Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi memperpanjang masa penahanan selama 40 hari ke depan terhadap tersangka pihak swasta/pemegang saham PT Adimulia Agrolestari Frank Wijaya (FW).

FW merupakan tersangka dalam kasus dugaan suap terkait pengurusan hak guna usaha (HGU) di Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau.

"Masih dalam rangka pengumpulan alat bukti, tim penyidik telah memperpanjang masa penahanan tersangka FW untuk 40 hari ke depan, terhitung 16 November 2022 hingga 25 Desember 2022 di Rutan Polres Jakarta Selatan," ucap Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Kamis.

FW bersama General Manager PT AA Sudarso (SDR) merupakan tersangka pemberi suap dalam kasus tersebut. Sedangkan tersangka penerima ialah mantan Kepala Kanwil BPN Provinsi Riau M. Syahrir (MS).

"Tim penyidik saat ini masih mengumpulkan alat bukti, di antaranya dengan terus menjadwalkan pemanggilan saksi-saksi yang dapat menerangkan dugaan adanya pemberian dan penerimaan untuk tersangka MS dan kawan-kawan," ucap Ali.

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan bahwa FW sebagai pemegang saham PT AA memerintahkan dan menugaskan SDR untuk melakukan pengurusan dan perpanjangan sertifikat HGU PT AA yang segera akan berakhir masa berlakunya pada 2024.

Selanjutnya, SDR menghubungi dan bertemu beberapa kali dengan MS yang membahas perpanjangan HGU PT AA.

Pada Agustus 2021, SDR menyiapkan seluruh dokumen administrasi untuk pengurusan HGU PT AA seluas 3.300 hektare di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) yang salah satunya ditujukan juga ke Kanwil BPN Provinsi Riau.

SDR kemudian menemui MS di rumah dinas jabatannya dan dalam pertemuan tersebut kemudian diduga ada permintaan uang oleh MS sekitar Rp3,5 miliar dalam bentuk dolar Singapura dengan pembagian 40 persen-60 persen sebagai uang muka dan MS menjanjikan segera mempercepat proses pengurusan HGU PT AA.

Dari pertemuan tersebut, SDR lalu melaporkan permintaan MS kepada FW. SDR kemudian mengajukan permintaan uang 120.000 dolar Singapura (setara dengan Rp1,2 miliar) ke kas PT AA dan disetujui oleh FW.

Pada September 2021, atas permintaan MS, penyerahan uang 120.000 dolar Singapura dari SDR dilakukan di rumah dinas MS dan MS juga mensyaratkan agar SDR tidak membawa alat komunikasi apapun.

Setelah menerima uang tersebut, MS kemudian memimpin ekspose permohonan perpanjangan HGU PT AA dan menyatakan usulan perpanjangan itu bisa ditindaklanjuti dengan adanya surat rekomendasi dari Andi Putra selaku Bupati Kuansing yang menyatakan tidak keberatan adanya kebun masyarakat dibangun di Kabupaten Kampar, Riau.

Atas rekomendasi MS tersebut, FW kemudian memerintahkan dan kembali menugaskan SDR untuk mengajukan surat permohonan ke Andi Putra dan meminta supaya kebun kemitraan PT AA di Kampar dapat disetujui menjadi kebun kemitraan.

Berikutnya, dilakukan pertemuan antara SDR dan AP dan dalam pertemuan tersebut Andi Putra menyampaikan bahwa kebiasaan dalam mengurus surat persetujuan dan pernyataan tidak keberatan atas 20 persen Kredit Koperasi Prima Anggota (KKPA) untuk perpanjangan HGU yang seharusnya di bangun di Kabupaten Kuansing dibutuhkan minimal uang Rp2 miliar.

KPK menduga telah terjadi kesepakatan antara AP dengan SDR dan hal tersebut juga atas sepengetahuan FW terkait adanya pemberian uang dengan jumlah tersebut.

Sebagai tanda kesepakatan, pada September 2021 diduga telah dilakukan pemberian pertama oleh SDR kepada AP uang sebesar Rp500 juta. Berikutnya pada 18 Oktober 2021, SDR diduga kembali menyerahkan kesanggupannya tersebut kepada AP dengan menyerahkan uang sekitar Rp200 juta.