Mataram (ANTARA) - Presiden Joko Widodo sudah meninjau sejumlah kesiapan fasilitas untuk mendukung perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi Presidensi "Group to Twenty atau G20" (KTT G20), termasuk Taman Hutan Rakyat (Tahura) Ngurah Rai yang akan menjadi salah satu tempat dilaksanakannya rangkaian perhelatan KTT G20 di Nusa Dua, Bali pada 14-16 November 2022.

Kepala Negara mengemukakan bahwa Tahura Ngurah Rai nantinya akan menjadi sebuah tempat yang dapat memperlihatkan kepedulian Indonesia terhadap lingkungan kepada dunia.

Menurut Presiden Jokowi, empat itu nantinya yang menjadi titik utama, terutama dalam hal fokus terhadap lingkungan, fokus terhadap penghutanan kembali, baik itu mangrove maupun tropical rainforest. Para pemimpin dunia yang hadir pada KTT G20 akan diundang ke tempat itu sehingga bisa melihat secara langsung keberadaan tahura.

Pemerintah Provinsi Bali secara bertahap berupaya memperbaiki dan menata Tahura Ngurah Rai yang akan menjadi kunjungan delegasi Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Presidensi G20 diselenggarakan di kawasan Nusa Dua, Kabupaten Badung pada 14-16 November 2022.

Salah satu yang menjadi topik pembahasan pada ajang G20 adalah isu lingkungan. Karena itulah sejak dinyatakan Indonesia menjadi tuan rumah, pemerintah pusat dan daerah mempersiapkan segala sarana dan prasarana berkaitan dengan lingkungan hidup.

Contohnya, infrastruktur dan sarana di kawasan Tahura Ngurah Rai. Tahura dengan luas sekitar 1.375 hektare ini adalah satu-satunya hutan yang memiliki kekayaan flora dan fauna dengan aneka jenis mangrove.

Kawasan Tahura Ngurah Rai ini juga terbuka bagi pengunjung. Selain sebagai tempat jalan-jalan atau berwisata, kawasan tersebut juga untuk belajar lebih mendalam mengenai lingkungan hutan bakau.

Oleh karena itu, pemerintah pusat dan daerah menjadikan kawasan tersebut sangat layak akan dikunjungi para delegasi Presidensi G20. Untuk menjadikan tempat tersebut lebih asri, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mendukung perbaikan dan mempercantik lokasi itu.

Selaras tema yang diusung pada ajang Presidensi G20 yakni "Recover Together, Recover Stronger", memberikan dorongan bagi kelestarian lingkungan ke depan melalui pengelolaan yang lebih ramah lingkungan.

Pembenahan itu sudah dilakukan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), yaitu dilengkapi sejumlah infrastruktur pendukung meliputi preservasi jalan dan jembatan, penataan kawasan mangrove tahura, dan rehabilitasi Waduk Nusa Dua, Bali.

Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono, mengatakan Bali akan menjadi pusat lokasi penyelenggaraan KTT G20 dibuat lebih ramah lingkungan melalui kegiatan pembenahan infrastruktur kawasan yang didukung dengan penghijauan secara masif. Pada kesempatan KTT G20 di Bali, akan ditunjukkan kepada kepala-kepala negara yang hadir, spesies mangrove khas Indonesia dan pembibitannya.

Lingkup pekerjaan pada Penataan Kawasan Mangrove Tahura Ngurah Rai antara lain, pembangunan monumen G20 presidensi, area plaza dan viewing deck untuk media, area foto kepala negara dan pengaman, pembibitan dan penyemaian sisi timur estuary DAM, fondasi dan plat untuk penambahan area pembibitan sisi timur estuary DAM, bangunan wantilan, tracking mangrove, area MICE (ticketing, viewing deck Tanjung Benoa, tracking pejalan kaki, kantor penerima), toilet premium, dan area parkir di sekitar Waduk Muara berkapasitas 240 mobil.

Kawasan Tahura tersebut bersebelahan dengan Waduk Muara Nusa Dua memiliki sumber air baku dengan kapasitas 500 liter/detik untuk menyuplai kawasan Kuta, Nusa Dua, dan Tanjung Benoa. Air baku itu dikelola oleh PDAM Kabupaten Badung.


Kawasan Tahura

Keberadaan Tahura Ngurah Rai untuk mereduksi hantaman gelombang dari lautan. Hutan bakau ini berfungsi sebagai laboratorium alam untuk penelitian dan lahan konservasi bagi beberapa jenis burung maupun hewan langka.

Tahura Ngurah Rai menjadi rumah bagi beberapa jenis satwa, seperti biawak dan burung bangau. Hutan ini memiliki konfigurasi medan berupa daratan yang dipengaruhi pasang surut air laut dan kemiringan tanah ke arah timur, dengan ketinggian antara 0-3 meter di atas permukaan laut.

Potensi biotik yang terperam dalam tahura ini, antara lain jenis tumbuhan perepat (Sonneratia alba), benuang laki (Duabanga moluccana), mangrove hitam (Aegiceras corniiculatum), bakau kurap (Rhizophora mucronata), serta tumbuhan bawah semisal tuba laut (Derris heterophylla), bakau suci (Acanthus ilicifolius), dan api-api putih (Avicennia maria).

Adapun burung yang hidup dalam kawasan ini adalah burung jenis cikalang besar (Fregeta minor), angsa batu cokelat (Sula leucgaster), dara laut (Sterna hirundo), cekakak sungai (Halcyon chloris), perkutut (Geopelia striata), dan tekukur (Streptopelia chinensis). Ada juga penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), dan teripang (Echinodermata).

Untuk menikmati keindahan tahura ini bisa berjalan kaki menyusuri titian yang terbuat dari kayu. Di kanan-kirinya, bisa melihat tanaman bakau yang tumbuh menjulang.

Sebagai kawasan ekowisata, Tahura Ngurah Rai belum sepenuhnya terbebas dari sampah, khususnya plastik. Sampah-sampah ini dibawa gelombang pasang dari laut atau sungai yang kemudian menyangkut di akar-akar mangrove.

Oleh karena itu, pemangku kepentingan terkait dan masyarakat berusaha menumbuhkan kesadaran agar tidak membuang sampah di sembarang tempat. Pemerintah juga membuat gerakan memilah sampah dari sumbernya.

Gerakan memilah sampah dari sumbernya bertujuan agar warga tumbuh kesadaran memilah sampah organik dan anorganik. Sehingga bila membawa sampah ke TPS 3R, maka dengan mudah petugas menaruhnya di tempat sesuai peruntukan yang selanjutnya dapat diolah sesuai kebutuhan dan kegunaan.

KTT G20 di Indonesia, khususnya di Bali menjadi dorongan agar masyarakat menyadari pentingnya menjaga lingkungan tetap hijau dan lestari. Jika tidak mulai sekarang masyarakat bergerak untuk kelestarian lingkungan, maka ancaman rusaknya lingkungan sudah di depan mata. Semua elemen masyarakat bersama-sama melestarikan lingkungan demi generasi mendatang, serta kelangsungan planet bumi.