Satya Yudha: Kebijakan Energi Nasional disinkronkan dengan target NZE
25 November 2022 19:06 WIB
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha (kedua dari kiri) saat menjadi pembicara dalam acara 3rd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2022 yang diselenggarakan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) di Nusa Dua, Badung, Bali, Kamis (24/11/2022). ANTARA/HO-DEN
Jakarta (ANTARA) - Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha mengatakan kebijakan energi nasional akan disinkronkan dengan target karbon netral atau net zero emission (NZE) Indonesia pada 2060 atau lebih cepat.
"Kebijakan energi nasional yang ada sekarang sedang dilakukan penyesuaian dengan tujuan Indonesia menuju NZE tahun 2060 atau lebih cepat," kata Satya Yudha saat menghadiri acara 3rd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas (IOG) 2022 yang diselenggarakan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) di Nusa Dua, Badung, Bali, Kamis (24/11/2022).
Dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, Satya yang menjadi pembicara pada sesi IOG 2022 bertema Boosting Investment and Adapting Energy Transition Through Stronger Collaboration tersebut mengatakan skenario saat ini, porsi energi fosil dalam bauran energi pada 2050 masih mendominasi yaitu 69 persen dengan asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 7-8 persen per tahun.
Baca juga: DEN tekankan pentingnya peran pendanaan guna dukung transisi energi
Namun, lanjutnya, pada skenario baru dan sedang disusun, dengan asumsi pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,2 persen per tahun sampai 2060, maka porsi bauran energi baru dan terbarukan (EBT) mencapai 60 persen dan fosil tinggal 40 persen.
Sementara itu pada skenario pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,9 persen per tahun hingga 2060, maka porsi bauran EBT sebesar 61 persen dan fosil 39 persen.
"Pada skenario baru tersebut porsi gas bumi masih mendominasi dibandingkan minyak. Gas menjadi jembatan menuju transisi energi dari fosil ke EBT," ujarnya.
Satya pun optimistis perkembangan usaha kegiatan gas bumi di Indonesia akan lebih baik, dengan insentif baik fiskal maupun nonfiskal yang diberikan pemerintah, maka kontraktor hulu migas masih tetap ekonomis walaupun dipasarkan di dalam negeri dan tentunya dengan harga yang ditetapkan pemerintah.
"DEN mendorong kerja lintas sektoral di sektor energi ini agar harapan tersebut bisa terwujud," katanya.
Dalam forum internasional tersebut, Satya juga memaparkan bahwa ketahanan energi bukan hanya tentang memiliki akses energi yang tidak terputus, tetapi juga mengamankan pasokan energi dengan harga yang terjangkau.
"Beberapa hal yang dapat memicu kekurangan pasokan energi antara lain geopolitik dan ekonomi, konsumsi energi yang berlebihan, ketergantungan pada energi fosil, dan harga energi," katanya.
Baca juga: Airlangga tingkatkan kerjasama dengan Jepang terkait transisi energi
Menurut dia, transisi energi menawarkan peluang untuk membangun sistem energi yang lebih aman dan berkelanjutan untuk mengurangi volatilitas harga bahan bakar dan menurunkan biaya energi, sehingga perlu memandang transisi energi bukanlah sebuah beban, tetapi peluang yang positif.
Satya melanjutkan transformasi ekonomi tidak hanya menciptakan peluang ekonomi secara langsung, tetapi juga membuka prospek ekonomi global dengan biaya energi yang lebih rendah dan memberikan banyak manfaat lainnya.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI periode 2014-2019 itu menjelaskan tren yang diperkirakan akan terjadi di masa depan, dengan memanfaatkan momentum keamanan energi untuk akuisisi sumber daya gas alam dan infrastruktur yang memadai.
"Percepatan transisi energi mendorong investasi dalam usaha bersama, mengomersialisasikan teknologi energi baru yang bersih seperti CCUS dan hidrogen," kata Satya.
"Kebijakan energi nasional yang ada sekarang sedang dilakukan penyesuaian dengan tujuan Indonesia menuju NZE tahun 2060 atau lebih cepat," kata Satya Yudha saat menghadiri acara 3rd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas (IOG) 2022 yang diselenggarakan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) di Nusa Dua, Badung, Bali, Kamis (24/11/2022).
Dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, Satya yang menjadi pembicara pada sesi IOG 2022 bertema Boosting Investment and Adapting Energy Transition Through Stronger Collaboration tersebut mengatakan skenario saat ini, porsi energi fosil dalam bauran energi pada 2050 masih mendominasi yaitu 69 persen dengan asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 7-8 persen per tahun.
Baca juga: DEN tekankan pentingnya peran pendanaan guna dukung transisi energi
Namun, lanjutnya, pada skenario baru dan sedang disusun, dengan asumsi pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,2 persen per tahun sampai 2060, maka porsi bauran energi baru dan terbarukan (EBT) mencapai 60 persen dan fosil tinggal 40 persen.
Sementara itu pada skenario pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,9 persen per tahun hingga 2060, maka porsi bauran EBT sebesar 61 persen dan fosil 39 persen.
"Pada skenario baru tersebut porsi gas bumi masih mendominasi dibandingkan minyak. Gas menjadi jembatan menuju transisi energi dari fosil ke EBT," ujarnya.
Satya pun optimistis perkembangan usaha kegiatan gas bumi di Indonesia akan lebih baik, dengan insentif baik fiskal maupun nonfiskal yang diberikan pemerintah, maka kontraktor hulu migas masih tetap ekonomis walaupun dipasarkan di dalam negeri dan tentunya dengan harga yang ditetapkan pemerintah.
"DEN mendorong kerja lintas sektoral di sektor energi ini agar harapan tersebut bisa terwujud," katanya.
Dalam forum internasional tersebut, Satya juga memaparkan bahwa ketahanan energi bukan hanya tentang memiliki akses energi yang tidak terputus, tetapi juga mengamankan pasokan energi dengan harga yang terjangkau.
"Beberapa hal yang dapat memicu kekurangan pasokan energi antara lain geopolitik dan ekonomi, konsumsi energi yang berlebihan, ketergantungan pada energi fosil, dan harga energi," katanya.
Baca juga: Airlangga tingkatkan kerjasama dengan Jepang terkait transisi energi
Menurut dia, transisi energi menawarkan peluang untuk membangun sistem energi yang lebih aman dan berkelanjutan untuk mengurangi volatilitas harga bahan bakar dan menurunkan biaya energi, sehingga perlu memandang transisi energi bukanlah sebuah beban, tetapi peluang yang positif.
Satya melanjutkan transformasi ekonomi tidak hanya menciptakan peluang ekonomi secara langsung, tetapi juga membuka prospek ekonomi global dengan biaya energi yang lebih rendah dan memberikan banyak manfaat lainnya.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI periode 2014-2019 itu menjelaskan tren yang diperkirakan akan terjadi di masa depan, dengan memanfaatkan momentum keamanan energi untuk akuisisi sumber daya gas alam dan infrastruktur yang memadai.
"Percepatan transisi energi mendorong investasi dalam usaha bersama, mengomersialisasikan teknologi energi baru yang bersih seperti CCUS dan hidrogen," kata Satya.
Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2022
Tags: