Jakarta (ANTARA) - Hasil kajian yang sedang dilakukan Balitbang Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menemukan kompleksitas isu pekerja anak belum diimbangi mekanisme penanganan yang mapan dalam merespons permasalahan anak.

"Pemahaman yang berbeda-beda dan tidak menyeluruh dalam interpretasi kebijakan menjadikan intervensi isu pekerja anak di sektor pariwisata dilakukan secara sporadis dan parsial," kata Analis Pelindungan Hak Sipil dan HAM Balitbang Hukum dan HAM Kemenkumham Sabrina Nadilla melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.

Sabrina mengatakan masalah tersebut bisa menemui titik terang apabila penerjemahan norma HAM yang bersifat universal sejalan dengan infusi nilai sosiokultural yang hidup di tengah masyarakat.

Hal itu menegaskan kebutuhan akan kebijakan holistik yang mampu menangkap keragaman karakteristik industri pariwisata di masing-masing wilayah, mengingat proses sosial di masyarakat yang juga beragam dalam memandang isu tersebut.

"Budaya diharapkan mampu menjadi wahana pertalian nilai-nilai HAM lokal dan internasional," kata dia lagi.

Upaya menekan angka pekerja anak masih menjadi pekerjaan rumah bagi Pemerintah Indonesia. Isu ini adalah satu dari lima isu prioritas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Perhatian pemerintah juga cukup serius dalam menangani masalah pekerja anak.

Hal ini tercermin dari seruan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals) khususnya tentang eliminasi pekerja anak.

Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (Ranham) Generasi Kelima pun turut mengamanatkan optimalisasi penanganan pekerja anak di sektor bisnis sesuai dengan standar yang digariskan oleh Konvensi Hak Anak.

Menurut dia, hal yang bisa dilakukan adalah membentuk sebuah forum komunikasi multi pemangku kepentingan dan lintas sektor untuk menyamakan persepsi mengenai keterlibatan anak di aktivitas kepariwisataan.

Pada saat yang bersamaan, setiap upaya intervensi yang digagas harus memiliki semangat kerja bottom up. Kemudian proses kebijakan yang dapat membuka ruang partisipasi masyarakat menjadi prasyarat penting dalam keberhasilan strategi tersebut.

Harapannya, pengambil kebijakan di daerah dapat menentukan prioritas HAM dan mengadopsi pendekatan yang cocok dengan kebutuhan wilayah masing-masing.
Baca juga: JARAK soroti beberapa isu untuk tanggulangi pekerja anak
Baca juga: Komnas HAM minta aturan larangan pekerjakan anak di industri rokok