Ombudsman tingkatkan sinergi dalam pencegahan perusakan hutan di Kepri
3 November 2022 16:27 WIB
Ombudsman Kepri gelar konsinyering konsepsi sinergi pencegahan dan penegakkan hukum pelaku perusakan hutan di Kepri (3/11/2022). ANTARA/Jessica.
Batam (ANTARA) - Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Kepulauan Riau (Kepri) meningkatkan sinergi dan koordinasi dengan pemangku kebijakan terkait pencegahan dan penegakan hukum perusakan hutan yang ada di wilayah setempat.
"Dalam pertemuan tadi disampaikan bahwa sudah sekitar 47 persen bahwa hutan di Kepri diokupasi. Barangkali antisipasinya angka ini jangan bergerak lagi. Bahkan melakukan perbaikan hutan yang sudah rusak lebih baik," kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Kepri Lagat Siadari di Batam, Kamis.
Ia mengatakan hal tersebut dinilai penting karena terdapat hutan yang di Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) yang disertai dengan waduk.
"Kalau hutannya rusak maka waduknya rusak, air waduk menjadi habis ataupun berkurang. Ini yang kami antisipasi," ujar dia.
Baca juga: KPHP ajukan lima lokasi pengelolaan hutan kemasyarakatan di Bintan
Baca juga: Lahan bersertifikat dimasukkan kawasan hutan, warga Bintan protes
Adapun beberapa pemangku kebijakan yang dilibatkan dalam pencegahan dan penegakan hukum perusakan hutan di Kepri di antaranya Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) wilayah XII Tanjung Pinang, Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Provinsi Kepri, Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan, hingga Kantor Wilayah BPN Provinsi Kepulauan Riau.
Kepala Bidang Tata Kelola Kehutanan dan Pemanfaatan Hasil Hutan DLHK Provinsi Kepri Bherly Andia mengatakan kawasan hutan di Kepri sekitar 382 ribu hektar namun 47 persen lainnya sudah tidak kawasan hutan.
Ia menjelaskan kawasan tersebut digunakan sebagai permukiman, pertanian, perkebunan, pertambangan dan kawasan industri.
"Sebagian area yang tidak hutan itu memang sudah ada izinnya dan sebagian lagi memang ilegal. Dan inilah sinergi antara kita yang di bangun Ombudsman agar bisa menyelesaikan persoalan tadi," kata Bherly.
Lebih lanjut Bherly menjelaskan kerusakan hutan terbesar di Kepri berada di Kota Batam, Kabupaten Bintan dan Kabupaten Karimun.
Hal itu dikarenakan tiga daerah tersebut ditujukan sebagai kawasan investasi Free Trade Zone (FTZ).
"Karena daerah tersebut tujuan investasi di tetapkan sebagai kawasan FTZ juga ruang itu menjadi kebutuhan dan juga peningkatan jumlah penduduk. Itu paling besar di Kepri, yakni di Batam, Bintan, dan Karimun," kata dia.*
Baca juga: Diserahkan ke Kejati Kepri, hasil penyelidikan kerusakan hutan Bintan
Baca juga: Titik api di Kepri nihil usai diguyur hujan
"Dalam pertemuan tadi disampaikan bahwa sudah sekitar 47 persen bahwa hutan di Kepri diokupasi. Barangkali antisipasinya angka ini jangan bergerak lagi. Bahkan melakukan perbaikan hutan yang sudah rusak lebih baik," kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Kepri Lagat Siadari di Batam, Kamis.
Ia mengatakan hal tersebut dinilai penting karena terdapat hutan yang di Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) yang disertai dengan waduk.
"Kalau hutannya rusak maka waduknya rusak, air waduk menjadi habis ataupun berkurang. Ini yang kami antisipasi," ujar dia.
Baca juga: KPHP ajukan lima lokasi pengelolaan hutan kemasyarakatan di Bintan
Baca juga: Lahan bersertifikat dimasukkan kawasan hutan, warga Bintan protes
Adapun beberapa pemangku kebijakan yang dilibatkan dalam pencegahan dan penegakan hukum perusakan hutan di Kepri di antaranya Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) wilayah XII Tanjung Pinang, Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Provinsi Kepri, Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan, hingga Kantor Wilayah BPN Provinsi Kepulauan Riau.
Kepala Bidang Tata Kelola Kehutanan dan Pemanfaatan Hasil Hutan DLHK Provinsi Kepri Bherly Andia mengatakan kawasan hutan di Kepri sekitar 382 ribu hektar namun 47 persen lainnya sudah tidak kawasan hutan.
Ia menjelaskan kawasan tersebut digunakan sebagai permukiman, pertanian, perkebunan, pertambangan dan kawasan industri.
"Sebagian area yang tidak hutan itu memang sudah ada izinnya dan sebagian lagi memang ilegal. Dan inilah sinergi antara kita yang di bangun Ombudsman agar bisa menyelesaikan persoalan tadi," kata Bherly.
Lebih lanjut Bherly menjelaskan kerusakan hutan terbesar di Kepri berada di Kota Batam, Kabupaten Bintan dan Kabupaten Karimun.
Hal itu dikarenakan tiga daerah tersebut ditujukan sebagai kawasan investasi Free Trade Zone (FTZ).
"Karena daerah tersebut tujuan investasi di tetapkan sebagai kawasan FTZ juga ruang itu menjadi kebutuhan dan juga peningkatan jumlah penduduk. Itu paling besar di Kepri, yakni di Batam, Bintan, dan Karimun," kata dia.*
Baca juga: Diserahkan ke Kejati Kepri, hasil penyelidikan kerusakan hutan Bintan
Baca juga: Titik api di Kepri nihil usai diguyur hujan
Pewarta: Jessica Allifia Jaya Hidayat
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022
Tags: