Dolar bertahan kuat di sesi Asia, tapi cemas jelang rilis risalah Fed
23 November 2022 15:03 WIB
Teller melayani jual beli mata uang dolar AS di sebuah tempat penukaran uang, Jakarta, Rabu (6/7/2022). ANTARA FOTO/Subur Atmamihardja/wsj.
Singapura (ANTARA) - Dolar AS bertahan kuat terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya di sesi Asia pada Rabu sore, dengan investor cemas menjelang rilis risalah pertemuan kebijakan terbaru Federal Reserve yang dapat memberikan petunjuk tentang prospek inflasi dan laju kenaikan suku bunga.
Indeks dolar, yang mengukur mata uang AS terhadap sekeranjang enam mata uang utama lainnya termasuk yen, euro dan sterling, terakhir diperdagangkan di 107,110, setelah tergelincir 0,65 persen semalam.
Carol Kong, ahli strategi mata uang di Commonwealth Bank of Australia, mengatakan pergerakan Selasa (22/11/2022) mencerminkan sentimen risiko yang lebih baik, dengan reli saham dan obligasi didukung pendapatan perusahaan yang lebih baik dan ekspektasi kenaikan suku bunga yang lebih lambat dari bank sentral.
Kiwi naik setelah bank sentral Selandia Baru menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin ke level tertinggi hampir 14 tahun di 4,25 persen dan mengatakan suku bunga perlu naik lebih cepat dari yang diindikasikan sebelumnya.
Mata uang Selandia Baru melonjak menggoda level tertinggi tiga bulan di 0,6207 dolar AS, dan terakhir naik 0,47 persen di 0,6173 dolar AS. Bank sentral juga memperingatkan bahwa ekonomi mungkin harus menghabiskan satu tahun penuh dalam resesi untuk mengendalikan inflasi.
Di China, lonjakan kasus COVID-19 telah mengaburkan harapan untuk segera membuka kembali ekonomi terbesar kedua di dunia itu.
Shanghai tiba-tiba membatalkan acara pameran industri otomotif pada Rabu, sementara Kota Chengdu berencana melakukan pengujian massal bagi penduduk selama lima hari berturut-turut.
"Pemberlakuan pembatasan baru dalam waktu dekat tidak diragukan lagi akan berdampak negatif pada ekonomi, tetapi setidaknya untuk saat ini pasar tampaknya fokus pada fakta bahwa dalam jangka menengah China ingin secara bertahap bergerak menuju strategi hidup bersama COVID," kata Rodrigo Catril, ahli strategi mata uang di National Australia Bank, dikutip dari Reuters.
"Karena itu, kami pikir kemunduran sangat mungkin terjadi dalam proses ini, jadi kami harus memperkirakan lonjakan volatilitas pasar di sepanjang jalan."
Euro naik 0,11 persen menjadi 1,0313 dolar, setelah naik 0,6 persen semalam, sementara sterling terakhir diperdagangkan pada 1,1874 dolar, turun 0,08 persen. Dolar Australia turun 0,15 persen menjadi 0,664 dolar AS.
Mata uang kripto tetap tidak stabil, dengan bitcoin berayun antara kerugian dan keuntungan. Terakhir naik 1,79 persen pada 16.477 dolar AS.
Baca juga: Rupiah melemah seiring pasar cermati prospek kenaikan suku bunga Fed
Baca juga: Dolar stabil di awal sesi Asia karena investor menunggu risalah Fed
Baca juga: Yuan terangkat 386 basis poin menjadi 7,1281 terhadap dolar AS
Indeks dolar, yang mengukur mata uang AS terhadap sekeranjang enam mata uang utama lainnya termasuk yen, euro dan sterling, terakhir diperdagangkan di 107,110, setelah tergelincir 0,65 persen semalam.
Carol Kong, ahli strategi mata uang di Commonwealth Bank of Australia, mengatakan pergerakan Selasa (22/11/2022) mencerminkan sentimen risiko yang lebih baik, dengan reli saham dan obligasi didukung pendapatan perusahaan yang lebih baik dan ekspektasi kenaikan suku bunga yang lebih lambat dari bank sentral.
Kiwi naik setelah bank sentral Selandia Baru menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin ke level tertinggi hampir 14 tahun di 4,25 persen dan mengatakan suku bunga perlu naik lebih cepat dari yang diindikasikan sebelumnya.
Mata uang Selandia Baru melonjak menggoda level tertinggi tiga bulan di 0,6207 dolar AS, dan terakhir naik 0,47 persen di 0,6173 dolar AS. Bank sentral juga memperingatkan bahwa ekonomi mungkin harus menghabiskan satu tahun penuh dalam resesi untuk mengendalikan inflasi.
Di China, lonjakan kasus COVID-19 telah mengaburkan harapan untuk segera membuka kembali ekonomi terbesar kedua di dunia itu.
Shanghai tiba-tiba membatalkan acara pameran industri otomotif pada Rabu, sementara Kota Chengdu berencana melakukan pengujian massal bagi penduduk selama lima hari berturut-turut.
"Pemberlakuan pembatasan baru dalam waktu dekat tidak diragukan lagi akan berdampak negatif pada ekonomi, tetapi setidaknya untuk saat ini pasar tampaknya fokus pada fakta bahwa dalam jangka menengah China ingin secara bertahap bergerak menuju strategi hidup bersama COVID," kata Rodrigo Catril, ahli strategi mata uang di National Australia Bank, dikutip dari Reuters.
"Karena itu, kami pikir kemunduran sangat mungkin terjadi dalam proses ini, jadi kami harus memperkirakan lonjakan volatilitas pasar di sepanjang jalan."
Euro naik 0,11 persen menjadi 1,0313 dolar, setelah naik 0,6 persen semalam, sementara sterling terakhir diperdagangkan pada 1,1874 dolar, turun 0,08 persen. Dolar Australia turun 0,15 persen menjadi 0,664 dolar AS.
Mata uang kripto tetap tidak stabil, dengan bitcoin berayun antara kerugian dan keuntungan. Terakhir naik 1,79 persen pada 16.477 dolar AS.
Baca juga: Rupiah melemah seiring pasar cermati prospek kenaikan suku bunga Fed
Baca juga: Dolar stabil di awal sesi Asia karena investor menunggu risalah Fed
Baca juga: Yuan terangkat 386 basis poin menjadi 7,1281 terhadap dolar AS
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2022
Tags: