksi.
"Evaluasi terhadap rumah-rumah rakyat yang rentan dan tidak ramah terhadap gempa juga perlu secara rinci dipetakan dan dibuat program mitigasi misalnya dengan retrofit atau penguatan bangunan," katanya.
Sementara bangunan yang akan dibangun atau pada proses rehabilitasi-rekonstruksi harus mengadopsi bangunan tahan gempa agar risiko terhadap gempa berikutnya menjadi berkurang.
Ia mengatakan program tersebut harus dilaksanakan melalui kerja sama dengan para pihak lainnya seperti dinas tata ruang dan dinas pekerjaan umum.
Baca juga: Struktur bangunan kereta cepat Jakarta-Bandung didesain tahan gempa
Baca juga: REI klaim rumah yang dibangun pengembang di DIY tahan gempa
Sebelumnya, gempa dengan magnitudo 5,6 pada Senin pukul 13.21 WIB terjadi di sekitar 10 km barat daya Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Pusat gempa bumi itu berada di darat pada kedalaman 10 km di koordinat 6,84 Lintang Selatan dan 107,05 Bujur Timur.
Sejauh ini Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cianjur mencatat ada sebanyak 58.049 rumah yang mengalami kerusakan. Di antaranya rumah rusak ringan sebanyak 20.367 unit, rumah rusak sedang sebanyak 12.496 unit, dan rumah rusak berat sebanyak 25.186 unit.
Kemudian, tercatat ada 146 desa dari 16 kecamatan di Kabupaten Cianjur yang terdampak gempa. Dan sampai Jumat (25/11), tercatat sebanyak 310 orang meninggal dunia akibat gempa bumi pada Senin (21/11) di Cianjur.
Baca juga: Kementerian PUPR: Rumah korban abrasi di pesisir Amurang tahan gempa
Baca juga: PVMBG imbau warga Garut buat konstruksi bangunan tahan gempa
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2022
Tags: