Jakarta (ANTARA) - Dokter dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dr. Arief Bakhtiar, Sp.P(K) mengatakan gejala sesak napas pada penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) bersifat persisten dan progresif, sebagai tanda yang membedakannya dengan sesak napas pada asma.

“Pada pasien PPOK atau chronic obstructive pulmonary disease (COPD) terjadi suatu hambatan aliran udara yang persisten (terus-menerus) atau menetap dan sering progresif yang makin lama makin memberat,” kata dokter yang tergabung dalam Pokja Asma PPOK PDPI itu dalam konferensi pers virtual diikuti di Jakarta, Rabu.

Dia mengatakan sesak napas merupakan gejala khas dari PPOK. Biasanya pasien kerap menganggap gejala sesak napas disertai batuk karena faktor usia.

Akan tetapi, seseorang perlu waspada jika sesak napas disertai dengan faktor risiko seperti merokok sebab, ujar Arief, dari situlah PPOK berawal.

Sesak napas pada PPOK sedikit berbeda dengan asma, menurut Arief penderita asma pada kondisi tertentu dapat bernapas dengan normal seperti orang sehat dan sesak napas terjadi pada saat serangan saja. Namun pada PPOK, walaupun tidak dalam kondisi serangan, pasien tetap akan merasakan sesak.

Baca juga: PPOK dan kanker paru bisa dicegah dengan berhenti merokok

Baca juga: Alasan PPOK bisa munculkan sesak


“Kalau asma di luar serangan seperti orang normal, tidak sesak. Tapi kalau pada PPOK umumnya dia akan tetap sesak,” ujar Arief.

Selain itu, pembeda lainnya, penyakit asma biasanya muncul sejak usia muda dan memiliki faktor risiko alergi. Sementara PPOK, kata Arief, biasanya mulai terjadi menjelang usia tua sekitar di atas usia 40 tahun dan memiliki faktor risiko terutama pajanan asap rokok.

Selain rokok, faktor risiko PPOK yang harus diwaspadai yaitu faktor genetik, pajanan asap lain baik asap dalam ruangan maupun luar ruangan, debu industri, dan seseorang yang mengalami infeksi saluran napas di masa kecil.

Arief menjelaskan sesak napas pada PPOK terjadi karena adanya abnormalitas pada alveoli paru-paru yang bertugas sebagai tempat pertukaran udara. Pada kondisi PPOK, alveoli akan tampak menjadi melar atau memanjang.

Apabila paru-paru sudah terlihat melar, ujar Arief, maka fungsi pertukaran udara menjadi tidak maksimal. Kondisi PPOK yang tidak ditangani dapat mengganggu kualitas hidup penderita, bahkan yang terburuk dapat menyebabkan gagal napas.

Arief mengimbau apabila seseorang atau kerabat menemukan gejala sesak napas, batuk lama dengan mengi yang sering timbul, dan disertai dengan produksi dahak yang lama dan banyak, maka segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan.

Untuk menegakkan diagnosis, dokter akan melakukan pemeriksaan dengan alat spirometri. Jika faskes tidak memiliki spirometri, biasanya dokter akan merujuk ke faskes yang menyediakan pemeriksaan tersebut.

"Atau paling tidak hasil rontgen paru-paru dapat membantu diagnosis dokter, apakah paru-paru tampak memanjang atau ," katanya.

Baca juga: Dokter: Perokok sangat rentan terkena penyakit mematikan ketiga dunia

Baca juga: Waspadai penyakit paru obstruktif kronik yang memperburuk COVID-19