"Kalau hitung-hitung UMK di masing-masing tempat, rasa-rasanya dengan formula itu ya perlulah mendapatkan review," katanya di Semarang, Senin.
Menurut dia, pengkajian ulang pada dasar penetapan UMP ini perlu dilakukan sebab hitungan yang coba dilakukan oleh jajarannya menunjukkan hasil yang berpotensi memunculkan ketimpangan.
"Contoh tadi saya sampaikan ada satu kabupaten/kota di mana setelah diterapkan itu, kenaikannya tinggi banget bisa sampai 17 persen. Kalau pengusahanya iya, saya senang aja. Bagus itu, tapi kalau kemudian nanti tidak bisa diterapkan ini akan terjadi gonjang-ganjing," ujarnya.
Oleh karena itu, Ganjar terus berupaya mengajak dialog kalangan buruh, pengusaha hingga akademisi di Jateng untuk mendapatkan usulan formula yang tepat untuk diusulkan ke Kementerian Ketenagakerjaan, serta disepakati seluruh pihak.
Baca juga: Ganjar ajak pengusaha dan buruh berdiskusi terkait UMP-UMK 2023
Baca juga: Kemnaker: Penetapan upah minimum 2023 tetap menggunakan PP 36/2021
"Dengan formula-formula itu harapannya ada konklusi yang paling bagus, yang punya kemampuan nanti untuk bisa melaksanakan sehingga sama-sama enak," katanya.
Dirinya berharap dalam waktu tiga hari ke depan ada kesepakatan usulan yang akan disampaikan ke pemerintah pusat terkait penetapan UMP 2023.
Dari sejumlah dialog yang dilakukan, Ganjar tertarik dengan usulan dari kelompok buruh yang ingin formula penetapan UMP mengacu pada laju inflasi.
"Kemarin ada yang mengusulkan satu, inflasi aja Pak, tapi jangan 100 persen, 150 persen inflasi itu agak konkret juga usulannya, nah itu dijadikan pertimbangan," ujarnya.
Baca juga: Menaker: Upah minimum 2023 akan relatif lebih tinggi dibanding 2022
Baca juga: Menaker: Pemerintah masih formulasikan UMP 2023
Baca juga: Ganjar: Kenaikan UMP 2023 sesuai inflasi Jateng