Dai Bactiar: Reformasi kultural Polri butuh waktu
Mantan Kapolri Jenderal Polisi (Purn) Dai Bachtiar (tengah) memberi keterangan pers usai bertemu dengan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (27/10/2022). Sebanyak tujuh mantan Kapolri yaitu Jenderal Polisi (Purn) Dai Bachtiar, Jenderal Polisi (Purn) Timur Pradopo, Jenderal Polisi (Purn) Bambang Hendarso Danuri, Jenderal Polisi (Purn) Roesmanhadi, Jenderal Polisi (Purn) Chairuddin Ismail, Jenderal Polisi (Purn) Badrodin Haiti dan Jenderal Polisi (Purn) Soetanto tersebut memberikan dukungan moral kepada Kapolri terkait peristiwa yang melibatkan anggota Polri pada akhir-akhir ini. ANTARA FOTO/Humas Polri/foc.
"Reformasi sudah lama dilakukan sejak berpisah nya TNI dan Polri, dari 2001 sampai 2005 saya sudah melakukan reformasi seperti itu. Tapi memang reformasi yang perlu waktu adalah aspek kultural," ujar Bactiar di Mabes Polri, Jakarta, Kamis.
Menurut Bachtiar, reformasi aspek kultural ini memerlukan peran serta dari lingkungan sekitar. Aspek kultural tidak hanya terkait perilaku personel Polri semata.
"Kultural bukan hanya karena perilaku polisinya, tetapi juga tergantung pada lingkungannya. Lingkungannya siapa? masyarakat itu terjadi. Jadi perubahan kultural di polisi juga dipengaruhi oleh perubahan pada masyarakat itu sendiri, itu yang dirasakan menjadi beban kita semua," tutur Bachtiar.
Termasuk juga terkait gaya hidup personel Polri yang menjadi perhatian Presiden Joko Widodo, menurut Bachtiar persoalan gaya hidup itu bukan terjadi sekarang saja, tetapi dari masa seniornya hingga Kapolri berikutnya sudah ada arahan yang mengimbau personel untuk bergaya hidup sederhana, merakyat sesuai lingkungannya.
Baca juga: Kompolnas: Pimpinan dan seluruh anggota Polri pedomani arahan Presiden
Baca juga: Kapolri minta jajaran dan keluarga punya kepekaan terhadap krisis
"Jangan sampai polisi berada di lingkungan masyarakat tetapi polisinya tampil berbeda itu sudah disampaikan, kembali masalah kultural memang membutuhkan waktu," ucap matan Kapolda Jatim ini.
Menanggapi pernyataan Dai Bactiar, pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menilai reformasi kepolisian belum berjalan, terutama yang menjadi masalah adalah reformasi struktural dan instrumental.
Tidak berjalan nya reformasi struktural dan instrumental Polri, mengakibatkan selama 20 tahun setelah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, aspek kultural di institusi Polri lebih parah daripada saat masih berada dalam ABRI.
"Kultur 'hedon', arogansi, lebih parah daripada saat orde baru," ucap Bambang.
Ia juga menyebutkan, saat orde baru, arogansi dilakukan militer. Saat ini setelah TNI kembali ke barak, arogansi yang dulu dilakukan militer dilakukan oleh polisi.
"Kultur 'hedon' juga tercipta karena struktur dan instrumen tak mampu untuk mencegah gaya hidup mewah itu terjadi," ujarnya.
Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2022