Jakarta (ANTARA) - Peneliti Keamanan dan Ketahanan Kesehatan Global Universitas Griffith University Australia Dicky Budiman menyatakan bahwa pemberian status Kejadian Luar Biasa (KLB) dapat mencegah terjadinya disparitas antar daerah dalam menghadapi gagal ginjal akut pada anak.

“Krisis kesehatan yang sifatnya akut seperti gagal ginjal akut dengan sebab adanya pencemaran toksin, ini harus di tetapkan dalam status KLB. Ini adalah bentuk akuntabilitas negara karena situasi krisis ini adalah situasi yang tidak biasa, situasi yang luar biasa,” kata Dicky lewat pesan suara yang ANTARA terima di Jakarta, Jumat.

Dicky menuturkan sampai dengan saat ini, masih terdapat disparitas pemahaman yang berujung pada rendahnya kemampuan menghadapi suatu wabah dan minimnya sense of crisis di dalam masyarakat dalam menghadapi gagal ginjal akut.

Bila berkaca pada kondisi saat ini pun, respon pemerintah antara pusat dan daerah masih sangat jomplang. Akibatnya, terjadi adanya pengabaian pada kelompok yang tidak memiliki akses, tidak memiliki fiskal yang baik dan juga terjadi ketidakadilan atau ketidaksetaraan dalam mendapatkan layanan.

Baca juga: BPKN: Audit izin edar obat seiring adanya kasus gangguan ginjal akut

Baca juga: Dinkes Kepri klarifikasi jumlah pasien gagal ginjal akut hanya 1 orang


Oleh karenanya, penetapan status KLB dapat menimbulkan implikasi positif dalam merespon suatu wabah yakni terjaganya kualitas serta koordinasi yang dilakukan antar pemerintah pusat hingga pemerintah daerah.

Status KLB telah terbukti secara ilmiah dapat memastikan seluruh daerah merespon suatu wabah penyakit secara seragam dan kuat, meskipun memiliki perbedaan letak geografis ataupun tingkat ekonominya.

“Status KLB memastikan semua masyarakat sebagai subjek dari penetapan status ini, mendapatkan haknya pada layanan kesehatan. Tanpa terkecuali orang atau masyarakat secara umum, bukan hanya yang sudah ada di fasilitas kesehatan atau dirawat di rumah sakit saja,” katanya.

Menurut Dicky, status KLB juga dapat menjaga kepercayaan yang diberikan publik pada pemerintah. Hal itu dimaksudkan supaya semua pihak memiliki standar yang jelas dalam menemukan dan memberikan tata laksana kasus terkait, sehingga dapat mencegah kejadian terulang kembali.

Dicky mengimbau supaya pemerintah tidak mengabaikan pentingnya sebuah status dalam menghadapi sebuah wabah. Sebab, penetapan status dapat memperlihatkan kelemahan penanganan pemerintah dan dapat memperlihatkan pentingnya keterlibatan sektor lain melalui manajemen yang baik.

“Sebetulnya dalam kejadian ini ada banyak sektor yang terlibat, tapi tidak tergali kelemahannya karena tidak tuntas. Penetapan status ini merupakan bagian dari good governance, dan tidak adanya penetapan status ini akhirnya membuat sistem kesehatan begitu begitu saja, tidak meningkat dan yang merugi adalah kita semua,” ujarnya.

Sementara terkait dengan turunnya Polri mengusut kasus gagal ginjal akut pada anak tersebut, dirinya berpendapat bila keterlibatan Polri merupakan ranah hukum dan akan berbeda penanganannya dari bidang epidemiologi.

“Sekali lagi, penetapan itulah yang akan membuat respon kita menjadi proporsional termasuk tidak mengabaikan bahkan meninggalkan sektor terkait yang mestinya juga terlibat dan aspek yang dikaji maupun ditinjau, diinvestigasi, bukan hanya aspek kesehatan,” katanya yang juga epidemiolog itu.*

Baca juga: Satu pasien gagal ginjal akut dirawat di RSUD Saiful Anwar Malang

Baca juga: Kemenkes-BPOM perkuat kolaborasi benahi sistem pengawasan obat