Dokter: Waspadai polio mengingat gejala yang muncul kerap tak disadari
24 November 2022 14:30 WIB
Petugas kesehatan Puskesmas Ulee Kareng memperlihatkan vaksin polio tetes (Oral Poliomyelitis Vaccine) yang diberikan kepada balita di Banda Aceh, Aceh, Senin (21/11/2022). ANTARA FOTO / Irwansyah Putra/aww. (ANTARA FOTO/IRWANSYAH PUTRA)
Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis anak Dr. dr. Johanes Eddy Siswanto, Sp.A(K), Ph.D mengatakan gejala polio yang bersifat umum kerap tak disadari penderita sehingga dibutuhkan kewaspadaan dan kesadaran yang lebih dari orang tua.
Menurut dia, gejala umum yang muncul dapat berupa demam, muntah, lemas, kekakuan di daerah leher dan tulang punggung, nyeri di daerah tungkai, dan seterusnya. Gejala-gejala tersebut, imbuh dia, terkadang dapat menyebabkan penderita terlambat untuk dideteksi.
“Kalau dilihat sebetulnya kalau gejalanya sangat umum sekali itu kadang-kadang memang agak sulit (dideteksi),” kata dokter dari RSAB Harapan Kita itu dalam "talkshow keluarga sehat" yang disiarkan Kementerian Kesehatan, diikuti di Jakarta pada Kamis.
Meski begitu, dia menggarisbawahi gejala kekakuan terutama di daerah leher dan punggung serta rasa nyeri di daerah tungkai yang apabila muncul maka orang tua harus curiga dan harus segera memeriksakan anak ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk didiskusikan bersama dengan dokter.
Eddy mengatakan virus polio yang menginfeksi anak biasanya membutuhkan masa inkubasi yang kama sekitar 1-3 minggu atau 7-21 hari. Beberapa kasus, kemunculan gejala berupa lumpuh layuh terjadi dalam tempo yang cepat. Namun ada pula gejala itu muncul belakangan. Kelumpuhan pada organ gerak seperti kaki apabila dibiarkan maka lama-kelamaan otot-otot dapat mengecil.
“Ada yang hitungannya jam, ada yang hitungannya minggu. Itu yang kadang-kadang menjadi tidak jelas apakah memang betul tiba-tiba lumpuh itu memang fasenya cepat atau tiba-tiba lumpuh memang butuh waktu. Nah itu yang kadang-kadang kita menjadi tidak aware,” kata dia.
Dia juga mengingatkan bahaya infeksi virus polio yang tidak hanya berisiko kelumpuhan secara fisik, tapi juga kelumpuhan pernapasan apabila virus menyerang saluran pernapasan. Selain itu, risiko lain juga termasuk gangguan saluran pencernaan dan gangguan untuk menelan makanan.
“Kalau menyerang sampai susunan di saluran pernapasan, itu problemnya kan kalau dia tidak bisa napas dia pasti butuh alat bantu napas. Kalau itu tidak ada (alat bantu napas), lumpuhnya bisa di saluran napas otomatis bisa terjadi kematian,” kata Eddy.
Meskipun polio rata-rata terjadi pada anak dalam rentang usia 0-5 tahun, Eddy mengingatkan dampak infeksi virus polio dapat muncul saat penderita memasuki usia dewasa atau disebut dengan gejala sindroma pascapolio.
“Mungkin tidak menyadari suatu kali terkena jenis polionya yang mungkin sifatnya hilang dengan sendirinya atau juga polio yang sampai nonparalisis jadi tidak ada terjadi gangguan kelumpuhan atau layu. Kemudian dia muncul gejala-gejala berikutnya terdampak pada saat di belakang hari dewasa, itu bisa muncul, gejalanya bisa muncul 30 tahun kemudian pun bisa terjadi,” kata dia.
Dengan penetapan polio sebagai kejadian luar biasa (KLB) oleh Kementerian Kesehatan pada Sabtu (19/11), setelah Indonesia dinyatakan bebas polio pada 2014, Eddy mengingatkan pentingnya cakupan vaksinasi polio di berbagai wilayah di Indonesia terutama setelah masa pandemi COVID-19.
“Kalau cakupan imunisasi di suatu daerah itu rendah, kan kita tahu sendiri yang namanya herd immunity atau kekebalan area itu minimal harus 80 persen. Kalau kurang dari itu, problemnya adalah besar sekali kemungkinan bisa terjangkit jadi virus polio bisa masuk ke daerah tersebut dan bisa menyebabkan suatu penyebaran yang luar biasa,” kata Eddy.
Baca juga: IDAI: Jangan anggap sepele polio meski mayoritas tak bergejala
Menurut dia, gejala umum yang muncul dapat berupa demam, muntah, lemas, kekakuan di daerah leher dan tulang punggung, nyeri di daerah tungkai, dan seterusnya. Gejala-gejala tersebut, imbuh dia, terkadang dapat menyebabkan penderita terlambat untuk dideteksi.
“Kalau dilihat sebetulnya kalau gejalanya sangat umum sekali itu kadang-kadang memang agak sulit (dideteksi),” kata dokter dari RSAB Harapan Kita itu dalam "talkshow keluarga sehat" yang disiarkan Kementerian Kesehatan, diikuti di Jakarta pada Kamis.
Meski begitu, dia menggarisbawahi gejala kekakuan terutama di daerah leher dan punggung serta rasa nyeri di daerah tungkai yang apabila muncul maka orang tua harus curiga dan harus segera memeriksakan anak ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk didiskusikan bersama dengan dokter.
Eddy mengatakan virus polio yang menginfeksi anak biasanya membutuhkan masa inkubasi yang kama sekitar 1-3 minggu atau 7-21 hari. Beberapa kasus, kemunculan gejala berupa lumpuh layuh terjadi dalam tempo yang cepat. Namun ada pula gejala itu muncul belakangan. Kelumpuhan pada organ gerak seperti kaki apabila dibiarkan maka lama-kelamaan otot-otot dapat mengecil.
“Ada yang hitungannya jam, ada yang hitungannya minggu. Itu yang kadang-kadang menjadi tidak jelas apakah memang betul tiba-tiba lumpuh itu memang fasenya cepat atau tiba-tiba lumpuh memang butuh waktu. Nah itu yang kadang-kadang kita menjadi tidak aware,” kata dia.
Dia juga mengingatkan bahaya infeksi virus polio yang tidak hanya berisiko kelumpuhan secara fisik, tapi juga kelumpuhan pernapasan apabila virus menyerang saluran pernapasan. Selain itu, risiko lain juga termasuk gangguan saluran pencernaan dan gangguan untuk menelan makanan.
“Kalau menyerang sampai susunan di saluran pernapasan, itu problemnya kan kalau dia tidak bisa napas dia pasti butuh alat bantu napas. Kalau itu tidak ada (alat bantu napas), lumpuhnya bisa di saluran napas otomatis bisa terjadi kematian,” kata Eddy.
Meskipun polio rata-rata terjadi pada anak dalam rentang usia 0-5 tahun, Eddy mengingatkan dampak infeksi virus polio dapat muncul saat penderita memasuki usia dewasa atau disebut dengan gejala sindroma pascapolio.
“Mungkin tidak menyadari suatu kali terkena jenis polionya yang mungkin sifatnya hilang dengan sendirinya atau juga polio yang sampai nonparalisis jadi tidak ada terjadi gangguan kelumpuhan atau layu. Kemudian dia muncul gejala-gejala berikutnya terdampak pada saat di belakang hari dewasa, itu bisa muncul, gejalanya bisa muncul 30 tahun kemudian pun bisa terjadi,” kata dia.
Dengan penetapan polio sebagai kejadian luar biasa (KLB) oleh Kementerian Kesehatan pada Sabtu (19/11), setelah Indonesia dinyatakan bebas polio pada 2014, Eddy mengingatkan pentingnya cakupan vaksinasi polio di berbagai wilayah di Indonesia terutama setelah masa pandemi COVID-19.
“Kalau cakupan imunisasi di suatu daerah itu rendah, kan kita tahu sendiri yang namanya herd immunity atau kekebalan area itu minimal harus 80 persen. Kalau kurang dari itu, problemnya adalah besar sekali kemungkinan bisa terjangkit jadi virus polio bisa masuk ke daerah tersebut dan bisa menyebabkan suatu penyebaran yang luar biasa,” kata Eddy.
Baca juga: IDAI: Jangan anggap sepele polio meski mayoritas tak bergejala
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2022
Tags: