Dokter sarankan skrining ROP untuk deteksi kelainan mata bayi prematur
23 November 2022 13:44 WIB
Arsip foto. Bayi prematur dengan bobot abnormal di ruang Neonatal Intensif Care Unit (NICU) RSUD dr. Iskak, Tulungagung, Jawa Timur. ANTARA/Destyan Sujarwoko.
Jakarta (ANTARA) - Dokter Spesialis Mata Konsultan Pediatric Ophthalmology Dian Estu Yulia menyarankan pelaksanaan skrining retinopathy of prematurity atau ROP untuk mendeteksi kelainan pada mata yang dapat mengakibatkan kebutaan pada bayi yang lahir prematur.
"Sebaiknya sebelum terlambat dan sampai ke stadium lanjut yang mengakibatkan retina lepas dan berujung pada kebutaan, para orang tua jika memiliki bayi seperti itu jangan takut, dan periksa ke dokter," katanya dalam diskusi daring yang ditayangkan melalui akun Instagram RSCM Kencana pada Rabu.
Dian mengatakan bahwa ROP atau kelainan pada mata akibat gangguan pembentukan pembuluh darah retina berisiko terjadi pada bayi-bayi prematur yang berusia di bawah 34 minggu atau memiliki berat lahir sama dengan atau kurang dari 1.500 gram.
Gangguan lain seperti kadar oksigen dan kadar gula darah yang terlalu tinggi hingga infeksi darah yang berat, menurut dia, dapat meningkatkan risiko bayi prematur mengalami ROP.
Ia mengatakan bahwa pemeriksaan ROP perlu dilakukan untuk mendeteksi dini kemungkinan adanya kelainan pada mata bayi prematur sehingga masalah itu bisa segera ditangani.
"Apabila tidak kita lakukan skrining takutnya ketika anaknya sudah cukup besar dan anaknya tidak bisa melihat, ternyata ROP sudah stadium lanjut dan menimbulkan kebutaan. Jadi ini untuk (mencegah) kebutaan untuk jangka panjang," katanya.
Menurut dia, skrining ROP pertama bisa dilakukan pada saat usia bayi dua sampai empat minggu dengan catatan bayi berada dalam kondisi stabil.
Selanjutnya, pemeriksaan harus dilakukan secara berkala sampai pembentukan retina dan pembuluh darah di area pinggir bola mata sempurna, umumnya saat bayi berusia 43 sampai 44 minggu.
"Tidak bisa sekali, dan ketika ROP negatif belum tentu tidak ROP, bisa saja saat itu ROP-nya tidak ada karena kita tidak tahu mata itu berkembang. Bisa saja saat skrining pertama belum ditemukan abnormalitas pembuluh darah retina," katanya.
Dia mengatakan bahwa skrining ROP tidak menimbulkan efek samping pada bayi.
"Yang penting bayi harus dalam keadaan umum yang baik. Dari dokter anak sudah boleh pulang, tanda-tanda vital dalam keadaan baik, dan tidak ada keadaan khusus, dan tinggal skrining," katanya.
Baca juga:
Deteksi gangguan mata ROP kini bisa pakai kamera retina digital
RSCM luncurkan layanan pemeriksaan retinopati keliling
"Sebaiknya sebelum terlambat dan sampai ke stadium lanjut yang mengakibatkan retina lepas dan berujung pada kebutaan, para orang tua jika memiliki bayi seperti itu jangan takut, dan periksa ke dokter," katanya dalam diskusi daring yang ditayangkan melalui akun Instagram RSCM Kencana pada Rabu.
Dian mengatakan bahwa ROP atau kelainan pada mata akibat gangguan pembentukan pembuluh darah retina berisiko terjadi pada bayi-bayi prematur yang berusia di bawah 34 minggu atau memiliki berat lahir sama dengan atau kurang dari 1.500 gram.
Gangguan lain seperti kadar oksigen dan kadar gula darah yang terlalu tinggi hingga infeksi darah yang berat, menurut dia, dapat meningkatkan risiko bayi prematur mengalami ROP.
Ia mengatakan bahwa pemeriksaan ROP perlu dilakukan untuk mendeteksi dini kemungkinan adanya kelainan pada mata bayi prematur sehingga masalah itu bisa segera ditangani.
"Apabila tidak kita lakukan skrining takutnya ketika anaknya sudah cukup besar dan anaknya tidak bisa melihat, ternyata ROP sudah stadium lanjut dan menimbulkan kebutaan. Jadi ini untuk (mencegah) kebutaan untuk jangka panjang," katanya.
Menurut dia, skrining ROP pertama bisa dilakukan pada saat usia bayi dua sampai empat minggu dengan catatan bayi berada dalam kondisi stabil.
Selanjutnya, pemeriksaan harus dilakukan secara berkala sampai pembentukan retina dan pembuluh darah di area pinggir bola mata sempurna, umumnya saat bayi berusia 43 sampai 44 minggu.
"Tidak bisa sekali, dan ketika ROP negatif belum tentu tidak ROP, bisa saja saat itu ROP-nya tidak ada karena kita tidak tahu mata itu berkembang. Bisa saja saat skrining pertama belum ditemukan abnormalitas pembuluh darah retina," katanya.
Dia mengatakan bahwa skrining ROP tidak menimbulkan efek samping pada bayi.
"Yang penting bayi harus dalam keadaan umum yang baik. Dari dokter anak sudah boleh pulang, tanda-tanda vital dalam keadaan baik, dan tidak ada keadaan khusus, dan tinggal skrining," katanya.
Baca juga:
Deteksi gangguan mata ROP kini bisa pakai kamera retina digital
RSCM luncurkan layanan pemeriksaan retinopati keliling
Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2022
Tags: