Jakarta (ANTARA) - Lembaga kajian independen World Resources Institute (WRI) Indonesia menyebutkan bahwa pengoptimalan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) menjadi penting sebagai upaya memperluas pasar ekspor kelapa sawit Indonesia.
"Ketika pasar-pasar besar sudah mulai mendorong praktik berkelanjutan untuk sektor sawit, menjadi penting untuk menjaga hubungan perdagangan komoditas sawit Indonesia dengan pasar-pasar ekspornya," kata Supply Chain and Livelihood Transformation Senior Manager World Resources Institute (WRI) Indonesia Bukti Bagja di Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan dua pasar ekspor utama kelapa sawit Indonesia, yakni China dan India, telah menerapkan praktik sawit berkelanjutan dalam industrinya.
Beberapa inisiatif yang telah diluncurkan oleh China seperti Aliansi Minyak Sawit Berkelanjutan China pada 2018, Proposal Kebijakan Rantai Nilai Hijau dari China Council for International Cooperation of Environment and Development (CCICED) pada 2020 lalu, hingga pengembangan Panduan Konsumsi Minyak Sawit Berkelanjutan oleh China Chamber of Commerce of Foodstuffs and Native Produce (CFNA) pada 2022.
Selain itu, India juga telah meluncurkan aliansi sawit berkelanjutan atau 'Sustainable Palm Oil Coalition for India (IndiaSPOC) dalam penerapan industri sawit berkelanjutan.
Saat ini, China merupakan salah satu tujuan ekspor terbesar minyak sawit Indonesia. Hal ini membuat China memegang posisi strategis bagi industri sawit nasional, terutama dengan kemungkinan penambahan kuota ekspor ke Negeri Tirai Bambu tersebut dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Baca juga: RI terus gaungkan sawit ramah lingkungan di Eropa
WRI Indonesia menyebutkan hal tersebut mendorong adanya langkah-langkah strategis yang perlu dilakukan pemangku kepentingan industri sawit Indonesia untuk merespons kebijakan sawit berkelanjutan dari negara ekspor utama kelapa sawit nasional.
Sementara itu, Plt. Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Kementerian Pertanian Baginda Siagian menyampaikan bahwa Indonesia perlu terus berupaya agar produk sawit dalam negeri bisa diterima di pasar internasional, terutama untuk merespon kebijakan industri kelapa sawit berkelanjutan dari negara-negara internasional.
Namun dia menekankan bahwa program sertifikasi ISPO yang sedang dilakukan oleh Indonesia memerlukan dukungan dari semua pihak baik petani swadaya, koperasi, hingga swasta.
“Indonesia saat ini sedang menuju ke industri kelapa sawit yang berkelanjutan. Ini membutuhkan dukungan dari semua pihak seperti koperasi, akademisi, dan pengusaha untuk membangun keberlanjutan di Indonesia. Kementan siap untuk bekerja sama dengan instansi lain untuk mendukung kelapa sawit Indonesia dapat diterima oleh Internasional," kata Siagian.
Baca juga: Teten sebut tiga dampak dari pembangunan pabrik minyak makan merah
WRI Indonesia menyebutkan perlu peningkatan sertifikasi ISPO bagi kebun kelapa sawit di Indonesia untuk bisa menyaingi sertifikasi yang telah dimiliki oleh Malaysia sebagai negara yang juga pengekspor kelapa sawit.
Pada 2020, jumlah adopsi sertifikasi sawit berkelanjutan Malaysia atau MSPO lebih tinggi dari ISPO milik Indonesia. Sekitar 88 persen dari total area tanam kelapa sawit Malaysia telah tersertifikasi MSPO, sedangkan adopsi ISPO di Indonesia hanya sekitar 27 persen.
Selain itu, Malaysia melakukan upaya proaktif sehingga MSPO mendapat pengakuan dari China. Malaysian Palm Oil Board (MPOB) menandatangani nota kesepahaman dengan China Green Food Development Center (CGFDC) pada tahun 2019 yang bertujuan untuk memasukkan skema MSPO dalam sertifikasi label Makanan Hijau (Green Food Label) di China.
Baca juga: Industri sawit diharapkan jadi pengaman terhadap krisis
Baca juga: Ekonom: Asia & Timur Tengah bisa gantikan UE sebagai pasar ekspor CPO
WRI: Sertifikasi ISPO penting untuk perluas pasar ekspor
9 November 2022 19:53 WIB
Petani memuat panen tandan buah kelapa sawit di Provinsi Riau. (ANTARA/FB Anggoro)
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2022
Tags: