Dalam keterangan diterima di Jakarta, Rabu, Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) KLHK Agus Justianto menjelaskan Indonesia ingin mencapai kondisi tingkat penyerapan emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya (forestry and other land use/FoLU) sama atau lebih tinggi dibandingkan emisinya pada 2030.
Untuk itu, KLHK telah menyiapkan beberapa strategi untuk mencapai FoLU Net Sink demi dapat mencapai emisi GRK minus 140 juta ton CO2 ekuivalen pada 2030.
"Strategi itu adalah pengurangan deforestasi, konservasi dan pengelolaan hutan lestari, perlindungan dan restorasi gambut dan mangrove, dan peningkatan penyerapan GRK melalui aforestasi dan reforestasi," Dirjen PHL KLHK Agus dalam diskusi di Paviliun Indonesia COP-27 di Mesir pada Selasa (8/11) waktu setempat.
Baca juga: Tanam pohon bantu kurangi efek pemanasan global
Pemerintah, katanya, telah membuat kebijakan konsisten untuk pengurangan deforestasi. Hasilnya adalah laju deforestasi terus menurun beberapa tahun terakhir dengan 2020-2021 laju deforestasi tercatat 113,5 ribu hektare turun dari tahun sebelumnya yaitu 115,5 ribu hektare.
Pengurangan deforestasi juga dicapai dengan pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Hal itu bisa dicapai dengan mengubah paradigma pengendalian kebakaran hutan dan lahan dari pemadaman ke pencegahan.
Kebijakan konservasi dan pengelolaan hutan juga terus diperkuat untuk meningkatkan penyerapan GRK. Salah satunya dengan pengembangan multi usaha kehutanan dimana pemanfaatan hutan tidak hanya berfokus pada pemanfaatan kayu tapi juga hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan.
"Masyarakat juga memegang peranan penting dalam pengelolaan hutan lestari melalui skema perhutanan sosial," kata Agus.
Baca juga: Indonesia ajak semua negara beraksi lebih kuat tangani perubahan iklim
Dalam kesempatan yang sama, Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) KLHK Laksmi Dhewanthi menjelaskan bahwa pemerintah telah mengembangkan skema nilai ekonomi karbon untuk mendukung FoLU Net Sink dan target iklim lain tertuang di dokumen Nationally Determined Contribution (NDC).
Kebijakan nilai ekonomi karbon diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.
"Berdasarkan kebijakan tersebut akan ada 4 skema nilai ekonomi karbon," kata Laksmi.
Keempat skema itu adalah perdagangan karbon, termasuk perdagangan emisi dan offset emisi GRK, pembayaran berbasis hasil atau result based payment, pajak karbon, dan mekanisme lain berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan.
Baca juga: KLHK sebut KPH dapat dukung tercapainya FoLU Net Sink 2030
Baca juga: Indonesia upayakan beberapa strategi pendanaan dukung FoLU Net Sink