Nusa Dua, Bali (ANTARA) - Keberpihakan Presidensi G20 Indonesia pada isu pekerja, tercermin pada pembahasan-pembahasan yang dilakukan oleh forum Labour20 (L20).

L20, engagement group dari G20 yang fokus pada isu ketenagakerjaan, pada Presidensi G20 Indonesia menyoroti kondisi pekerja di tengah tekanan pandemi dan krisis global, apakah itu perang di Ukraina, krisis energi, pangan dan ekonomi.

Kondisi dunia memberikan dampak yang begitu terasa pada kesejahteraan manusia. Kondisi itu tidak hanya membuat pekerja berisiko kehilangan pendapatan, tapi juga kekurangan perlindungan sosial.

Tantangan global menginspirasi L20 untuk menyerukan komitmen yang berpihak pada pekerja, yang diberi nama "new social contract", kontrak sosial baru, untuk pemulihan dan ketangguhan pekerja.

Kontrak sosial baru, yang dihasilkan oleh L20 Presidensi G20 Indonesia, berisi 14 rekomendasi yang berpusat pada pemulihan dan ketangguhan pasar tenaga kerja menghadapi berbagai skenario global yang terjadi belakangan ini.

Pertama, L20 merekomendasikan berinvestasi kepada transisi yang keadilan. Transisi yang mereka maksud adalah pekerjaan yang ramah iklim pada bidang infrastruktur, transformasi industri, pengembangan keterampilan.

Transisi yang dimaksud juga memberikan perlindungan sosial selagi mencapai target nol emisi karbon.

Kedua, L20 merekomendasikan berinvestasi pada pekerjaan yang layak pada layanan publik, seperti kesehatan, perawatan anak dan orang tua, pendidikan dan transportasi publik.

L20 menyerukan rekomendasi ketiga, yaitu bahwa pemerintah perlu menetapkan ambang batas perlindungan untuk seluruh pekerja. Perlindungan yang dimaksud, antara lain untuk hak-hak pekerja, upah minimum, jumlah jam kerja maksimal dan kesehatan dan keamanan sesuai dengan ILO Centenary Declaration, Deklarasi ILO 100 Tahun.

Rekomendasi keempat dari L20 adalah perlindungan sosial universal dan penguatan dukungan finansial internasional untuk negara berpenghasilan rendah. Bantuan itu diberikan supaya negara berpenghasilan rendah bisa memperluas perlindungan sosial.

L20 juga menyerukan untuk menghentikan diskriminasi dalam pekerjaan, termaktub rekomendasi mereka yang kelima. Pemerintah diharapkan mendukung akses untuk pekerjaan yang layak dan kebijakan yang inklusif.

Keenam, menurut L20, pemerintah perlu mengkaji ulang ekonomi global supaya bisa menghasilkan kesetaraan dan kesejahteraan bersama. Tujuan ini bisa dicapai dengan mengedepankan dialog sosial.

L20 juga menyoroti pekerja platform digital dalam rekomendasi mereka yang ketujuh. Pemerintah diharapkan membuat kerangka kerja digitalisasi yang adil dengan mengatur penggunaan kecerdasan buatan dan berinvestasi pada infrastruktur digital publik.

Pada poin ke delapan, L20 merekomendasikan restrukturisasi sistem keuangan internasional supaya mendukung pembangunan dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals). Restrukturisasi sistem keuangan juga ditujukan supaya negara berkembang memiliki akses terhadap keuangan, kestabilan keuangan dan eliminasi suaka pajak.

Forum itu juga menilai, dalam rekomendasi kesembilan, kerangka kerja makro-ekonomi perlu didasari solidaritas yang memberikan koherensi kebijakan dan menutup kesenjangan sektor publik-privat dalam hal hak asasi dan standar pekerja, perpajakan dan antikorupsi.

Untuk rekomendasi kesepuluh, L20 menilai multilateralisme yang direformasi dan dihidupkan kembali yang berorientasi pada tujuan global bersama, termasuk Paris Agreement, 2030 Agenda dan ILO Centenary Declaration.

Pada rekomendasi kesebelas, sistem perdagangan multilateral yang direformasi perlu didasari oleh prinsip solidaritas.

Keduabelas, L20 mengharapkan akses yang setara untuk kesehatan, termasuk untuk vaksin gratis dan perawatan.

Ketigabelas, L20 merekomendasikan pemerintah menjamin anggota G20 dan negara lainnya untuk ketahanan pangan dan mengelola dampak kenaikan harga pangan dan energi, terutama bagi kelompok berpendapatan rendah.

Terakhir, mereka merekomendasikan pengurangan dana untuk militer dan mengalokasikan dana untuk melayani kebaikan bersama dan mengurangi ancaman terhadap perdamaian.


Kondisi Indonesia

Untuk mewujudkan rekomendasi-rekomendasi L20 itu, perlu kerja sama antarpemangku kepentingan di Indonesia untuk mendukung kebijakan dalam ketenagakerjaan.

Pertama, L20 bisa berperan aktif dalam isu reformasi pendidikan dan vokasi melalui kerja sama untuk meningkatkan kompetensi pekerja dalam menghadapi digitalisasi dan transisi ekonomi hijau.

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menilai kolaborasi antara L20 dengan pemerintah tercermin dalam program Balai Latihan Kerja (BLK) Komunitas.

Kedua, L20 bisa mengambil bagian sebagai mitra informasi pasar kerja dan aktor penting dalam mencocokkan permintaan-penawaran tenaga kerja.

Ketiga, L20 bisa menjadi mitra pemerintah dalam meningkatkan kewirausahaan dan jejaring usaha keluarga pekerja, termasuk kelompok pemuda dan perempuan penyandang disabilitas.

Pada isu keempat, yaitu jaminan sosial tenaga kerja dan perlindungan kerja adaptif, L20 bisa mengawasi perlindungan sosial sudah mencakup semua pekerja, termasuk pekerja informal.

L20 juga diharapkan bisa mendorong perluasan kemitraan menjadi peserta jaminan sosial tenaga kerja.

Terakhir, L20 bisa berperan dalam membangun kondisi kerja yang kondusif dan produktif bagi para pekerja.

L20, yang berisi serikat buruh dari anggota G20, memiliki peran yang penting dalam isu ketenagakerjaan, mereka juga berkomitmen supaya rekomendasi yang mereka berikan bisa diterapkan, termasuk di Indonesia.

Setidaknya ada dua hal yang perlu diterapkan di Indonesia, yaitu mengenai perlindungan terhadap pekerja platform digital dan transisi yang adil.

Forum L20 dengan berbagai rekomendasi yang mereka berikan sejatinya berpegang pada esensi Presidensi G20 untuk pemulihan kesehatan dan perekonomian, setelah dunia dilanda pandemi, "Recover Together Recover Stronger".