Jakarta (ANTARA) - Puskesmas Mampang Prapatan Jakarta Selatan dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) DKI Jakarta berkolaborasi menangani dan mendorong disabilitas yang menjadi korban kekerasan agar berani melapor.

"Kita kolaborasi dengan P2TP2A menangani salah satu kasus disabilitas tuna grahita beberapa waktu lalu," kata Dokter Poli Mawar Puskesmas Cabang Mampang Prapatan Windy Cahya di Jakarta, Senin.

Baca juga: Puskesmas di Jaksel jamin kerahasiaan laporan korban kekerasan

Namun, Windy menuturkan pihaknya menghadapi kendala saat memberikan pendampingan hukum karena tergantung kesediaan korban kekerasan untuk melaporkan.

Dengan demikian, Windy meyakinkan masyarakat yang masih takut, ragu ataupun malu harus lebih berani melaporkan kepada pihak berwajib dan menuntut hak sebagai manusia agar tidak mendapatkan tindakan kekerasan dan pelaku diproses hukum sesuai aturan yang berlaku.

"Kita memberitahu penyandang disabilitas berani untuk lapor, maka untuk para korban lainnya juga harus berani keluar dari zona nyaman," tuturnya.

Windy menegaskan seluruh pelayanan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan, anak, hingga disabilitas di Puskesmas Mampang Prapatan terbilang gratis alias tidak dipungut biaya.

Baca juga: Puskesmas di DKI buka kembali vaksinasi COVID-19

Windy juga menambahkan pihaknya bersama tim P2TP2A hingga kini terus menangani kasus kekerasan yang dialami kaum disabilitas lebih mendalam.

Ia menyebutkan tantangan saat menangani kasus yakni orangtua korban ternyata juga penyandang disabilitas sehingga pihaknya harus lebih menekankan komunikasi.

Sementara itu, Kepala Puskesmas Mampang Prapatan Melvin Sijabat menuturkan pendampingan terhadap disabilitas tanpa dipungut biaya atau gratis melalui fasilitas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

"Kalau umum berbayar Rp15 ribu," tutur Melvin.

Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA), pada 2021 terjadi 987 kasus kekerasan anak penyandang disabilitas yang terdiri 264 anak laki-laki dan 764 anak perempuan.

Data tersebut menyebutkan jenis kekerasan yang paling tinggi jumlah korbannya adalah kekerasan seksual, yaitu 591 korban.

Baca juga: Puskesmas edukasi siswi SMP di Jakut terkait tengkes