Komnas Pengendalian Tembakau minta kenaikan cukai rokok lebih tinggi
7 November 2022 17:26 WIB
Tangkapan layar Ketua Umum Komite Nasional Pengendalian Tembakau Hasbullah Thabrany dalam konferensi pers, Senin (7/11/2022) (ANTARA/Kuntum Riswan)
Jakarta (ANTARA) - Komite Nasional Pengendalian Tembakau meminta pemerintah untuk lebih menambah besaran tarif cukai rokok dan menyesuaikannya dengan inflasi guna menekan konsumsi rokok.
“Bapak Jokowi, Ibu Sri Mulyani, mudah-mudahan tahun depan meskipun menjelang Pilpres, kita tetap berani menaikkan yang diteruskan dengan kenaikan yang lebih tinggi lagi," ujar Ketua Umum Komnas Pengendalian Tembakau Hasbullah Thabrany dalam konferensi pers, Senin.
Hasbullah menekankan bahwa anak-anak dan remaja jelas menjadi target dari harga rokok yang murah. Peningkatan cukai hasil tembakau untuk mengoptimalisasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) dapat memberdayakan petani tembakau.
Cukai rokok di Indonesia, lanjutnya, selalu mengalami kenaikan dari tahun 2009 dan hanya pada 2014 dan 2019 yang tidak terjadi kenaikan sama sekali. Namun, tren konsumsi rokok tetap tinggi.
Kendati demikian, temuan Center for Indonesia’s Strategic Development Inititatives (CISDI) 2021, menunjukkan kenaikan cukai akan berdampak pada penurunan konsumsi sekaligus menyeimbangkan penerimaan negara.
Baca juga: Komnas Pengendalian Tembakau: Merokok salah satu penyebab hipertensi
Baca juga: Komnas Pengendalian Tembakau sambut baik kenaikan cukai rokok di 2022
Dalam simulasinya, kenaikan cukai hingga 46 persen, penurunan konsumsi serta penerimaan negara masih layak secara ekonomi.
“Maka, seharusnya cukai rokok tahun 2023 bisa naik 20-25 persen untuk kendali konsumsi sekaligus pendapatan negara,” ucapnya.
Hasbullah menuturkan keputusan pemerintah untuk menaikkan rata-rata cukai rokok sebesar 10 persen dan 15 persen untuk cukai rokok elektronik merupakan awal yang baik yang memperlihatkan intensi pemerintah untuk membuat kebijakan jangka panjang.
“Kenaikan cukai rokok konvensional yang ditetapkan dua tahun langsung, dapat ditingkatkan sebagai kebijakan yang lebih berkelanjutan sampai setidaknya 5 tahun ke depan,” kata dia.
Selain itu, penguatan kebijakan jangka panjang perlu didukung dengan penetapan tarif cukai yang diperhitungkan sesuai perkiraan inflasi setiap tahun, tingkat kesejahteraan masyarakat hingga tujuan akhir penurunan prevalensi merokok sehingga harus berada jauh di atas angka inflasi demi menekan keterjangkauan masyarakat.
“Bapak Jokowi, Ibu Sri Mulyani, mudah-mudahan tahun depan meskipun menjelang Pilpres, kita tetap berani menaikkan yang diteruskan dengan kenaikan yang lebih tinggi lagi," ujar Ketua Umum Komnas Pengendalian Tembakau Hasbullah Thabrany dalam konferensi pers, Senin.
Hasbullah menekankan bahwa anak-anak dan remaja jelas menjadi target dari harga rokok yang murah. Peningkatan cukai hasil tembakau untuk mengoptimalisasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) dapat memberdayakan petani tembakau.
Cukai rokok di Indonesia, lanjutnya, selalu mengalami kenaikan dari tahun 2009 dan hanya pada 2014 dan 2019 yang tidak terjadi kenaikan sama sekali. Namun, tren konsumsi rokok tetap tinggi.
Kendati demikian, temuan Center for Indonesia’s Strategic Development Inititatives (CISDI) 2021, menunjukkan kenaikan cukai akan berdampak pada penurunan konsumsi sekaligus menyeimbangkan penerimaan negara.
Baca juga: Komnas Pengendalian Tembakau: Merokok salah satu penyebab hipertensi
Baca juga: Komnas Pengendalian Tembakau sambut baik kenaikan cukai rokok di 2022
Dalam simulasinya, kenaikan cukai hingga 46 persen, penurunan konsumsi serta penerimaan negara masih layak secara ekonomi.
“Maka, seharusnya cukai rokok tahun 2023 bisa naik 20-25 persen untuk kendali konsumsi sekaligus pendapatan negara,” ucapnya.
Hasbullah menuturkan keputusan pemerintah untuk menaikkan rata-rata cukai rokok sebesar 10 persen dan 15 persen untuk cukai rokok elektronik merupakan awal yang baik yang memperlihatkan intensi pemerintah untuk membuat kebijakan jangka panjang.
“Kenaikan cukai rokok konvensional yang ditetapkan dua tahun langsung, dapat ditingkatkan sebagai kebijakan yang lebih berkelanjutan sampai setidaknya 5 tahun ke depan,” kata dia.
Selain itu, penguatan kebijakan jangka panjang perlu didukung dengan penetapan tarif cukai yang diperhitungkan sesuai perkiraan inflasi setiap tahun, tingkat kesejahteraan masyarakat hingga tujuan akhir penurunan prevalensi merokok sehingga harus berada jauh di atas angka inflasi demi menekan keterjangkauan masyarakat.
Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022
Tags: