JBI sebut banjir di Kabupaten OKU Selatan akibat lahan kritis
15 November 2022 17:02 WIB
Salah satu rumah warga Desa Kota Batu, Kabupaten OKU Selatan nyaris hanyut terseret arus banjir yang terjadi pada Minggu (13/11/2022) pagi. ANTARA/Edo Purmana/am.
Baturaja (ANTARA) - Lembaga lingkungan hidup Jejak Bumi Indonesia (JBI) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, menilai banjir di Desa Kota Batu Kecamatan Warkuk Ranau Selatan Kabupaten OKU Selatan karena banyaknya lahan kritis akibat perambahan liar hutan.
Pendiri JBI OKU, Hendra Setyawan di Baturaja, Selasa, mengatakan bahwa peristiwa bencana banjir yang merendam 600 rumah penduduk dan merusak sejumlah fasilitas umum di kabupaten tetangga pada Minggu (13/11) pagi tersebut tidak terlepas oleh ulah oknum yang melakukan perambahan hutan secara liar sehingga lahan menjadi kritis dan menyebabkan daerah tangkapan air di wilayah itu banyak yang rusak.
Daerah Tangkapan Air (DTA) adalah suatu kawasan yang berfungsi sebagai daerah penadah air yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sumber air di suatu daerah.
Sementara DTA di Kabupaten OKU Selatan khususnya di sepanjang perairan Sungai Warkuk, Kecamatan Warkuk Ranau Selatan, banyak yang telah rusak akibat perambahan hutan secara liar.
"Secara teknis bencana banjir yang terjadi di Desa Kota Batu Kecamatan Warkuk Ranau Selatan Kabupaten OKU Selatan ini salah satu ciri telah rusaknya Daerah Aliran Sungai (DAS) akibat perambahan hutan secara liar. Jadi bukan masalah sampah saja," kata dia.
Berdasarkan data, dari 156 ribu hektare (ha) total luas lahan perhutanan di Kabupaten OKU Selatan ditambah 44.996,11 ha kawasan hutan suaka margasatwa (SM), tercatat seluas 115.236,03 ha di antaranya merupakan lahan kritis dan sangat kritis 39.144,76 ha.
Baca juga: JBI kembangkan kebun entres di lima kabupaten di Sumsel
Baca juga: JBI OKU rehabilitasi kawasan hutan dan DAS dengan kearifan lokal
"Artinya sedikit sekali tersisa daerah yang tangkapan airnya masih bagus untuk mencegah bencana banjir akibat perambahan liar," katanya.
Menurut dia, perambahan hutan secara liar oleh oknum ini sebagian besar dialihfungsikan menjadi area perkebunan jagung dan kopi yang memiliki daya hisap air rendah.
Selain merusak ekosistem hutan, kata dia, alih fungsi ini juga memicu sering terjadinya bencana banjir dan tanah longsor khususnya di daerah bantaran sungai.
Oleh karena itu, untuk melestarikan alam sekitar, JBI mendorong pemerintah setempat untuk melaksanakan gerakan menanam pohon di lahan kritis dan sepanjang DAS wilayah setempat.
"Sebenarnya gerakan menanam pohon ini sudah sering kami lakukan bersama masyarakat binaan JBI di OKU Selatan secara mandiri. Namun upaya pelestarian ini tidak bisa hanya dilakukan oleh satu kelompok saja, melainkan dibutuhkan dukungan semua pihak terkhusus pemerintah daerah," ujarnya.
Baca juga: JBI dorong Pemkab OKU Selatan bangun Taman Margasatwa
Baca juga: Jejak Bumi Indonesia dukung tim penggiring gajah liar di OKU Selatan
Pendiri JBI OKU, Hendra Setyawan di Baturaja, Selasa, mengatakan bahwa peristiwa bencana banjir yang merendam 600 rumah penduduk dan merusak sejumlah fasilitas umum di kabupaten tetangga pada Minggu (13/11) pagi tersebut tidak terlepas oleh ulah oknum yang melakukan perambahan hutan secara liar sehingga lahan menjadi kritis dan menyebabkan daerah tangkapan air di wilayah itu banyak yang rusak.
Daerah Tangkapan Air (DTA) adalah suatu kawasan yang berfungsi sebagai daerah penadah air yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sumber air di suatu daerah.
Sementara DTA di Kabupaten OKU Selatan khususnya di sepanjang perairan Sungai Warkuk, Kecamatan Warkuk Ranau Selatan, banyak yang telah rusak akibat perambahan hutan secara liar.
"Secara teknis bencana banjir yang terjadi di Desa Kota Batu Kecamatan Warkuk Ranau Selatan Kabupaten OKU Selatan ini salah satu ciri telah rusaknya Daerah Aliran Sungai (DAS) akibat perambahan hutan secara liar. Jadi bukan masalah sampah saja," kata dia.
Berdasarkan data, dari 156 ribu hektare (ha) total luas lahan perhutanan di Kabupaten OKU Selatan ditambah 44.996,11 ha kawasan hutan suaka margasatwa (SM), tercatat seluas 115.236,03 ha di antaranya merupakan lahan kritis dan sangat kritis 39.144,76 ha.
Baca juga: JBI kembangkan kebun entres di lima kabupaten di Sumsel
Baca juga: JBI OKU rehabilitasi kawasan hutan dan DAS dengan kearifan lokal
"Artinya sedikit sekali tersisa daerah yang tangkapan airnya masih bagus untuk mencegah bencana banjir akibat perambahan liar," katanya.
Menurut dia, perambahan hutan secara liar oleh oknum ini sebagian besar dialihfungsikan menjadi area perkebunan jagung dan kopi yang memiliki daya hisap air rendah.
Selain merusak ekosistem hutan, kata dia, alih fungsi ini juga memicu sering terjadinya bencana banjir dan tanah longsor khususnya di daerah bantaran sungai.
Oleh karena itu, untuk melestarikan alam sekitar, JBI mendorong pemerintah setempat untuk melaksanakan gerakan menanam pohon di lahan kritis dan sepanjang DAS wilayah setempat.
"Sebenarnya gerakan menanam pohon ini sudah sering kami lakukan bersama masyarakat binaan JBI di OKU Selatan secara mandiri. Namun upaya pelestarian ini tidak bisa hanya dilakukan oleh satu kelompok saja, melainkan dibutuhkan dukungan semua pihak terkhusus pemerintah daerah," ujarnya.
Baca juga: JBI dorong Pemkab OKU Selatan bangun Taman Margasatwa
Baca juga: Jejak Bumi Indonesia dukung tim penggiring gajah liar di OKU Selatan
Pewarta: Edo Purmana
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2022
Tags: