Saksi: Tak ada dana komando untuk Kasau
7 November 2022 18:57 WIB
Kepala Pemegang Kas (PEKAS) Mabes TNI AU periode 2015 - 2017 Letkol Adm Wisnu Wicaksono menjadi saksi untuk terdakwa Direktur PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh yang didakwa melakukan korupsi pengadaan helikopter angkut AgustaWestland (AW) 101 di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (7/11/2022). (ANTARA/Desca Lidya Natalia)
Jakarta (ANTARA) - Kepala Pemegang Kas (Pekas) Mabes TNI AU Periode 2015 - 2017 Letkol Adm Wisnu Wicaksono menyebut tidak ada dana komando (dako) sebesar 4 persen dari anggaran untuk Kasau Agus Supriatna, namun hanya ada uang keikhlasan dari mitra.
"Jadi tidak ada dana 4 persen pak, yang ada keikhlasan dari mitra sebenarnya, dan itu biasa digunakan untuk bantuan kedinasan, seperti itu," kata Wisnu di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Wisnu Wicaksono menjadi saksi untuk Direktur PT Diratama Jaya Mandiri John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh yang didakwa melakukan korupsi pengadaan helikopter angkut AgustaWestland (AW) 101 di TNI AU angkatan 2016 yang merugikan keuangan negara senilai Rp738,9 miliar.
Dalam dakwaan, Wisnu Wicaksono selaku Pekas Mabes TNI AU mengeluarkan cek senilai Rp436,689 miliar untuk PT Diratama Jaya Mandiri. Atas pembayaran tahap I tersebut, sejumlah 4 persen, yaitu sebesar Rp17,733 miliar dipergunakan sebagai dana komando (dako) untuk Kasau saat itu Agus Supriatna. Agus lalu memerintahkan Wisnu untuk menarik Rp17,733 miliar tersebut dan membuat rekening penampungan dengan menggunakan nama Dewi Liasaroh di Bank BRI Cabang Mabes TNI AU Cilangkap.
"Pelaksana proyek ini sudah tahu ada keikhlasan 4 persen atau setiap pekerjaan masing masing akan beda?" tanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Ariawan Agustiartono.
"Tidak, tidak, itu terserah dari mitra, misalnya ada seperti itu pada waktu proyek itu selesai, baru mungkin dari mitra itu akan memberikan makanya di termin dua kan kami tidak ada pemberian apa pun," ungkap Wisnu.
"Sebentar, tadi sudah ditanya bolak-balik kalau memang itu uangnya TNI AU kenapa pakai rekening orang lain? Marilah mau apa lagi? Rp17,7 miliar sudah masuk ke rekening, kalau memang kepentingannya dititipkan, sekarang kalau dipakai rekening orang lain bagaimana? Kemarin bawahan saudara sudah diperiksa, BRI juga sudah, coba bisa dijelaskan?" tanya ketua majelis hakim Djumyanto.
"Jadi memang itu semua dana bercampur pak, yang Rp17,7 miliar sudah dikembalikan pak kepada Irfan, satu lewat stafnya Irfan, satu langsung saya langsung ke Irfan," jawab Wisnu.
"Kemarin si Sigit (Bintara Urusan Bayar) kita tanya di sini, serah terimanya kita tanya ada nggak tanda serah terima?" tanya hakim Djumyanto.
"Ada pak serah terimanya, karena saya ketemu langsung sama Irfan, jadi dalam satu kuitansi kami kembalikan," jawab Wisnu.
"Oke saya kejar, kalau itu dana keikhlasan seperti saudara bilang tadi, lalu kalau sudah ikhlas kenapa dikembalikan?" tanya hakim.
"Dia butuh duit pak, dia butuh uang," jawab Wisnu.
"Lah iya, kenapa kok dikembalikan? Emang dari pihak pemberi minta lagi atau bagaimana?" tanya hakim.
"Siap, jadi begini, pada waktu itu saya tanyakan ini proyek belum selesai mengapa ada hal-hal seperti ini? sehingga waktu itu Irfan saya ingatkan sudah mau diambil Irfan, bentar dulu, tunggu saja mas nanti setelah proyek kedua, pas ada kekurangan dan itu harus balik ke saya," jawab Wisnu.
Wisnu bahkan menyebut penarikan dako oleh mitra TNI AU sebelumnya pernah terjadi.
Baca juga: Perwira TNI AU sebut pengadaan heli AW 101 berlangsung sebelum kontrak
Baca juga: Pati TNI AU benarkan dana komando di pengadaan heli AW 101
"Karena dulu pernah terjadi seperti itu juga, mitra-mitra yang pernah memberi, apa yang kami lakukan kan turunan, juga dari yang lama," ungkap Wisnu.
"Apakah dana dan titipan dana yang saudara katakan keikhlasan tadi saudara atas namakan orang lain juga?" tanya hakim.
"Bukan saya pak, yang pendahulu kami, jadi kan itu dana harus diterimakan dari mereka (mitra), tapi kan nggak mungkin dana itu disimpan pakai nama saya," jawab Wisnu.
"Jadi itu dana apa kalau tidak disimpan atas nama pekas?" tanya hakim.
"Dana yang harusnya ke satker-satker yang belum terbayarkan, sama mungkin dari mitra-mitra itu. seperti itu. Satker ada banyak, 46 satker," jawab Wisnu.
JPU KPK mendakwakan Irfan Kurnia Saleh dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Jadi tidak ada dana 4 persen pak, yang ada keikhlasan dari mitra sebenarnya, dan itu biasa digunakan untuk bantuan kedinasan, seperti itu," kata Wisnu di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Wisnu Wicaksono menjadi saksi untuk Direktur PT Diratama Jaya Mandiri John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh yang didakwa melakukan korupsi pengadaan helikopter angkut AgustaWestland (AW) 101 di TNI AU angkatan 2016 yang merugikan keuangan negara senilai Rp738,9 miliar.
Dalam dakwaan, Wisnu Wicaksono selaku Pekas Mabes TNI AU mengeluarkan cek senilai Rp436,689 miliar untuk PT Diratama Jaya Mandiri. Atas pembayaran tahap I tersebut, sejumlah 4 persen, yaitu sebesar Rp17,733 miliar dipergunakan sebagai dana komando (dako) untuk Kasau saat itu Agus Supriatna. Agus lalu memerintahkan Wisnu untuk menarik Rp17,733 miliar tersebut dan membuat rekening penampungan dengan menggunakan nama Dewi Liasaroh di Bank BRI Cabang Mabes TNI AU Cilangkap.
"Pelaksana proyek ini sudah tahu ada keikhlasan 4 persen atau setiap pekerjaan masing masing akan beda?" tanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Ariawan Agustiartono.
"Tidak, tidak, itu terserah dari mitra, misalnya ada seperti itu pada waktu proyek itu selesai, baru mungkin dari mitra itu akan memberikan makanya di termin dua kan kami tidak ada pemberian apa pun," ungkap Wisnu.
"Sebentar, tadi sudah ditanya bolak-balik kalau memang itu uangnya TNI AU kenapa pakai rekening orang lain? Marilah mau apa lagi? Rp17,7 miliar sudah masuk ke rekening, kalau memang kepentingannya dititipkan, sekarang kalau dipakai rekening orang lain bagaimana? Kemarin bawahan saudara sudah diperiksa, BRI juga sudah, coba bisa dijelaskan?" tanya ketua majelis hakim Djumyanto.
"Jadi memang itu semua dana bercampur pak, yang Rp17,7 miliar sudah dikembalikan pak kepada Irfan, satu lewat stafnya Irfan, satu langsung saya langsung ke Irfan," jawab Wisnu.
"Kemarin si Sigit (Bintara Urusan Bayar) kita tanya di sini, serah terimanya kita tanya ada nggak tanda serah terima?" tanya hakim Djumyanto.
"Ada pak serah terimanya, karena saya ketemu langsung sama Irfan, jadi dalam satu kuitansi kami kembalikan," jawab Wisnu.
"Oke saya kejar, kalau itu dana keikhlasan seperti saudara bilang tadi, lalu kalau sudah ikhlas kenapa dikembalikan?" tanya hakim.
"Dia butuh duit pak, dia butuh uang," jawab Wisnu.
"Lah iya, kenapa kok dikembalikan? Emang dari pihak pemberi minta lagi atau bagaimana?" tanya hakim.
"Siap, jadi begini, pada waktu itu saya tanyakan ini proyek belum selesai mengapa ada hal-hal seperti ini? sehingga waktu itu Irfan saya ingatkan sudah mau diambil Irfan, bentar dulu, tunggu saja mas nanti setelah proyek kedua, pas ada kekurangan dan itu harus balik ke saya," jawab Wisnu.
Wisnu bahkan menyebut penarikan dako oleh mitra TNI AU sebelumnya pernah terjadi.
Baca juga: Perwira TNI AU sebut pengadaan heli AW 101 berlangsung sebelum kontrak
Baca juga: Pati TNI AU benarkan dana komando di pengadaan heli AW 101
"Karena dulu pernah terjadi seperti itu juga, mitra-mitra yang pernah memberi, apa yang kami lakukan kan turunan, juga dari yang lama," ungkap Wisnu.
"Apakah dana dan titipan dana yang saudara katakan keikhlasan tadi saudara atas namakan orang lain juga?" tanya hakim.
"Bukan saya pak, yang pendahulu kami, jadi kan itu dana harus diterimakan dari mereka (mitra), tapi kan nggak mungkin dana itu disimpan pakai nama saya," jawab Wisnu.
"Jadi itu dana apa kalau tidak disimpan atas nama pekas?" tanya hakim.
"Dana yang harusnya ke satker-satker yang belum terbayarkan, sama mungkin dari mitra-mitra itu. seperti itu. Satker ada banyak, 46 satker," jawab Wisnu.
JPU KPK mendakwakan Irfan Kurnia Saleh dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022
Tags: