Kepala BKKBN minta audit kasus stunting dilakukan sampai keluarga
11 November 2022 15:28 WIB
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo dalam Gebyar Bangga G20 di Jakarta, Jumat. ANTARA/Hreeloita Dharma Shanti.
Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo meminta seluruh Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) untuk melakukan audit kasus stunting sampai di level keluarga.
“Dari audit kasus stunting nanti sebabnya misalnya sering diare dapat ditelusuri, apakah yang sering diare keluarga itu saja atau tetangga lain juga. Kalau pada diare mungkin lingkungannya, sehingga rekomendasinya perbaikan jamban,” kata Hasto di Jakarta, Jumat.
Hasto menyatakan audit kasus stunting yang dilakukan sampai ke level keluarga dapat membantu pemerintah menemukan faktor-faktor lainnya yang menjadi penyebab stunting pada anak secara lebih mendalam.
Baca juga: BKKBN: Audit kasus stunting bermanfaat untuk tekan kemiskinan ekstem
Dengan menemukan faktor-faktor yang tersembunyi, para ahli yang terlibat seperti dokter anak maupun ahli gizi dapat bergerak untuk mendata dan memberikan rekomendasi penanganan khusus untuk mengentaskan masalah stunting pada keluarga itu.
Audit kasus stunting juga dapat memetakan kejadian-kejadian stunting di suatu wilayah, sehingga bisa menjadi surveilans atau pengamatan secara terus menerus dan sistematik melalui pengumpulan, analisa, interpretasi, dan diseminasi penyampaian informasi masalah stunting.
Oleh karenanya, menurut dia, audit kasus stunting tidak bisa dimaknai sebagai audit yang sifatnya manajerial oleh tiap pihak, karena masih banyak terjadi kesalahpahaman bahwa audit kasus stunting berbentuk rapat koordinasi yang digelar bersama para pemangku kepentingan.
Baca juga: Audit kasus stunting tingkatkan layanan konsultasi keluarga
“Sebetulnya mereka lebih bicara soal kebijakan, tetapi audit kasus stunting adalah dilakukan oleh para praktisi, para profesi dan juga dilakukan oleh para ahli, konsultan dan sebagainya untuk audit kasus stunting di wilayah-wilayah bapak ibu sekalian sehingga based on cases,” ujarnya.
Ia menambahkan, melalui audit kasus stunting, beberapa kesalahpahaman dalam kasus seperti anak dengan down syndrome masuk dalam kategori anak stunting, dapat diluruskan terutama pada keluarga.
“Stunting itu bayi harusnya lahir atau dalam kandungan dia punya potensi normal bukan ada kelainan genetik, akan tetapi karena salah urus dalam 1.000 hari pertama kehidupan akhirnya jadilah dia gagal tumbuh secara fisik, intelektual dan kesehatan,” ucap Hasto.
Dengan demikian, Hasto meminta agar tiap catatan hasil dari audit kasus stunting tidak disebarluaskan pada masyarakat karena adanya kode etik dan privasi keluarga. Diharapkan kegiatan audit stunting juga dapat berjalan konsisten.
Baca juga: BKKBN: Tata laksana audit kasus stunting berbeda dengan akuntabilitas
“Ketika kasus ini diikuti secara long term kemudian kasus ini bisa jadi pembelajaran, bisa dirunut dan kemudian bisa ditulis dalam kasus longitudinal dalam arti dari waktu ke waktu. Sehingga peta kasus di suatu wilayah itu bisa diuraikan dalam bentuk surveilans,” katanya.
“Dari audit kasus stunting nanti sebabnya misalnya sering diare dapat ditelusuri, apakah yang sering diare keluarga itu saja atau tetangga lain juga. Kalau pada diare mungkin lingkungannya, sehingga rekomendasinya perbaikan jamban,” kata Hasto di Jakarta, Jumat.
Hasto menyatakan audit kasus stunting yang dilakukan sampai ke level keluarga dapat membantu pemerintah menemukan faktor-faktor lainnya yang menjadi penyebab stunting pada anak secara lebih mendalam.
Baca juga: BKKBN: Audit kasus stunting bermanfaat untuk tekan kemiskinan ekstem
Dengan menemukan faktor-faktor yang tersembunyi, para ahli yang terlibat seperti dokter anak maupun ahli gizi dapat bergerak untuk mendata dan memberikan rekomendasi penanganan khusus untuk mengentaskan masalah stunting pada keluarga itu.
Audit kasus stunting juga dapat memetakan kejadian-kejadian stunting di suatu wilayah, sehingga bisa menjadi surveilans atau pengamatan secara terus menerus dan sistematik melalui pengumpulan, analisa, interpretasi, dan diseminasi penyampaian informasi masalah stunting.
Oleh karenanya, menurut dia, audit kasus stunting tidak bisa dimaknai sebagai audit yang sifatnya manajerial oleh tiap pihak, karena masih banyak terjadi kesalahpahaman bahwa audit kasus stunting berbentuk rapat koordinasi yang digelar bersama para pemangku kepentingan.
Baca juga: Audit kasus stunting tingkatkan layanan konsultasi keluarga
“Sebetulnya mereka lebih bicara soal kebijakan, tetapi audit kasus stunting adalah dilakukan oleh para praktisi, para profesi dan juga dilakukan oleh para ahli, konsultan dan sebagainya untuk audit kasus stunting di wilayah-wilayah bapak ibu sekalian sehingga based on cases,” ujarnya.
Ia menambahkan, melalui audit kasus stunting, beberapa kesalahpahaman dalam kasus seperti anak dengan down syndrome masuk dalam kategori anak stunting, dapat diluruskan terutama pada keluarga.
“Stunting itu bayi harusnya lahir atau dalam kandungan dia punya potensi normal bukan ada kelainan genetik, akan tetapi karena salah urus dalam 1.000 hari pertama kehidupan akhirnya jadilah dia gagal tumbuh secara fisik, intelektual dan kesehatan,” ucap Hasto.
Dengan demikian, Hasto meminta agar tiap catatan hasil dari audit kasus stunting tidak disebarluaskan pada masyarakat karena adanya kode etik dan privasi keluarga. Diharapkan kegiatan audit stunting juga dapat berjalan konsisten.
Baca juga: BKKBN: Tata laksana audit kasus stunting berbeda dengan akuntabilitas
“Ketika kasus ini diikuti secara long term kemudian kasus ini bisa jadi pembelajaran, bisa dirunut dan kemudian bisa ditulis dalam kasus longitudinal dalam arti dari waktu ke waktu. Sehingga peta kasus di suatu wilayah itu bisa diuraikan dalam bentuk surveilans,” katanya.
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022
Tags: