Pengamat nilai putusan WTO soal nikel tidak turunkan minat investasi
25 November 2022 15:53 WIB
Tim pembela Indonesia, yang dipimpin oleh Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga, yang menghadiri rangkaian sidang gugatan Uni Eropa (EU) atas kebijakan larangan ekspor produk bijih nikel mentah oleh Indonesia di Jenewa, Swiss. ANTARA/HO-Kemenko Kemaritiman dan Investasi/am.
Jakarta (ANTARA) - Pengamat ekonomi dan energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Fahmy Radhi menilai kekalahan Indonesia dalam gugatan Uni Eropa di Badan Penyelesaian Sengketa atau Dispute Settlement Body (DSB) WTO terkait larangan ekspor bijih nikel tidak akan menurunkan minat investasi di sektor tersebut.
“Saya optimis tidak (menurun minatnya), karena Indonesia kan mau membangun ekosistem industri yang saling terkait. Artinya pasar bijih nikel di hilirnya ada, hilirisasinya juga sudah banyak. Begitu juga hasilnya. Ini menunjukkan bahwa Indonesia prospektif,” kata Fahmy yang dihubungi di Jakarta, Jumat.
Meski demikian, ada tiga syarat yang setidaknya harus diperhatikan pemerintah Indonesia agar minat investasi di sektor tersebut tidak surut.
Baca juga: Pengamat: kalah di WTO bukan kiamat bagi industri nikel
Pertama, yaitu terus menggenjot pengembangan hilirisasi nikel termasuk mengembangkan ekosistem mulai dari penambangan bijih nikel hingga mobil listriknya.
“Ekosistem mulai dari bijih nikel sampai mobil listrik sudah terbentuk, ini sudah jalan. Saya yakin dalam satu-dua tahun ke depan akan semakin lengkap. Itu akan menarik bagi investor untuk masuk, apakah investasi atau pengolahan produk turunan atau bahkan masuk ke industri baterai dan mobil listriknya. Artinya ada prospek bagi pasar,” katanya.
Kedua, pemerintah juga perlu memberikan insentif fiskal untuk menggenjot pengembangan industri hilirisasi nikel. Insentif fiskal termasuk pembebasan pajak hingga bebas impor peralatan untuk pengembangan industri.
“Apalagi kita punya bahan baku dalam jumlah besar. Bijih nikelnya saja sudah punya daya tarik sendiri,” katanya.
Kemudian, lanjut Fahmy, yaitu menciptakan iklim investasi yang mendukung, salah satunya dengan mempermudah perizinan hanya di satu pintu.
Baca juga: Legislator dukung langkah banding putusan WTO soal nikel
Menurutnya, meski sudah ada OSS, saat ini proses perizinan masih panjang dan berjenjang, belum lagi perizinan di daerah.
“Ini harus diperbaiki, seperti komitmen Presiden Jokowi untuk membuat izin di satu pintu. Kalau tiga hal ini dilakukan, saya yakin industri ekosistem industri nikel sampai dengan mobil listrik akan bisa jalan dengan baik,” katanya.
Dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI pada Senin (21/11) lalu, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan bahwa Indonesia akan mengajukan banding atas putusan WTO yang menyatakan bahwa Indonesia kalah dalam sengketa gugatan larangan ekspor nikel yang diajukan Uni Eropa.
Baca juga: Bahlil: Bali Compendium senjata RI terkait gugatan nikel
Dalam putusan WTO itu dinyatakan bahwa kebijakan Ekspor dan Kewajiban Pengolahan dan Pemurnian Mineral Nikel di Indonesia terbukti melanggar ketentuan WTO Pasal XI.1 GATT 1994 dan tidak dapat dijustifikasi dengan Pasal XI.2 (a) dan XX (d) GATT 1994.
"Pemerintah berpandangan keputusan panel belum memiliki kekuatan hukum yang tetap, sehingga masih terdapat peluang untuk appeal atau banding," kata Arifin Tasrif.
Arifin mengatakan pemerintah akan mempertahankan kebijakan hilirisasi nikel dengan cara mempercepat proses pembangunan smelter di dalam negeri.
“Saya optimis tidak (menurun minatnya), karena Indonesia kan mau membangun ekosistem industri yang saling terkait. Artinya pasar bijih nikel di hilirnya ada, hilirisasinya juga sudah banyak. Begitu juga hasilnya. Ini menunjukkan bahwa Indonesia prospektif,” kata Fahmy yang dihubungi di Jakarta, Jumat.
Meski demikian, ada tiga syarat yang setidaknya harus diperhatikan pemerintah Indonesia agar minat investasi di sektor tersebut tidak surut.
Baca juga: Pengamat: kalah di WTO bukan kiamat bagi industri nikel
Pertama, yaitu terus menggenjot pengembangan hilirisasi nikel termasuk mengembangkan ekosistem mulai dari penambangan bijih nikel hingga mobil listriknya.
“Ekosistem mulai dari bijih nikel sampai mobil listrik sudah terbentuk, ini sudah jalan. Saya yakin dalam satu-dua tahun ke depan akan semakin lengkap. Itu akan menarik bagi investor untuk masuk, apakah investasi atau pengolahan produk turunan atau bahkan masuk ke industri baterai dan mobil listriknya. Artinya ada prospek bagi pasar,” katanya.
Kedua, pemerintah juga perlu memberikan insentif fiskal untuk menggenjot pengembangan industri hilirisasi nikel. Insentif fiskal termasuk pembebasan pajak hingga bebas impor peralatan untuk pengembangan industri.
“Apalagi kita punya bahan baku dalam jumlah besar. Bijih nikelnya saja sudah punya daya tarik sendiri,” katanya.
Kemudian, lanjut Fahmy, yaitu menciptakan iklim investasi yang mendukung, salah satunya dengan mempermudah perizinan hanya di satu pintu.
Baca juga: Legislator dukung langkah banding putusan WTO soal nikel
Menurutnya, meski sudah ada OSS, saat ini proses perizinan masih panjang dan berjenjang, belum lagi perizinan di daerah.
“Ini harus diperbaiki, seperti komitmen Presiden Jokowi untuk membuat izin di satu pintu. Kalau tiga hal ini dilakukan, saya yakin industri ekosistem industri nikel sampai dengan mobil listrik akan bisa jalan dengan baik,” katanya.
Dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI pada Senin (21/11) lalu, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan bahwa Indonesia akan mengajukan banding atas putusan WTO yang menyatakan bahwa Indonesia kalah dalam sengketa gugatan larangan ekspor nikel yang diajukan Uni Eropa.
Baca juga: Bahlil: Bali Compendium senjata RI terkait gugatan nikel
Dalam putusan WTO itu dinyatakan bahwa kebijakan Ekspor dan Kewajiban Pengolahan dan Pemurnian Mineral Nikel di Indonesia terbukti melanggar ketentuan WTO Pasal XI.1 GATT 1994 dan tidak dapat dijustifikasi dengan Pasal XI.2 (a) dan XX (d) GATT 1994.
"Pemerintah berpandangan keputusan panel belum memiliki kekuatan hukum yang tetap, sehingga masih terdapat peluang untuk appeal atau banding," kata Arifin Tasrif.
Arifin mengatakan pemerintah akan mempertahankan kebijakan hilirisasi nikel dengan cara mempercepat proses pembangunan smelter di dalam negeri.
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2022
Tags: