Kota Bogor (ANTARA) - Badan Pangan Nasional (BPN) bersama Badan Pusat Statistik (BPS) menyiapkan data integrasi stok, distribusi dan pasokan pangan secara nasional ke dalam Satu Data Pangan yang dihimpun dari 514 kota dan kabupaten sebagai acuan pengendalian inflasi atau kenaikan harga-harga secara umum bidang ketahanan pangan terhubung dalam Satu Data Indonesia.

Kepala Badan Pangan Nasional (BPN) Arief Prasetyo di sela rapat koordinasi persiapan Satu Data Pangan di IICC Bogor, Jumat, mengatakan evaluasi terhadap potensi inflasi membutuhkan parameter angka survei yang dikeluarkan BPS untuk kemudian diambil langkah cepat antisipasi kenaikan harga-harga pangan.

"Ini titik awal, nanti kita akan petakan satu per satu. Setelah ini pastinya kedeputian Badan Pangan dan BPS pasti akan bertemu, apa-apa saja yang kita perlukan. Tentunya yang bisa sangat cepat kita eksekusi, karena ini enggak bisa nunggu," kata Arief.

Arif mengemukakan, dilihat dari peta pangan, prevalensi ketidakcukupan konsumsi pangan atau Prevalence of Undernourishment (PoU) sebetulnya datanya ada.

Badan Pangan Nasional, kata dia, sedang memetakan strategi data-data yang dikumpulkan dari dinas-dinas bidang ketahanan pangan seluruh Indonesia agar mampu dengan cepat mengantisipasi kenaikan harga pangan di suatu daerah, dengan cara segera mengirimkan stok yang cukup dari daerah produsen.

Dengan begitu, menurutnya, data statistik di BPS juga akan nampak inflasi mampu dikendalikan dengan baik.

Menurut data BPS inflasi secara nasional mencapai 5,95 persen dari September 2021 ke September 2022. Pada Bulan September 2022 terjadi inflasi sebesar 1,17 persen dipicu oleh transportasi yang mengalami inflasi 8,88 persen sehingga menyumbang 1,08 persen.

Sementara, kelompok pengeluaran makanan, minuman dan tembakau pada September mengalami deflasi atau penurunan harga-harga secara umum sebesar 0,3 persen sehingga memberi andil terhadap inflasi keseluruhan sebesar minus 0,08 persen.

komoditas dominan yang memberi andil terhadap deflasi meliputi bawang merah dengan andil minus 0,06 persen, cabai merah minus 0,05 persen, dan minyak goreng minus 0,03 persen.

Selanjutnya juga tomat dengan andil terhadap deflasi sebesar minus 0,02 persen, cabai rawit minus 0,02 persen, dan ikan segar minus 0,01 persen.

"Mobilisasi stok dari daerah satu ke daerah lain, ini juga saya lagi pikirkan, karena bisa jadi produksi jagung yang luar biasa di NTB, karena kita tidak tahu kemana arahnya, kadang-kadang beberapa sentra produksi ternak seperti Blitar dan lain-lain tidak dapat. Kalau Badan Pangan Nasional langsung eksekusi. Pak Margo (kepala BPS) heran beberapa produk kok enggak naik, malah turun, karena sudah kita lock," kata Arief.

Baca juga: Mendes: Penyediaan data pangan jadi upaya pengendalian inflasi di desa
Baca juga: Pengamat sebut Bapanas harus punya neraca pangan data tunggal
Baca juga: Kementan terbitkan data dan informasi pangan akurat satu pintu