Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan mewajibkan industri farmasi memastikan produksi obat-obatan dari setiap batch yang dihasilkan memenuhi standar mutu agar dampak obat sirop yang terindikasi menyebabkan gangguan ginjal akut tidak terluang di masa depan.

"Kami lebih konservatif sambil menunggu bukti-bukti ilmiah karena ini berbeda sekali (dengan kasus sebelumnya)," kata Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi di Jakarta, Rabu.

Bagi industri farmasi yang memproduksi obat secara asal-asalan menggunakan bahan-bahan berbahaya yang dapat mencelakai pasien bahkan merenggut nyawa, maka pemerintah tidak segan untuk menjatuhi pidana kepada industri farmasi tersebut.

Dalam kasus gangguan ginjal akut, pemerintah menyatakan ada dua industri farmasi yang akan terseret ke ranah pidana karena ditemukan adanya indikasi kandungan zat berbahaya dengan konsentrasi tinggi, seperti etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) di dalam produk obat sirop tersebut.

Kemenkes melarang sementara penggunaan obat sirop untuk mencegah peningkatan kasus gangguan ginjal akut di Indonesia.

Baca juga: Kemenkes: Pemerintah gerak cepat tangani kasus gangguan ginjal akut

Baca juga: Kemenkes sebut vaksin COVID-19 masih efektif tangkal varian baru


Pada Agustus 2022, kasus gangguan ginjal akut progresif artipikal mencapai 36 kasus. Mereka yang mengalami penyakit itu tidak memiliki gejala dan tidak membutuhkan penanganan medis berupa cuci darah.

Nadia mengungkapkan Kemenkes telah bekerja sama dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dalam upaya menangani kasus gangguan ginjal akut yang menyerang anak-anak lantaran penyakit itu tergolong baru.

"Jadi memang kita lebih ingin supaya bisa lebih dini untuk pencegahan sambil mencoba berbagai informasi," ujarnya.

Kemenkes sebenarnya telah menemukan ada zat etilen glikol dalam spesimen darah dan urine pasien. Namun, apakah tingkatan itu bersifat racun atau tidak, pemerintah masih belum tahu secara pasti karena harus melalui suatu kajian penelitian.

Pemerintah mengimpor obat antidotum Fomepizol dari Singapura dan Australia untuk menyelamatkan anak-anak dari penyakit gangguan ginjal akut tersebut.

"Sekarang ini kami sedang berjuang bagaimana tingkat fatalitas bisa diturunkan serendah mungkin dan tidak ada lagi kasus baru," pungkas Nadia.

Baca juga: Kemenkes: Empat pasien kasus XBB di Indonesia sudah sembuh

Baca juga: Menkes minta BPOM tes kualitas produksi obat cegah gagal ginjal anak