Majelis Umum PBB desak Rusia bayar ganti rugi perang ke Ukraina
15 November 2022 14:02 WIB
Seorang petugas polisi berjalan di sebelah gedung sekolah yang rusak akibat serangan militer Rusia, saat serangan Rusia di Ukraina berlanjut, di pemukiman Kostiantynivka, di wilayah Donetsk, Ukraina (22/5/2022). ANTARA/REUTERS/Anna Kudriavtseva/aa.
PBB (ANTARA) - Majelis Umum PBB pada Senin (14/11) mengesahkan sebuah resolusi yang meminta Rusia agar membayar ganti rugi ke Ukraina atas perang yang diluncurkan Moskow pada Februari 2022 lalu.
Resolusi yang disepakati badan dunia beranggotakan 193 negara itu juga menuntut pertanggungjawaban Rusia atas segala pelanggaran hukum internasional di atau terhadap Ukraina.
Sebanyak 94 negara, termasuk Turki, mendukung resolusi tersebut, sedangkan 14 negara menolak dan 74 lainnya abstain. Sementara Rusia, China, Iran dan Suriah termasuk negara yang menentang resolusi tersebut.
Resolusi itu juga menyerukan pembentukan "mekanisme internasional" untuk ganti rugi kerusakan, kerugian atau cedera yang disebabkan oleh "tindakan salah secara internasional" Rusia terhadap Ukraina.
Resolusi tersebut juga merekomendasikan pembuatan daftar kerusakan internasional yang berfungsi sebagai satu catatan, dalam bentuk dokumenter, bukti dan informasi klaim tentang kerusakan, kehilangan atau cedera pada semua orang dan badan hukum untuk mendukung sekaligus mengkoordinasikan pengumpulan bukti.
Tidak mengikat secara hukum
Resolusi Majelis Umum tersebut tidak mengikat secara hukum, namun memiliki kepentingan politik dan hingga kini badan dunia tersebut telah mengeluarkan empat resolusi yang mengecam agresi Rusia di Ukraina.
Dewan Keamanan, selaku lembaga yang paling berkuasa di PBB, tidak mampu mengambil tindakan karena Rusia adalah salah satu dari lima pemegang hak veto dewan tersebut.
"77 Tahun yang lalu Uni Soviet menuntut dan menerima ganti rugi, menyebutnya sebagai hak moral sebuah negara yang menghadapi perang dan pendudukan. Hari ini, Rusia, yang mengklaim sebagai penerus tirani abad ke-20, melakukan semua cara agar tidak menanggung konsekuensi perang dan pendudukannya sendiri; berupaya untuk kabur dari tanggung jawab atas kejahatan yang dilakukannya," kata Duta Besar Ukraina untuk PBB Sergiy Kyslytsya di hadapan Majelis Umum.
"Rusia bakal gagal, sama seperti halnya gagal di medan perang."
Kyslytsya menuding Rusia berbuat kejam di Ukraina termasuk pembunuhan, pemerkosaan, penyiksaan, deportasi paksa dan penjarahan. Ia mengatakan bahwa inilah saatnya meminta pertanggungjawaban Rusia.
Namun utusan Rusia untuk PBB menyebut resolusi itu "cacat".
"Para rekan pendukung harus menyadari bahwa adopsi resolusi semacam itu dapat memicu konsekuensi yang mungkin bisa menjadi bumerang untuk mereka sendiri," kata Vassily Nebenzia. Utusan Uni Eropa untuk PBB Olof Skoog menjelaskan bahwa kondisi hancur di Ukraina luar biasa sebagai akibat target infrastruktur, rumah sakit, sekolah dan rumah yang disengaja.
Skoog menyeru negara-negara anggota untuk meminta pertanggungjawaban Rusia atas tindak salah dan destruksi sembrono mereka.
Sumber: Anadolu
Baca juga: Majelis Umum PBB : Pencaplokan wilayah Ukraina oleh Rusia "ilegal"
Baca juga: PM Jepang: Invasi Rusia ke Ukraina "injak-injak" Piagam PBB
Baca juga: Pasukan Rusia akan mundur dari tepi barat Sungai Dnieper
Resolusi yang disepakati badan dunia beranggotakan 193 negara itu juga menuntut pertanggungjawaban Rusia atas segala pelanggaran hukum internasional di atau terhadap Ukraina.
Sebanyak 94 negara, termasuk Turki, mendukung resolusi tersebut, sedangkan 14 negara menolak dan 74 lainnya abstain. Sementara Rusia, China, Iran dan Suriah termasuk negara yang menentang resolusi tersebut.
Resolusi itu juga menyerukan pembentukan "mekanisme internasional" untuk ganti rugi kerusakan, kerugian atau cedera yang disebabkan oleh "tindakan salah secara internasional" Rusia terhadap Ukraina.
Resolusi tersebut juga merekomendasikan pembuatan daftar kerusakan internasional yang berfungsi sebagai satu catatan, dalam bentuk dokumenter, bukti dan informasi klaim tentang kerusakan, kehilangan atau cedera pada semua orang dan badan hukum untuk mendukung sekaligus mengkoordinasikan pengumpulan bukti.
Tidak mengikat secara hukum
Resolusi Majelis Umum tersebut tidak mengikat secara hukum, namun memiliki kepentingan politik dan hingga kini badan dunia tersebut telah mengeluarkan empat resolusi yang mengecam agresi Rusia di Ukraina.
Dewan Keamanan, selaku lembaga yang paling berkuasa di PBB, tidak mampu mengambil tindakan karena Rusia adalah salah satu dari lima pemegang hak veto dewan tersebut.
"77 Tahun yang lalu Uni Soviet menuntut dan menerima ganti rugi, menyebutnya sebagai hak moral sebuah negara yang menghadapi perang dan pendudukan. Hari ini, Rusia, yang mengklaim sebagai penerus tirani abad ke-20, melakukan semua cara agar tidak menanggung konsekuensi perang dan pendudukannya sendiri; berupaya untuk kabur dari tanggung jawab atas kejahatan yang dilakukannya," kata Duta Besar Ukraina untuk PBB Sergiy Kyslytsya di hadapan Majelis Umum.
"Rusia bakal gagal, sama seperti halnya gagal di medan perang."
Kyslytsya menuding Rusia berbuat kejam di Ukraina termasuk pembunuhan, pemerkosaan, penyiksaan, deportasi paksa dan penjarahan. Ia mengatakan bahwa inilah saatnya meminta pertanggungjawaban Rusia.
Namun utusan Rusia untuk PBB menyebut resolusi itu "cacat".
"Para rekan pendukung harus menyadari bahwa adopsi resolusi semacam itu dapat memicu konsekuensi yang mungkin bisa menjadi bumerang untuk mereka sendiri," kata Vassily Nebenzia. Utusan Uni Eropa untuk PBB Olof Skoog menjelaskan bahwa kondisi hancur di Ukraina luar biasa sebagai akibat target infrastruktur, rumah sakit, sekolah dan rumah yang disengaja.
Skoog menyeru negara-negara anggota untuk meminta pertanggungjawaban Rusia atas tindak salah dan destruksi sembrono mereka.
Sumber: Anadolu
Baca juga: Majelis Umum PBB : Pencaplokan wilayah Ukraina oleh Rusia "ilegal"
Baca juga: PM Jepang: Invasi Rusia ke Ukraina "injak-injak" Piagam PBB
Baca juga: Pasukan Rusia akan mundur dari tepi barat Sungai Dnieper
Penerjemah: Asri Mayang Sari
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2022
Tags: