Diah Pitaloka dorong pengembangan ekosistem halal di Indonesia
21 November 2022 14:19 WIB
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka (kedua dari kiri) saat menjadi salah satu narasumber dalam acara diseminasi pengelolaan keuangan haji digitalisasi dan ekosistem halal yang diselenggarakan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) kerja sama dengan DPR RI di balairung Pajajaran Hotel Salak, Kota Bogor, Minggu (20/11/2022). ANTARA/Linna Susanti.
Kota Bogor (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka mendorong pengembangan ekosistem halal di Indonesia melalui penguatan kelembagaan dan sumber daya manusia untuk mempermudah masyarakat dalam mengakses sertifikasi halal.
Diah Pitaloka saat dikonfirmasi ANTARA di Kota Bogor, Jawa Barat, Senin menyampaikan bahwa pengembangan ekosistem halal penting, yang selama ini potensinya diambil negara lain, Thailand, Korea, Malaysia yang sudah lebih maju mengembangkannya.
Baca juga: Wapres: RI bisa ambil peluang ekspor pangan halal meski saat krisis
"Ini sangat penting juga menjaga kualitas makanan kita. Ini salah satu pemahaman tentang bagaimana makanan berkualitas baik pengawasan dari BPOM. Standar halal ini salah satu juga konsekuensinya adalah makanan sehat, yang berkontribusi terhadap kualitas makanan termasuk kesehatan masyarakat dan mungkin tingkat gizi masyarakat," katanya.
Menurut Diah, tantangan Indonesia secara infrastruktur di lapangan baik kelembagaan maupun SDM itu belum terbangun baik. Meskipun begitu, Indonesia telah membuat perundang-undangan tentang jaminan produk halal.
Yaitu Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dimana dalam Pasal-Pasal yang diubah ada menyisipkan Pasal yang mewajibkan pelaku usaha mikro dan kecil untuk memiliki sertifikat halal bagi produk olahannya.
Diah menyampaikan, pengembangan ekosistem halal ini telah disampaikan saat menjadi salah satu narasumber dalam acara diseminasi pengelolaan keuangan haji digitalisasi dan ekosistem halal yang diselenggarakan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) kerjasama dengan DPR RI di balairung Pajajaran Hotel Salak, Kota Bogor, Minggu (20/11).
Bersama BPKH dan juga BPOM serta Sucofindo, kata dia, juga dibahas tentang bagaimana kerjasama dalam mengembangkan ekosistem halal yang saat ini tidak hanya ekonomi yang banyak ditanyakan masyarakat dalam kerangka industri dan usaha, tapi juga di kalangan menengah bawah. Salah satunya berkaitan pengawasan untuk terjaganya kualitas makanan halal.
Atas kondisi tersebut, Diah memandang ekosistem halal perlu menjadi perhatian untuk menyajikan kualitas makanan di masyarakat dan hal ini memang menjadi tanggung jawab bersama.
Dengan begitu, produk-produk atau industri halal Indonesia nanti tidak kalah dalam pengembangan ekosistem halal dengan negara-negara Asean lainnya. Terlebih Indonesia merupakan negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia.
Sebab, Indonesia merupakan negara populasi Muslim terbesar dan penduduknya juga terbuka dengan "halal food" bahkan berbagai produk lain. Pemerintah lanjutnya, dapat segera tanggap terhadap potensi tersebut agar akses terhadap makanan halal yang tersertifikasi lebih mudah ke depan.
"Jadi menarik korelasinya dari pengembangan ekosistem halal, juga menyangkut ke dampak dari makanan yang tidak berkualitas terhadap kesehatan masyarakat yang cenderung, misalnya tingkat hidup banyak permasalahan penyakit dari konsumsi makanan yang mengandung bahan-bahan tidak sehat. Dan ini tantangan sendiri bagi industri halal kita," kata dia.
Baca juga: Wali Kota Jaksel harap Rasuna Garden Food jadi contoh kuliner halal
Baca juga: WHFC bahas standar hewan halal
Baca juga: Komisi VIII DPR RI dukung Risma fokus benahi Kementerian Sosial
Diah Pitaloka saat dikonfirmasi ANTARA di Kota Bogor, Jawa Barat, Senin menyampaikan bahwa pengembangan ekosistem halal penting, yang selama ini potensinya diambil negara lain, Thailand, Korea, Malaysia yang sudah lebih maju mengembangkannya.
Baca juga: Wapres: RI bisa ambil peluang ekspor pangan halal meski saat krisis
"Ini sangat penting juga menjaga kualitas makanan kita. Ini salah satu pemahaman tentang bagaimana makanan berkualitas baik pengawasan dari BPOM. Standar halal ini salah satu juga konsekuensinya adalah makanan sehat, yang berkontribusi terhadap kualitas makanan termasuk kesehatan masyarakat dan mungkin tingkat gizi masyarakat," katanya.
Menurut Diah, tantangan Indonesia secara infrastruktur di lapangan baik kelembagaan maupun SDM itu belum terbangun baik. Meskipun begitu, Indonesia telah membuat perundang-undangan tentang jaminan produk halal.
Yaitu Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dimana dalam Pasal-Pasal yang diubah ada menyisipkan Pasal yang mewajibkan pelaku usaha mikro dan kecil untuk memiliki sertifikat halal bagi produk olahannya.
Diah menyampaikan, pengembangan ekosistem halal ini telah disampaikan saat menjadi salah satu narasumber dalam acara diseminasi pengelolaan keuangan haji digitalisasi dan ekosistem halal yang diselenggarakan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) kerjasama dengan DPR RI di balairung Pajajaran Hotel Salak, Kota Bogor, Minggu (20/11).
Bersama BPKH dan juga BPOM serta Sucofindo, kata dia, juga dibahas tentang bagaimana kerjasama dalam mengembangkan ekosistem halal yang saat ini tidak hanya ekonomi yang banyak ditanyakan masyarakat dalam kerangka industri dan usaha, tapi juga di kalangan menengah bawah. Salah satunya berkaitan pengawasan untuk terjaganya kualitas makanan halal.
Atas kondisi tersebut, Diah memandang ekosistem halal perlu menjadi perhatian untuk menyajikan kualitas makanan di masyarakat dan hal ini memang menjadi tanggung jawab bersama.
Dengan begitu, produk-produk atau industri halal Indonesia nanti tidak kalah dalam pengembangan ekosistem halal dengan negara-negara Asean lainnya. Terlebih Indonesia merupakan negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia.
Sebab, Indonesia merupakan negara populasi Muslim terbesar dan penduduknya juga terbuka dengan "halal food" bahkan berbagai produk lain. Pemerintah lanjutnya, dapat segera tanggap terhadap potensi tersebut agar akses terhadap makanan halal yang tersertifikasi lebih mudah ke depan.
"Jadi menarik korelasinya dari pengembangan ekosistem halal, juga menyangkut ke dampak dari makanan yang tidak berkualitas terhadap kesehatan masyarakat yang cenderung, misalnya tingkat hidup banyak permasalahan penyakit dari konsumsi makanan yang mengandung bahan-bahan tidak sehat. Dan ini tantangan sendiri bagi industri halal kita," kata dia.
Baca juga: Wali Kota Jaksel harap Rasuna Garden Food jadi contoh kuliner halal
Baca juga: WHFC bahas standar hewan halal
Baca juga: Komisi VIII DPR RI dukung Risma fokus benahi Kementerian Sosial
Pewarta: Linna Susanti
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2022
Tags: