Jakarta (ANTARA) - Komisi III DPR RI bersama pemerintah yang diwakili Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Hukum Pidana (RKUHP) dilanjutkan pada pembahasan selanjutnya untuk disahkan menjadi undang-undang pada sidang paripurna DPR RI terdekat.

“Hadirin yang kami hormati kami meminta persetujuan kepada anggota Komisi III dan pemerintah, apakah naskah RUU tentang KUHP dapat dilanjutkan pada pembahasan tingkat kedua, yaitu pengambilan keputusan atas RUU tentang KUHP yang akan dijadwalkan pada rapat paripurna DPR RI terdekat. Apakah dapat disetujui?” kata Wakil Ketua Komisi III DPR RI Adies Kadir yang memimpin jalannya rapat kerja di Jakarta, Kamis.

Pertanyaan itu kemudian dijawab setuju oleh seluruh anggota Komisi III DPR yang hadir.

Untuk lebih mempertegas persetujuan mengenai pengesahan RKUHP tingkat I, Adies pun meminta seluruh perwakilan fraksi dan Wamenkumham menandatangani naskah RKUHP yang disepakati tersebut.

Sebelum kesepakatan dibuat, seluruh fraksi di Komisi III DPR pun menyampaikan pandangan mini-fraksinya terlebih dahulu.

"Dari sembilan fraksi; tiga fraksi setuju dengan catatan, yaitu Fraksi PPP, Fraksi NasDem dan Fraksi Partai Golkar; kemudian yang lainnya setuju dan satu Fraksi PKS ikut keputusan forum,” katanya.

Adies mengatakan dalam pembahasan sejumlah pasal krusial RKUHP, pemerintah mengakomodasi sebagian besar keinginan dan masukan-masukan, baik dari masyarakat, akademisi maupun Komisi III DPR.

"Jadi, ada beberapa yang didrop, ada beberapa yang dihilangkan, ada beberapa yang disempurnakan. Jadi, mungkin masih ada beberapa masyarakat yang belum terpuaskan tapi kami sadar bahwa untuk menuju kesempurnaan itu sangat susah, menurut kami inilah RUU KUHP yang terbaik, yang ditunggu-tunggu dan tidak membuat susah masyarakat daripada RUU kita yang lama. Paling tidak kolonialisasinya sudah dihilangkan atau dihapus,” katanya.

Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej menyebut dengan pengesahan RKUHP menjadi undang-undang maka diharapkan dapat menjadi peletak dasar bangunan sistem hukum pidana nasional Indonesia, serta sebagai perwujudan dari keinginan untuk mewujudkan misi dekolonisasi RKUHP maupun peninggalan warisan kolonial.

"Demokratisasi hukum pidana, konsolidasi hukum pidana, adaptasi dan harmonisasi terhadap berbagai perkembangan hukum yang terjadi, baik sebagai akibat perkembangan di bidang hukum pidana maupun perkembangan nilai-nilai standar serta norma yang hidup, perkembangan dalam kehidupan masyarakat hukum Indonesia dan sebagai refleksi kedaulatan nasional yang bertanggung jawab," ujarnya.

Sebelum keputusan dibuat, Komisi III DPR RI bersama pemerintah juga terlebih dahulu membahas 23 daftar inventaris masalah (DIM) yang diajukan oleh fraksi-fraksi terkait sejumlah pasal krusial dalam RKUHP.

"Mengapa pembahasan bisa begitu cepat hari ini karena pada hakikatnya apa yang diusulkan oleh dewan, kita setujui, pemerintah setujui sehingga pembahasan tadi sangat cepat dan bisa masuk pada persetujuan tingkat pertama," kata Eddy usai rapat.

Sebelumnya, Rabu (9/11), Komisi III DPR RI menerima draf atau naskah Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Hukum Pidana (RUU KUHP) versi 9 November hasil dialog publik dan sosialisasi dalam rapat kerja dengan Menteri Hukum dan HAM di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta.