Menkes perkenalkan BGSi dalam pertemuan Pekan Inovasi di Singapura
26 Oktober 2022 11:16 WIB
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin (kiri) menghadiri Singapore Week of Innovation and Technology (SWITCH) 2022 di Singapura, Selasa (25/10/2022). (ANTARA/HO-Kemenkes).
Bali (ANTARA) - Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin memperkenalkan layanan pengobatan yang presisi bagi masyarakat, yakni Biomedical & Genome Science Initiative (BGSi) pada Singapore Week of Innovation and Technology (SWITCH) 2022 di Singapura.
Dilansir dari keterangan Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes di Bali, Rabu, agenda tersebut menjadi momentum penting bagi Indonesia untuk menggalang dukungan global dalam menyukseskan pilar keenam transformasi kesehatan, yakni transformasi bioteknologi kesehatan.
“Kesempatan ini menjadi sangat penting dan strategis bagi Kemenkes, karena selain berbagi informasi mengenai BGSi juga menjadi ajang untuk saling berbagi pengalaman dalam mengembangkan inovasi kesehatan dari berbagai pihak,” kata Budi Gunadi Sadikin.
Dalam pameran berskala internasional yang dihelat Selasa (25/10), Menkes mengatakan BGSi merupakan program inisiatif nasional pertama yang fokus pada pengembangan pelayanan kesehatan dengan menggunakan bioteknologi kesehatan dan kedokteran presisi.
Baca juga: Menkes: BGSi dan Etana menandai kemandirian bioteknologi Indonesia
Baca juga: Kemenkes luncurkan BGSi untuk deteksi potensi penyakit di masa depan
Caranya, dengan memanfaatkan teknologi pengumpulan informasi genetik (genom) dari manusia maupun patogen seperti virus dan bakteri atau bisa disebut dengan Whole Genome Sequencing (WGS).
“Melalui cara ini, maka proses perawatan dan pengobatan kepada pasien jauh lebih tepat dan personal,” ujarnya.
Pada pelaksanaannya, kata Budi, BGSi ditekankan pada empat penyakit tidak menular penyebab kematian sekaligus pembiayaan tertinggi di Indonesia, yakni kanker, stroke, jantung dan ginjal.
Menurutnya, dengan memetakan genomic pasien maka faktor risiko penyakit tidak menular bisa dideteksi sejak dini.
“Mencegah itu biayanya jauh lebih murah dibandingkan mengobati. Dengan mengetahui pola genomik pasien, proses pemeriksaan, perawatan dan pengobatan bisa dilakukan dengan spesifik, sehingga lebih efisien dan efektif, biayanya juga lebih murah,” ujarnya.
Selain mengenalkan BGSi di ajang SWITCH, di sela lawatannya ke Singapura, Menkes juga melakukan kunjungan kerja ke sejumlah penyedia layanan kesehatan untuk membahas peluang kerja sama layanan kesehatan.*
Baca juga: BGSi diharapkan dukung transformasi di bidang pelayanan kesehatan
Dilansir dari keterangan Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes di Bali, Rabu, agenda tersebut menjadi momentum penting bagi Indonesia untuk menggalang dukungan global dalam menyukseskan pilar keenam transformasi kesehatan, yakni transformasi bioteknologi kesehatan.
“Kesempatan ini menjadi sangat penting dan strategis bagi Kemenkes, karena selain berbagi informasi mengenai BGSi juga menjadi ajang untuk saling berbagi pengalaman dalam mengembangkan inovasi kesehatan dari berbagai pihak,” kata Budi Gunadi Sadikin.
Dalam pameran berskala internasional yang dihelat Selasa (25/10), Menkes mengatakan BGSi merupakan program inisiatif nasional pertama yang fokus pada pengembangan pelayanan kesehatan dengan menggunakan bioteknologi kesehatan dan kedokteran presisi.
Baca juga: Menkes: BGSi dan Etana menandai kemandirian bioteknologi Indonesia
Baca juga: Kemenkes luncurkan BGSi untuk deteksi potensi penyakit di masa depan
Caranya, dengan memanfaatkan teknologi pengumpulan informasi genetik (genom) dari manusia maupun patogen seperti virus dan bakteri atau bisa disebut dengan Whole Genome Sequencing (WGS).
“Melalui cara ini, maka proses perawatan dan pengobatan kepada pasien jauh lebih tepat dan personal,” ujarnya.
Pada pelaksanaannya, kata Budi, BGSi ditekankan pada empat penyakit tidak menular penyebab kematian sekaligus pembiayaan tertinggi di Indonesia, yakni kanker, stroke, jantung dan ginjal.
Menurutnya, dengan memetakan genomic pasien maka faktor risiko penyakit tidak menular bisa dideteksi sejak dini.
“Mencegah itu biayanya jauh lebih murah dibandingkan mengobati. Dengan mengetahui pola genomik pasien, proses pemeriksaan, perawatan dan pengobatan bisa dilakukan dengan spesifik, sehingga lebih efisien dan efektif, biayanya juga lebih murah,” ujarnya.
Selain mengenalkan BGSi di ajang SWITCH, di sela lawatannya ke Singapura, Menkes juga melakukan kunjungan kerja ke sejumlah penyedia layanan kesehatan untuk membahas peluang kerja sama layanan kesehatan.*
Baca juga: BGSi diharapkan dukung transformasi di bidang pelayanan kesehatan
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022
Tags: