Mataram (ANTARA) - Majelis hakim memvonis 8 tahun penjara kepada Abdurrazak Al Fakhir, mantan Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Asrama Haji Embarkasi Lombok, Nusa Tenggara Barat, dalam perkara korupsi proyek rehabilitasi dan pemeliharaan gedung pada tahun anggaran 2019.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 8 tahun," kata Hakim Ketua Mukhlassuddin membacakan putusan perkara milik terdakwa Abdurrazak di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Mataram, Jumat.

Dalam putusan, Mukhlassuddin bersama hakim anggota Glorious Anggundoro dan Fadhli Hanra turut menjatuhkan pidana denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan.

Hakim menjatuhkan vonis karena terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan dakwaan primer jaksa penuntut umum.

Dalam dakwaan primer tersebut menjabarkan tentang aturan pidana Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Selain pidana, hakim turut membebankan terdakwa membayar uang pengganti Rp791 juta subsider 5 tahun penjara.

Terkait dengan uang Rp150 juta yang sebelumnya dititipkan di tahap penyidikan, ditetapkan hakim sebagai bagian dari upaya terdakwa membayar uang pengganti.

"Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangi seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan dan turut menetapkan terdakwa tetap ditahan," ujarnya.

Baca juga: Hakim Mahkamah Agung vonis 8 tahun penyedia benih jagung di NTB
Baca juga: Hakim vonis 5 tahun mantan Kades Waduruka terkait korupsi anggaran


Pidana hukuman yang dijatuhkan hakim untuk Abdurrazak ini lebih rendah daripada tuntutan jaksa 8,5 tahun penjara.

Untuk pidana denda, lebih berat daripada tuntutan jaksa yang sebelumnya menetapkan Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan.

Begitu juga dengan masa hukuman untuk uang pengganti Rp791 juta. Hakim menetapkan lebih berat daripada tuntutan jaksa 4,5 tahun penjara.

Dalam uraian putusan, hakim menyatakan bahwa Abdurrazak secara bersama-sama dengan saksi Wishnu Selamat Basuki yang juga menjadi tersangka dan kini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) kejaksaan melakukan pencairan uang muka proyek Rp30 persen dari total anggaran.

Uang muka tersebut ditransfer secara langsung ke rekening pribadi Wishnu tanpa melalui rekening perusahaan pelaksana proyek CV Kerta Agung milik saksi Dyah Estu Kurniawati yang juga menjadi terdakwa dalam perkara tersebut.

Nominal pencairan 30 persen uang muka anggaran proyek ini sesuai dengan pidana tambahan yang telah dijatuhkan hakim untuk terdakwa Abdurrazak senilai Rp791 juta.

Dalam perkara ini, jaksa penuntut umum menggunakan hasil audit BPKP sebagai angka kerugian negara. Nilainya Rp2,65 miliar. Kerugian muncul karena kelebihan pembayaran atas kekurangan volume pekerjaan.

Kerugian tersebut terdiri atas biaya rehabilitasi gedung di UPT Asrama Haji sebesar Rp1,17 miliar, rehabilitasi gedung hotel Rp373,11 juta, rehabilitasi Gedung Mina Rp235,95 juta, rehabilitasi Gedung Safwa Rp242,92 juta, rehabilitasi Gedung Arofah Rp290,6 juta, dan rehabilitasi Gedung PIH Rp28,6 juta.

Asrama Haji Embarkasi Lombok pada tahun 2019 mendapatkan dana untuk rehabilitasi gedung. Proyek fisik itu sebelumnya menjadi temuan inspektorat berdasarkan hasil tindak lanjut Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dengan nilai kerugian Rp1,2 miliar.