Pekanbaru (ANTARA) - Mantan Rektor UIN Sultan Syarif Kasim (Suska) Riau Akhmad Mujahidin menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Pekanbaru atas dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) pengadaan jaringan internet, Kamis sore.

Mujahidin mengikuti jalannya sidang secara virtual di Rutan Sialang Bungkuk, Pekanbaru. Agenda sidang perdana pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut umum (JPU) yang dipimpin hakim Salomo Ginting.

Jaksa Penuntut Umum Dewi Sinta Dame Siahaan dalam nota dakwaan menyebutkan tindakan korupsi yang dilakukan Mujahidin yang saat itu menjabat Rektor UIN Suska Riau Periode 2018-2022 bekerja sama dengan Benny Sukma Negara. Sekitar 2019 hingga 2020, terdakwa melakukan kolusi dan ikut serta dalam pemborongan, pengadaan atau persewaan internet.

Pengadaan jaringan internet untuk menunjang proses belajar di UIN Suska diajukan Benny selaku Kepala Pusat Teknologi Informasi dan Pangkalan Data (PTIPD) UIN Suska Riau.

"Untuk pengadaan dianggarkan dana Rp2.940.000.000 dan untuk pengadaan jaringan internet bulan Januari hingga Maret 2021 sebesar Rp734 juta," sebut JPU.

Adapun sumber dana tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Bahwa Rencana Umum Pengadaan (RUP) Pengadaan Jaringan Internet Kampus UIN Suska Riau Tahun 2020 dan Tahun 2021 ditayangkan ke dalam aplikasi SIRUP (Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan) LKPP dengan metode pemilihan e-purchasing.

Dalam pelaksanaannya, terdakwa Mujahidin seolah-olah menjadi pejabat pembuat komitmen (PPK) pengadaan layanan internet. Padahal Mujahidin telah menunjuk Rupiah Murni selaku PPK untuk kegiatan pengadaan layanan internet di UIN Suska Riau Tahun 2020. Namun terdakwa mengambil semua tanggung jawab PPK.

Pada saat dilakukan perbuatan, seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya, yaitu dengan cara terdakwa yang menandatangani kontrak berlangganan ("subscription contract") pada 2 Januari 2020.

Baca juga: Kejati Riau periksa mantan Rektor UIN Suska terkait dugaan korupsi BLU
Baca juga: Kejati Riau memeriksa 20 saksi terkait dugaan korupsi di UIN Suska


Di kontrak itu, dicantumkan kontak person Benny Sukma Negara dengan tujuan agar PT. Telekomunikasi Indonesia berkomunikasi dengan Benny Sukma Negara bukan dengan PPK.

"Terdakwa memerintahkan PPK Rupiah Murni, dan saksi Safarin Nasution untuk melakukan pembayaran terhadap kegiatan pengadaan layanan internet di UIN Suska Tahun Anggaran 2020," lanjut JPU.

Namun setelah satu tahun berlalu, tidak semua layanan yang tertuang dalam kontrak berlangganan dilaksanakan atau terealisasi setiap bulan. Di antaranya, layanan "maintenance fiber optic" antargedung.

"Layanan itu tidak pernah terealisasi, namun setiap bulan tetap dibayarkan sebagaimana dalam kontrak berlangganan," papar JPU.

Kemudian, layanan pergantian "baterry pack" untuk server sebagaimana dalam kontrak berlangganan tertanggal 2 Januari 2020 tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Saat itu UIN Suska hanya menerima kiriman "battery pack" untuk server sedangkan realisasi pergantian "battery pack" tidak ada sebagaimana dalam kontrak berlangganan.

Ada pula kontrak untuk layanan pelatihan MTCNA atau pelatihan terkait dengan jaringan, namun atas permintaan Benny diganti menjadi pelatihan terkait dengan aplikasi.

"Perbuatan terdakwa tidak sesuai dengan tugasnya selaku kuasa pengguna anggaran (KPA) dan menguntungkan Benny. Perbuatan tersebut menimbulkan kerugian bagi pihak UIN Suska Riau," sebut JPU.

JPU menjerat Mujahidin dengan Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf i UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Atas dakwaan yang dibacakan KPU tersebut, Mujahidin menyatakan tidak mengajukan keberatan. "Saya serahkan sepenuhnya kepada penasihat hukum untuk melakukan yang terbaik terkait apa yang telah dibacakan JPU," sebut Mujahidin.

Sidang perdana selesai sekitar pukul 16.30 WIB. Majelis hakim menunda sidang hingga Kamis (10/11) dengan agenda meminta keterangan saksi.