Jakarta (ANTARA) - Tjokorda Istri Pramitasuri tak pernah menyangka bisa mewujudkan impiannya sejak kecil, yakni menjadi dokter spesialis saraf. Impiannya terwujud berkat program beasiswa Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU) Gelombang V.
Melalui program yang diinisiasi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) itu, ia akhirnya dapat mewujudkan impiannya menjadi dokter ahli neurologi.
Impiannya untuk memiliki rekam jejak mumpuni di penelitian neurosains mulai diasah sejak sering mengikuti dan menjuarai lomba karya ilmiah sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama.
Jalan untuk mewujudkan impian menjadi dokter spesialis syaraf terbuka setelah perempuan kelahiran Denpasar, 6 Maret 1996 itu, mengenal beasiswa PMDSU.
Tekadnya semakin kuat menentukan arah karir sebagai seorang akademisi dengan kompetensi doktor di bidang kedokteran neurosains. Dia menambahkan iklim riset di Indonesia saat ini sudah semakin membaik. Pemerintah telah banyak memberikan dukungan dengan menggelontorkan dana untuk peningkatan kualitas dan kuantitas riset yang dilakukan anak negeri.
Kesempatan kolaborasi internasional juga semakin banyak sehingga karir sebagai akademisi ataupun peneliti semakin menjanjikan. Walaupun idealnya, dengan syarat ada regulasi yang menjamin kelangsungan pelaksanaan riset dan kesejahteraan peneliti.
Sejumlah prestasi telah diraih perempuan asal Bali ini, di antaranya menjadi Juara 1 Oral Presentation Musyawarah Kerja Nasional Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Seluruh Indonesia (PERDOSSI) tingkat Nasional tahun 2021, Juara 1 Poster Presentation Bali Neurology Update tingkat Nasional tahun 2019, dan Oral Presentation on International Conference on Neurovascular and Neurodegenerative Diseases (NVND), Paris-France 2021.
Baginya, neurosains adalah ilmu yang sangat menarik. Sejak masih sekolah, Ia sudah melihat banyak permasalahan klinis di bidang neurologi yang belum bisa terjawab, dan hanya bisa terjawab dengan melakukan riset. Seperti halnya penyakit infeksi selaput otak atau meningitis yang saat ini ia dalami sebagai topik disertasi di jenjang S3. Hal itulah yang melatarbelakangi keinginan Tjokorda untuk menjadi doktor ilmu kedokteran neurosains yang mumpuni di penelitian neurologi.
Dia memang ingin berkarir sebagai dosen dan dokter spesialis saraf yang mendalami riset neurosains.
"Meski begitu juga terbuka terhadap segala kesempatan baik yang datang di luar rencana yang telah saya susun,” kata alumnus Universitas Udayana, Denpasar, Bali, tersebut.
Setelah menyelesaikan pendidikan jenjang sarjana dan kewajiban magang atau lebih dikenal istilah internship profesi dokter, ia mendapatkan informasi bahwa di Universitas Udayana membuka program PMDSU.
PMDSU merupakan skema beasiswa percepatan S2 dan S3 dengan masa studi empat tahun. Ia memperoleh rekomendasi dari kampusnya, selain karena jejak akademik yang bagus juga karena dirinya terbiasa berada di atmosfer “percepatan”, lantaran sejak SMP dan SMA sudah mengikuti kelas akselerasi.
Anak bungsu dari dua bersaudara tersebut mengaku memiliki support system yang baik dalam lingkungan keluarga. Ia tumbuh dan besar dengan pola asuh dari kedua orang tua yang sangat mendukungnya menjadi orang berpendidikan. Hal itu dirasakannya merupakan bagian tak kalah penting dari keberhasilannya dalam menempuh pendidikan dan mencapai prestasi.
Sosok Prof Dr dr AA Raka Sudewi SpN(K) selaku promotor dan Prof Dr drh I Gusti Ngurah Kade Mahardika dan Prof Dr dr I Dewa Made Sukrama MSi SpMK(K) sebagai co-promotor juga memiliki peranan sangat penting. Prof Raka Sudewi sudah menjadi role model Tjokorda sejak S1 karena di balik kesibukannya sebagai Rektor Universitas Udayana, juga mampu menyeimbangkan kehidupan kepemimpinan, mengajar, dan keluarga.
Sebagai promotor, Prof Raka Sudewi telah banyak membantu bukan hanya dalam perjalanannya menjadi seorang doktor selama menjalani program PMDSU, namun turut berperan membangun karakter resiliensi atau ketahanan psikologis dan mentalnya sehingga termotivasi untuk terus mengembangkan karir di bidang akademik.
Melalui program beasiswa PMDSU juga, pada 28 November 2022 hingga 28 Maret 2023 Tjokorda akan mengikuti Program Peningkatan Kualitas Publikasi Internasional (PKPI) yang dianggap sebagai program kompetitif bagi mahasiswa penerima beasiswa PMDSU. Tjokorda akan mengikuti PKPI PMDSU di Imperial College London, United Kingdom di bawah bimbingan Professor Andrew SC Rice, President of International Association for The Study of Pain (IASP).
Kegiatan yang akan dia laksanakan adalah penelitian multicenter London, kerja sama Imperial College London dengan University of Oxford serta King’s and Dundee, mengenai nyeri neuropati perifer pada pasien dengan penyakit infeksi. Untuk penelitiannya itu dia juga akan dibimbing oleh Prof. Andrew Rice untuk menghasilkan dua publikasi di jurnal internasional bereputasi terindeks Scopus. Namun ada hal yang ingin dan sudah dia prediksikan untuk dipelajari di sana adalah budaya riset, pola pikir, penguasaan teknologi, dan wawasan yang tidak akan didapatkan di tempat lain.
Manajemen waktu
Sebagai mahasiswa penerima beasiswa PMDSU yang juga tengah mempersiapkan diri mengikuti PKPI PMDSU, dia menjelaskan bahwa cara terbaik yang dilakukan untuk mencapai target adalah dengan mengatur manajemen waktu dan emosi. Apalagi selama menjalani pendidikan magister sekaligus doktor, dua hal itulah yang dirasakan paling penting untuk kelancaran studinya.
Ia menganggap tantangan menjadi mahasiswa PMDSU adalah bagaimana menjadi mahasiswa unggul yang berbeda dengan mahasiswa pada umumnya yang memiliki cara berpikir, berkata, dan bertindak secara bertanggung jawab. Lalu, bagaimana sanggup menghadapi tantangan bukan sebagai beban, namun sebagai katalisator kesuksesan. Saat ini, dia sudah lebih dari setengah jalan menempuh studi melalui program PMDSU.
Target publikasi, capaian penelitian, dan kesempatan pengembangan diri melalui program PKPI yang bersifat kompetitif membuat Tjokorda belajar mengatur waktu dan manajemen diri agar semua target tercapai dengan baik. Jadi self-management adalah kunci sukses sekaligus tantangan dalam menjalani studi PMDSU.
Seiring berjalannya waktu, kecerdasan dalam mengasah logika berpikir dan berdisiplin dalam mencapai target studi akan semakin terasah. Hingga pada akhirnya Tjokorda mampu menjadi mahasiswa PMDSU yang memiliki karakter resiliensi, adaptif, dan kreatif dalam mencari solusi dari segala kendala yang ditemui, terutama selama menempuh pendidikan.
Manajemen waktu yang telah berhasil diterapkan adalah dengan menentukan skala prioritas. Ia juga memegang teguh prinsip pengaturan stres melalui pendekatan mindfulness, yang artinya menyadari dan menerima apapun yang terjadi saat ini dan tidak menyesali hal terbaik yang sudah dilakukan pada setiap kesempatan.
Cara lain yang dia lakukan adalah menjaga konsistensi dan semangat dengan menetapkan target pencapaian yang besar dan membaginya menjadi pencapaian-pencapaian kecil dengan tujuan yang lebih sederhana. Dengan demikian, pencapaian besar yang ditargetkan akan terasa lebih realistis untuk diwujudkan.
Bagi Tjokorda, mendapatkan kesempatan menjadi salah satu awardee beasiswa PMDSU adalah anugerah yang sangat luar biasa. Setelah lulus, dia berencana untuk melanjutkan sekolah spesialis saraf sambil mempertimbangkan tawaran untuk mengabdi menjadi dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, sesuai keinginannya sejak awal yaitu mengabdi untuk institusi.
Dia berharap, program beasiswa PMDSU terus dapat dilaksanakan dan kesempatan kolaborasi dengan periset di dalam dan luar negeri semakin meningkat di periode pelaksanaan ke depan.
Artikel
Kisah Pramitasuri wujudkan impian jadi ahli neurologi dengan PMDSU
Oleh Indriani
19 November 2022 19:28 WIB
Mahasiswa program beasiswa Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU) batch V Tjokorda Istri Pramitasuri. (ANTARA/HO- Dokumentasi Pribadi)
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022
Tags: