Padang (ANTARA) - Ketua Komisi V DPRD Sumatera Barat Daswanto menyatakan kasus gagal ginjal akut pada anak yang terjadi di provinsi tersebut mencapai 28 kasus dan sebanyak 13 orang meninggal dunia.

"Hari ini kami panggil Dinas Kesehatan, empat rumah sakit di bawah Pemprov Sumbar dan BBPOM untuk melihat kondisi nyata yang terjadi di Sumbar saat ini," kata dia usai rapat dengar pendapat di Padang, Senin.

Ia mengatakan dari 28 kasus sebanyak 13 orang meninggal dunia dan tujuh orang dinyatakan sembuh serta delapan orang masih dalam tahap perawatan saat ini.

Menurut dia data ini dilaporkan secara langsung oleh Kadis Kesehatan Sumbar dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPRD Sumbar. Dari kasus kematian itu ada yang belum sampai di RS M Djamil yang memiliki sarana dan prasarana yang cukup dalam menangani kasus ini.

Selain itu pihaknya mempertanyakan kesiapan rumah sakit pemerintah dalam mengantisipasi apabila kasus ini banyak terjadi di provinsi tersebut baik kesiapan sarana dan prasaran, ruangan dan tenaga medis yang dimiliki.

Keempat rumah sakit itu adalah RSUP M Djamil, RSUD M Nasir, RSUD Achmad Muchtar dan RSUD Pariaman.

Ia mengatakan pihaknya ingin melihat antisipasi yang dilakukan rumah sakit terhadap potensi kasus gagal ginjal akut ini berkembang.

"Selain itu kita minta kepada BBPOM agar lima obat yang diduga menjadi penyebab gagal ginjal akut pada pada tidak lagi dijual di daerah ini," kata dia.

Anggota Komisi V DPRD Sumbar Afrizal mengatakan kejadian ini harusnya menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) sehingga segala bentuk biaya pengobatan penderita bisa ditangani pemerintah.

"Biaya perawatan penyakit ini mencapai Rp10 juta per harinya dan ini siapa yang akan menanggung biaya mereka yang belum ditanggung BPJS. Padahal kasus ini terjadi karena lemahnya pengawasan yang dilakukan BBPOM dan produsen obat yang mencari keuntungan," kata dia.

Sementara Kepala Dinas Kesehatan Sumatera Barat Lila Yanwar mengatakan kasus gagal ginjal akut pada anak ini dinyatakan belum kejadian luar biasa oleh Kementerian Kesehatan karena bukan termasuk penyakit menular.

Menurut dia hal ini membuat pembiayaan penderita penyakit tidak bisa ditanggulangi menggunakan dana APBN karena tidak ditetapkan sebagai kejadian luar biasa.

"Kita temui di Sumbar beberapa anak yang dirawat tidak menggunakan BPJS kesehatan sehingga kami juga menunggu arahan selanjutnya untuk pembiayaannya," kata dia.

Selain itu pihaknya tengah melakukan pengkajian terkait kesiapan penganan di beberapa rumah sakit di Sumbar mulai dari ketersediaan dokter spesialis anak, alat cuci darah dan sarana penunjang hingga lokasi rumah sakit rujukan.