Jakarta (ANTARA) - Kaur Yar Kepala Pemegang Kas (Pekas) Mabes TNI AU Joko Sulistiyanto mengaku mencatat "dana komando" untuk Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) periode 2015-2017 Agus Supriatna dari pengadaan helikopter AW 101 sebagai "dana mitra".

"Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saudara mengatakan membawa uang Rp17,733 miliar dan melaporkan ke Kapekas Wisnu Wicaksono, lalu Wisnu menyimpan di brankas pekas, dan memerintahkan saya untuk mencatat uang tersebut sebagai dana komando AW 101, nilai dako tersebut adalah 4 persen dari nilai pembayaran', apakah BAP ini benar?" tanya jaksa penuntut umum (JPU) KPK Ariawan Agustiartono di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

"Istilah dako (dako) itu dari mitra," jawab Joko.

Joko menjadi saksi untuk Direktur PT. Diratama Jaya Mandiri John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh yang didakwa melakukan korupsi pengadaan helikopter angkut AgustaWestland (AW) 101 di TNI AU angkatan 2016 yang merugikan keuangan negara senilai Rp738,9 miliar.

Dalam dakwaan disebutkan ada Dana Komando (DK/Dako) ditujukan untuk Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) periode 2015-2017 Agus Supriatna senilai Rp17,733 miliar dari Irfan Kurnia. Jumlah tersebut adalah 4 persen dari pembayaran tahap 1 untuk PT. Diratama Jaya Mandiri yaitu senilai Rp436,689 miliar dari total seluruh pembayaran Rp738,9 miliar.

"Dicatat di nomenklatur nya apa?" tanya jaksa. "Dana mitra," jawab Joko.

Baca juga: Saksi: Tak ada dana komando untuk Kasau

Baca juga: Pati TNI AU benarkan dana komando di pengadaan heli AW 101


"Otorisasi penggunaan oleh siapa?" tanya jaksa. "Semua uang masuk dan keluar atas perintah Pekas," jawab Joko.

Pekas yang dimaksud adalah Kepala Pemegang Kas (Pekas) Mabes TNI AU periode 2015--2017 Letkol Adm Wisnu Wicaksono yang juga dihadirkan sebagai saksi sebelum Joko. Namun, Wisnu membantah ada dako sebesar 4 persen untuk Agus Supriatna.

"Uang cash itu lalu dibawa ke brankas, dan ditempatkan di rekening-rekening sesuai arahan Pekas, tapi selama saya dinas di sana dari Juni 2016 sampai Februari 2017 tidak ada perintah untuk menggunakan uang tersebut," ungkap Joko.

"Dalam BAP No. 13 saudara ditanya, 'Bagaimana peruntukan dana komando dari heli AW 101? Saksi menjawab atas arahan Wisnu Wicaksono saya dapat info peruntukan dako yang bersumber dari pengadaan heli AW 101, Wisnu mengatakan ke saya dana komando hanya dapat digunakan atas perintah Kasau Marsekal Agus Supriatna, tapi perincian penggunaan kami tidak pernah tahu', apakah hal ini benar?" tanya jaksa.

"Siap kami tidak pernah mengatakan itu karena waktu itu terus terang kami baca sepintas saat tanda tangan, tapi perintah seperti itu tidak pernah," jawab Joko.

Artinya, Joko mencabut BAP yang menyebut bahwa dako digunakan untuk Agus Supriatna.

Joko pun membantah pernah mengeluarkan kas untuk ditaruh di deposito atas nama Agus Supriatna dan anaknya, bernama Nisa.

"Dalam BAP No. 12 saudara ditanya 'Apakah pernah diperintahkan mengeluarkan dana pekas 2016-2017 saat menjadi kaur pembayaran?. Saudara menjawab, atas perintah Wisnu Wicaksono saya pernah diperintahkan mengeluarkan dana sebagai berikut, Berdasarkan pengeluaran kas harian 13 Januari 2017 ada pengeluaran untuk pembuatan deposito atas nama Kasau Agus Supriatna sebesar Rp10 miliar. Kedua saya pernah mencatat pengeluaran dari brankas uang Rp6 miliar untuk pembuatan deposito atas nama Nisa anak Kasau Marsekal Agus Supriatna', bagaimana keterangan ini?" tanya jaksa.

"Tidak benar, saya tidak pernah mengatakan hal tersebut," jawab Joko.

Baca juga: Saksi sebut dana komando tidak ada dalam nomenklatur

Baca juga: Saksi: Dana komando 4 persen sudah jadi hal rutin


"Ini karangan penyidik atau keterangan saksi?" tanya jaksa.

"Tidak ingat. Kalau ada uang keluar pasti kami mencatat, kami baru tahu di sini ada deposito untuk Dewi Liasaroh berarti uang nya tidak melalui uang dari brankas, tidak ada di catatan kami," jawab Joko.

Joko mengaku tidak ada uang yang berkurang dari 4 brankas nya yang berada di bawah tanggung jawabnya.

"Setiap hari kami selalu mengecek uang itu harus sesuai dengan catatan kami," ungkap Joko.

"Empat brankas 'ngecek' berapa lama?" tanya ketua majelis hakim Djumyanto.

"1-2 jam setiap hari, betul kami cek setiap hari, dihitung per seratus juta, kan sebelum pulang harus dihitung, harus sesuai dengan catatan," jawab Joko.

"Setiap hari itu harus dicek?" tanya hakim. "Betul, itu yang membuat kami juga kena paru-paru basah karena itu," jawab Joko.

"Yang memasukkan ke brankas siapa?" tanya hakim. "Pak Sigit, tapi ada saya di situ dan tidak ada uang keluar untuk deposito atas nama Dewi Liasaroh," ungkap Joko.

Dalam dakwaan disebutkan dako senilai Rp17,733 miliar ditempatkan dalam beberapa deposito menggunakan nama Dewi Liasaroh di Bank BRI cabang Mabes TNI AU Cilangkap.

"Berarti bukan dari brankas yang kami pegang, tidak ada catatan pengeluaran Rp17 miliar," ucap Joko.

Atas kesaksian Joko tersebut, terdakwa Irfan Kurnia Saleh mengatakan dako bukan inisiatif mitra atau rekanan TNI AU.

"Dako itu bukan dari mitra tapi kami diminta, yang kedua bukan mitra yang datang bank dan membuat rekening deposito tapi Pak Sigit minta datang ke bank lalu oleh kasir bank uang dipisah-pisahkan, jadi sekali lagi (dako) ini bukan dari mitra," kata Irfan.

Atas kesaksian Joko yang mencabut BAP tersebut, hakim pun memerintahkan konfrontir Joko dengan saksi lain dan penyidik KPK.

"Minggu depan saksi diminta hadir lagi karena akan dikonfrontir dengan penyidik nya terkait dengan keterangan-keterangan tadi. Saksi Wisnu juga mengatakan hal yang tidak sesuai BAP jadi akan dikonfrotir dengan Sigit, dan saksi dari BRI juga," kata hakim Djumyanto.

Saksi yang diperintahkan untuk hadir kembali pada persidangan pekan depan adalah Kepala Pemegang Kas (PEKAS) Mabes TNI AU periode 2015 - 2017 Letkol Adm Wisnu Wicaksono, Kaur Yar Pekas Mabes TNI AU Joko Sulistiyanto, Bintara Urusan Bayar (BA URYAR) TNI AU Sigit Suwastono dan "Funding Officer" BRI Cabang Mabes TNI AU Cilangkap Bayu Nur Pratama untuk dikonfrontasi dengan penyidik KPK.