Jakarta (ANTARA) - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memperkirakan dalam Rencana Anggaran Tahunan BI (RATBI) anggaran bank sentral akan mengalami defisit sebesar Rp19,99 triliun.

Defisit anggaran tersebut terjadi karena pengeluaran BI kemungkinan akan lebih besar yakni Rp161,43 triliun dibandingkan dengan penerimaannya, yaitu Rp141,43 triliun.

"Defisit utamanya berasal dari anggaran kebijakan yang berpotensi mengalami defisit cukup besar," katap Perry dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang dipantau secara daring di Jakarta, Senin.

Baca juga: BI targetkan inflasi pada 2023 turun ke 3,61 persen

Ia menjelaskan anggaran kebijakan diproyeksikan mengalami defisit Rp33,15 triliun yang berasal dari besarnya pengeluaran yaitu Rp145,93 triliun dibanding penerimaan Rp112,77 triliun.

Pengeluaran anggaran kebijakan yang besar berkaitan dengan langkah stabilitas nilai tukar rupiah maupun kenaikan suku bunga acuan.

Sementara itu, anggaran operasional diperkirakan mengalami surplus Rp13,16 triliun yang berasal dari penerimaan Rp28,66 triliun dan pengeluaran Rp15,49 triliun, sehingga surplus itu menopang anggaran BI secara keseluruhan.

Perry memerinci penerimaan dalam anggaran operasional RATBI 2023 meliputi hasil pengelolaan aset valuta asing (valas) Rp28,6 triliun, operasional kegiatan pendukung Rp4 miliar, serta penerimaan administrasi Rp55 miliar.

"Masih ada penerimaan dari pengelolaan aset valas karena meski kami ada kebutuhan untuk mengintervensi rupiah dari cadangan devisa, tetapi suku bunga dari luar negeri naik," tuturnya.

Baca juga: BI mulai siapkan perpindahan ke IKN pada tahun 2023

Ia menambahkan pengeluaran anggaran operasional terdiri atas gaji dan penghasilan lainnya Rp4,7 triliun, manajemen sumber daya manusia Rp3,09 triliun, logistik Rp2,54 triliun, serta penyelenggaraan operasional kegiatan pendukung Rp2,06 triliun.

Kemudian untuk program sosial BI dan pemberdayaan sektor riil dan UMKM Rp1,23 triliun, pajak Rp1,47 triliun, serta cadangan anggaran Rp378 miliar.