Pekanbaru, (ANTARA) - Anak merupakan aset masa depan sehingga perlu pola asuh dan asupan yang tepat sejak dari awal pertumbuhan, agar kelak menjadikan manusia unggul.

Sejak di dalam kandungan, fase awal kehidupan, dan setelah lahir merupakan masa krusial dalam penentuan masa depan anak.

Jika pada masa 0-2 tahun tumbuh kembang anak terganggu, hal yang tidak diinginkan, seperti mengidap tengkes (stunting), bisa saja terjadi. Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak di bawah usia 2 tahun yang disebabkan kekurangan gizi dan infeksi kronik dalam waktu yang lama.

Tengkes diindikasikan anak akan berkembang di bawah garis standar pertumbuhan. Kondisi ini dalam jangka panjang berbahaya pula bagi masa depan anak dan sebuah bangsa. Dampaknya, antara lain, tingkat kecerdasan rendah, rentan terhadap penyakit, menghambat produktivitas atau menurunkan produktivitas, meningkatkan kemiskinan, serta kesenjangan.

Kasus balita stunting di dunia diperkirakan sekitar 162 juta atau lebih dari 20 persen anak di Bumi ini. Di Indonesia terdapat 8 juta yang mengalami gangguan pertumbuhan.

Menurut hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) pada 2019, prevalensi stunting Indonesia tercatat sebesar 27,7 persen. Angka itu masih di atas standar yang ditetapkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) bahwa prevalensi stunting di suatu negara tidak boleh melebihi 20 persen. Angka prevalensi ini menurun pada tahun 2021, dari 27,7 persen pada tahun 2019 menjadi 24,4 persen pada tahun 2021.

Sementara itu angka prevalensi stunting di Provinsi Riau pada tahun 2019 sebesar 23,95 persen dan pada tahun 2021 turun menjadi 22,1 persen. Walaupun turun, angka prevalensi ini masih tinggi dan belum mencapai standar yang diharapkan.

Alhasil, pencegahan dan penurunan angka stunting masih menjadi tantangan besar. Apalagi pada tahun 2024 ditargetkan pemerintah turun menjadi 14 persen. Maka dari itu, tak hanya butuh peran pemerintah dalam upaya ini, melainkan juga pihak swasta dan masyarakat.

Hal inilah yang kemudian mendorong Pertamina Hulu Rokan (PHR) ambil bagian dalam penurunan angka stunting di Provinsi Riau. Terlebih lagi pada tahun 2030 Indonesia akan mengalami bonus demografi, yang ditandai jumlah angkatan kerja menjadi yang terbanyak dalam struktur demografi.

Banyaknya sumber daya manusia harus ditopang oleh berbagai aspek, salah satunya kesehatan. Jadi, pencegahan stunting demi menyiapkan masa depan generasi bangsa, untuk menciptakan anak muda yang berkualitas dan bisa berkompetisi.

"Bagi kita, ini investasi, selain mendukung program pemerintah," ujar Senior Analyst Social Performance PHR Winda Damelia.

Sasar empat Kabupaten

Perusahaan pelat merah itu telah memulai program pencegahan stunting sejak Agustus 2021. Tiga bulan terakhir 2021 telah menjalankan program di Kabupaten Siak dan Bengkalis.

Program berupa intervensi tersebut dinilai efektif mengurangi angka stunting. Selanjutnya pada tahun 2022 sasaran lokasi ditambah menjadi empat kabupaten dengan tambahan Kabupaten Kampar dan Rokan Hilir.

BUMN tersebut beroperasi di tujuh wilayah, namun fokus pada empat kabupaten dengan angka tengkes tinggi.

Ruang lingkup penanganan stunting yang dilakukan berupa pemberian makanan tambahan (PMT), penyediaan peralatan alat timbang dan ukur, melakukan pelatihan kader, dan sosialisasi stunting kepada anak sekolah.

Intervensi bisa berbeda dilakukan pada tiap kabupaten sehingga ada yang PMT saja. Namun, untuk pelatihan kader dilakukan di semua kabupaten diberikan. Alat ukur juga semua diberikan karena kadang ada yang salah dari awal dalam mengukur dan menimbang anak.


Kader melakukan intervensi kepada masyarakat terkait pencegahan stunting melalui edukasi langsung ke rumah-rumah masyarakat. ANTARA/HO-PKBI Riau
Dalam melaksanakan program pencegahan stunting, perusahaan itu bekerja sama dengan PKBI Wilayah Riau. Hal tersebut mulai dari menentukan sasaran bayi bawah 2 tahun, pemberian PMT, dan edukasi kader posyandu pada empat kabupaten penerima manfaat.

Direktur Eksekutif PKBI Riau Anthonny Adiputra mengatakan untuk data awal pihaknya berkoordinasi dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Riau dan dinas kesehatan setempat. Adapun angka stunting diperoleh dari puskesmas hasil pengukuran kader posyandu terkait tinggi dan berat badan anak.

Kapan seorang anak dinyatakan stunting, ada aplikasi yang menyatakan anak pendek atau sangat pendek. Ini kemudian diolah dalam sistem, apakah anak tersebut masuk stunting atau tidak.

Setelah itu barulah ditunjuk desa/kelurahan yang akan menjadi sasaran, berkoordinasi dengan puskesmas menunjuk posyandu mana yang akan diintervensi. Sasaran tersebut tidak hanya pemberian PMT kepada bayi bawah 2 tahun (baduta) , tapi juga ibu hamil yang mengalami kekurangan energi kronik (bumil KEK) serta edukasi terhadap masyarakat umum.

Intervensi lebih pada pemberian edukasi, peningkatan kapasitas, dan informasi kader posyandu. Diharapkan kader yang akan maju untuk pencegahan stunting, sebab mereka yang akan melakukan penimbangan ulang. Intervensi dilakukan juga ke rumah-rumah untuk meningkatkan kunjungan ibu hamil dan baduta ke posyandu.

Untuk pemberian PMT dilakukan selama 6 bulan kepada setiap anak dan dilihat apakah ada peningkatan tinggi badan. PMT yang diserahkan berupa susu formula, telur, biskuit bayi, dan beras, sedangkan untuk ibu hamil KEK diberikan beras dan telur.

Selama 2021, telah disalurkan PMT kepada 48 balita stunting dan satu ibu hamil di Kampung Libo Jaya, Kecamatan Kandis, Kabupaten Siak. Sementara di Kabupaten Bengkalis ada 27 baduta tengkes menerima PMT di Kelurahan Air Jamban, Kecamatan Mandau.

Pada tahun 2022 ini di Kabupaten Siak 26 baduta dan 14 bumil KEK telah menerima PMT. Di Rokan Hilir diserahkan kepada enam baduta dan satu bumil, Kampar 18 baduta stunting dan 8 bumil KEK, serta Bengkalis 53 baduta stunting dan 6 bumil KEK.

Dengan upaya tersebut, tahun ini PHR mendapatkan penghargaan dari BKKBN sebagai donor terbesar ketiga nasional dalam program bapak asuh stunting. Dari Gubernur Riau juga peroleh penghargaan sebagai perusahaan peduli stunting, seperti halnya di Kabupaten Siak pada tahun lalu.

PHR
juga mendukung Kepala Staf Angkatan Darat TNI Jendral Dudung Abdurachman sebagai Bapak Asuh Stunting. Dalam hal ini bekerja sama dengan Komando Resor Militer 031/Wirabima membantu PMT kepada 50 anak stunting di Riau.

Kolaborasi berbagai pihak tersebut diharapkan mampu memangkas kasus tengkes demi bersemainya generasi unggul di Riau.





Editor: Achmad Zaenal M