Airlangga: Indonesia bisa jadi raja energi susul raja minyak Saudi
23 November 2022 16:02 WIB
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kiri) dalam PLN Local Content Movement for The Nation (Locomotion) 2022 di JCC Senayan, Jakarta, Rabu (23/11/2022). ANTARA/Ade Irma Junida/pri,
Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut Indonesia bisa menjadi raja di sektor energi hijau, menyusul gelar Arab Saudi yang dikenal sebagai raja minyak dunia.
"Saya tekankan di sini, kalau Arab Saudi rajanya fossil fuel, maka raja berikutnya adalah Indonesia, rajanya green energy. Ini dunia sudah melihat potensi green energy tidak ada satu negara yang bisa kalahkan Indonesia, kalau kita serius dan kalau PLN serius," katanya dalam PLN Local Content Movement for The Nation (Locomotion) 2022 di JCC Senayan, Jakarta, Rabu.
Airlangga mengungkapkan hal tersebut lantaran semakin banyaknya investasi dan bantuan pembiayaan untuk mendukung transisi energi di Tanah Air.
Animo investor terlihat dari proyek kawasan industri hijau di Kalimantan Utara (Kaltara) hingga komitmen bantuan dari kemitraan G7+ untuk pendanaan transisi energi senilai 20 miliar dolar AS melalui skema Just Energy Transition Partnership (JETP).
"Alokasi JETP Indonesia mencapai 20 miliar dolar AS, padahal Afrika Selatan saja hanya 8,5 miliar dolar AS. Maka ini harus dimanfaatkan karena bentuknya investasi," katanya.
Airlangga menuturkan pihaknya juga terus memantau perkembangan proyek PLTA Kayan Cascade, di Kalimantan Utara. Proyek tersebut
Proyek PLTA Kayan Cascade merupakan bagian dari penjajakan pengembangan industri hijau di Kalimantan Utara dengan memanfaatkan energi dari PLTA.
"Intinya pemilik hydro akan bertukar dengan pemilik PLTU sehingga tentu ini salah satu mekanisme transisi energi yang belum pernah ada di dunia. Jadi Indonesia kembali jadi pionir," katanya.
Airlangga mengemukakan setelah kesuksesan memegang Presidensi G20, Indonesia menjadi negara sorotan dunia. Banyak negara dari seluruh dunia mengapresiasi Indonesia dan ikut menyampaikan komitmen untuk membantu Indonesia dalam perkembangan dan pembangunan ekonomi, termasuk dalam pengembangan energi hijau.
Tidak hanya di G20, KTT APEC di Bangkok juga mengangkat tema bio circular green economy, sehingga turut mendorong pengembangan energi baru terbarukan.
"Kita sudah lebih ahead (di depan), kita punya biofuel, belum lagi kalau kita dorong biomass. Biomass ini balik lagi ke ESDM maupun PLN agar offtake bisa diberikan lebih baik karena biomass energinya rakyat," katanya.
Selanjutnya, menurut Airlangga, energi berbasis metan juga akan potensi untuk dikembangkan di masa depan. Selain karena asalnya dari agrikultur, metan juga merupakan sumber energi yang dihasilkan dari kegiatan masyarakat (community based).
"Kalau PLN bisa bantu metan based, ini juga jadi sebuah hal luar biasa," kata Airlangga.
Baca juga: Pengamat: Indonesia butuh "jembatan penghubung" menuju energi hijau
Baca juga: Bangun PLTS Kapasitas Total 210 MW, PLN Dukung Amazon Penuhi 100 Persen Energi Hijau
Baca juga: BRIN buka kolaborasi internasional dukung transisi energi hijau
"Saya tekankan di sini, kalau Arab Saudi rajanya fossil fuel, maka raja berikutnya adalah Indonesia, rajanya green energy. Ini dunia sudah melihat potensi green energy tidak ada satu negara yang bisa kalahkan Indonesia, kalau kita serius dan kalau PLN serius," katanya dalam PLN Local Content Movement for The Nation (Locomotion) 2022 di JCC Senayan, Jakarta, Rabu.
Airlangga mengungkapkan hal tersebut lantaran semakin banyaknya investasi dan bantuan pembiayaan untuk mendukung transisi energi di Tanah Air.
Animo investor terlihat dari proyek kawasan industri hijau di Kalimantan Utara (Kaltara) hingga komitmen bantuan dari kemitraan G7+ untuk pendanaan transisi energi senilai 20 miliar dolar AS melalui skema Just Energy Transition Partnership (JETP).
"Alokasi JETP Indonesia mencapai 20 miliar dolar AS, padahal Afrika Selatan saja hanya 8,5 miliar dolar AS. Maka ini harus dimanfaatkan karena bentuknya investasi," katanya.
Airlangga menuturkan pihaknya juga terus memantau perkembangan proyek PLTA Kayan Cascade, di Kalimantan Utara. Proyek tersebut
Proyek PLTA Kayan Cascade merupakan bagian dari penjajakan pengembangan industri hijau di Kalimantan Utara dengan memanfaatkan energi dari PLTA.
"Intinya pemilik hydro akan bertukar dengan pemilik PLTU sehingga tentu ini salah satu mekanisme transisi energi yang belum pernah ada di dunia. Jadi Indonesia kembali jadi pionir," katanya.
Airlangga mengemukakan setelah kesuksesan memegang Presidensi G20, Indonesia menjadi negara sorotan dunia. Banyak negara dari seluruh dunia mengapresiasi Indonesia dan ikut menyampaikan komitmen untuk membantu Indonesia dalam perkembangan dan pembangunan ekonomi, termasuk dalam pengembangan energi hijau.
Tidak hanya di G20, KTT APEC di Bangkok juga mengangkat tema bio circular green economy, sehingga turut mendorong pengembangan energi baru terbarukan.
"Kita sudah lebih ahead (di depan), kita punya biofuel, belum lagi kalau kita dorong biomass. Biomass ini balik lagi ke ESDM maupun PLN agar offtake bisa diberikan lebih baik karena biomass energinya rakyat," katanya.
Selanjutnya, menurut Airlangga, energi berbasis metan juga akan potensi untuk dikembangkan di masa depan. Selain karena asalnya dari agrikultur, metan juga merupakan sumber energi yang dihasilkan dari kegiatan masyarakat (community based).
"Kalau PLN bisa bantu metan based, ini juga jadi sebuah hal luar biasa," kata Airlangga.
Baca juga: Pengamat: Indonesia butuh "jembatan penghubung" menuju energi hijau
Baca juga: Bangun PLTS Kapasitas Total 210 MW, PLN Dukung Amazon Penuhi 100 Persen Energi Hijau
Baca juga: BRIN buka kolaborasi internasional dukung transisi energi hijau
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2022
Tags: