Purwakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi menyebutkan sosok ibu bisa menjadi juru kunci dalam menjaga ketahanan pangan dan pengendalian inflasi yang seutuhnya.

"Saya banyak belajar soal ketahanan pangan dari pola pengasuhan sang ibu," kata Dedi saat menjadi pembicara pada acara Sosialisasi "Ketahanan Pangan dan Pengendalian Inflasi" di Kabupaten Purwakarta Jawa Barat, Senin.

Meski hidup pas-pasan, katanya, tapi sosok ibu bisa mengatur ketahanan pangan, ekonomi keluarga, dan biaya pendidikan anaknya

Pada era tahun 70-an Indonesia mengalami musim paceklik. Namun saat itu, Dedi menyebutkan kalau sosok ibunya bisa mengatur pengolahan pangan dengan memanfaatkan cadangan pangan di dalam dan luar rumah.

Cadangan pangan tersebut berupa beras yang disimpan di gentong, tanaman sayur, dan bumbu masakan di pekarangan rumah sehingga meski sedang paceklik semua orang di rumah bisa makan, ujarnya.

“Dalam pengelolaan seperti itu, maka uang tidak begitu penting karena ibu cerdas mengatur dapur. Maka, ibu adalah juru kunci ketahanan pangan dan pengendali inflasi yang seutuhnya,” kata dia.

Mantan Bupati Purwakarta ini menyampaikan kalau saat ini negara tengah bersiap menghadapi tantangan global berupa ancaman inflasi.

Baca juga: Dedi Mulyadi sebut jaga ketahanan pangan berarti ikut jaga negara
Baca juga: Dedi Mulyadi memotivasi pembudidaya ikan buat pakan secara mandiri


Terkait hal itu, Dedi merasa ragu Indonesia bisa melampaui hal tersebut karena sejak dulu negara tidak pernah berhitung pahit, tapi selalu manis.

Ia mengatakan negara kini mengatur seluruh siklus kehidupan masyarakat, seperti pengelolaan ekonomi di barat. Namun nyatanya kini banyak negara barat yang justru mengalami titik perekonomian rendah imbas dari perang Ukraina dan Rusia.

Dia mencontohkan sejak dulu dirinya menolak gas melon masuk desa karena akan mengubah siklus kehidupan. Dulu anak-anak perdesaan terbiasa mencari kayu bakar di kebun, kini lebih banyak diam di rumah memegang HP, menonton TV, dan jalan-jalan menggunakan motor.

Dedi merasa cemas dengan gerakan ketahanan pangan yang saat ini terlihat hanya formalitas. Orang membuat kegiatan, membuat pengumuman, dokumentasi, dan lapor pimpinan, namun gerakan tersebut kemudian hilang.

Dia menilai harus ada siklus berbeda antara masyarakat perdesaan dan perkotaan. Jika hal tersebut telah dibuat maka Indonesia tidak perlu lagi takut krisis.

“Jangan lumpuhkan kreatifitas rakyat Indonesia, mau apa saja ada, bisa jadi makanan asal siklusnya dijaga. Tugas negara hanya memastikan tidak ada pencemaran karena kalau masih ada pencemaran rakyat bisa mati kelaparan. Siklus itu mati, sekarang semua orang orientasinya berdagang, coba cek sekarang makin banyak warung, yang terjadi suatu saat kebangkrutan massal salah satunya karena belanja di minimarket tidak bisa ditawar tapi belanja ke warung diutang,” ungkapnya.

Ia menegaskan hal yang harus diciptakan pemerintah adalah bagaimana masyarakat tidak tergantung pada uang. Masyarakat harus didorong agar memiliki siklus produksi.

"Jngan sampai daerah-daerah penghasil beras terbesar di Indonesia, seperti Karawang dan Indramayu justru masyarakatnya paling banyak mengonsumsi bantuan pemerintah," paparnya.