Bali diimbau waspada bencana karena berkurangnya kawasan penyangga air
25 Oktober 2022 11:50 WIB
Tangkapan layar - Pelaksana tugas Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam Disaster Briefing diikuti daring di Jakarta, Selasa (25/10/2022). (Antara/Devi Nindy)
Jakarta (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengimbau Provinsi Bali agar mewaspadai bencana hidrometeorologi basah seperti banjir dan tanah longsor, karena berkurangnya kawasan penyangga air.
Pelaksana tugas Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengatakan Provinsi Bali sedikit unik, sebab di beberapa tempat kawasan hutan yang masih terjaga, tetapi mungkin dengan makin banyaknya kebutuhan untuk pemanfaatan ruang.
"Ada bagian-bagian yang dulunya mungkin sebagai penyangga air sekarang sudah berkurang. Ini juga harus kita waspadai untuk potensi terjadinya bencana hidrometeorologi basah yang masif, karena dalam dua minggu ini bencana hidrometeorologi basah terjadi di Bali itu cukup signifikan," ujar dia dalam Disaster Briefing diikuti daring di Jakarta, Selasa.
Abdul menyebut kejadian banjir di Bali memang jarang, namun dilihat dari dampaknya menyebabkan jalanan putus di Kabupaten Jembrana, yang mengganggu jalur lalu lintas dari Ketapang-Gilimanuk.
"Ini harus kita waspadai, karena kita tahu Bali adalah tuan rumah pertemuan puncak G20 di 14-16 November, dan ini sudah memang kita dari BNPB sudah menyiapkan langkah-langkah antisipasi," ujar Abdul.
Baca juga: BPBD Bali: Enam orang meninggal karena banjir dan tanah longsor
Baca juga: Gubernur Koster pastikan bencana alam di Bali tak ganggu G20
Abdul mengatakan upaya mengurangi potensi dampak dari bencana hidrometeorologi basah tidak hanya kerja BNPB saja, tapi harus melibatkan Pemerintah Provinsi hingga ke tingkat masyarakat.
Selain itu Abdul mengimbau jika ada kondisi-kondisi lingkungan yang mungkin membahayakan, lereng lereng tebing yang gundul atau mungkin curam yang berpotensi longsor, harus segera diantisipasi baik itu mitigasi struktur ataupun non-struktur.
BNPB menilai kawasan di Kabupaten Karangasem dan Bangli sebenarnya bukan lokasi secara kerentanan topografi dan kerentanan lingkungan adalah daerah rawan banjir. Risiko banjir, menurut Abdul hanya di sekitar aliran sungai saja.
Untuk itu pihak BNPB masih mendalami analisis penyebab banjir di lokasi-lokasi yang secara fisik tersebut, bukan daerah yang berisiko tinggi banjir.
"Karena banjir di Bali cukup besar ya udah seperti banjir bandang, ada pohon-pohon yang terbawa ke bawah. Ini kita harus melihat hulu sungai kita," ujar dia.
Baca juga: Banjir bandang melanda sejumlah wilayah di Kabupaten Jembrana-Bali
Baca juga: Tim SAR evakuasi puluhan wisman terjebak banjir di Seminyak Bali
Pelaksana tugas Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengatakan Provinsi Bali sedikit unik, sebab di beberapa tempat kawasan hutan yang masih terjaga, tetapi mungkin dengan makin banyaknya kebutuhan untuk pemanfaatan ruang.
"Ada bagian-bagian yang dulunya mungkin sebagai penyangga air sekarang sudah berkurang. Ini juga harus kita waspadai untuk potensi terjadinya bencana hidrometeorologi basah yang masif, karena dalam dua minggu ini bencana hidrometeorologi basah terjadi di Bali itu cukup signifikan," ujar dia dalam Disaster Briefing diikuti daring di Jakarta, Selasa.
Abdul menyebut kejadian banjir di Bali memang jarang, namun dilihat dari dampaknya menyebabkan jalanan putus di Kabupaten Jembrana, yang mengganggu jalur lalu lintas dari Ketapang-Gilimanuk.
"Ini harus kita waspadai, karena kita tahu Bali adalah tuan rumah pertemuan puncak G20 di 14-16 November, dan ini sudah memang kita dari BNPB sudah menyiapkan langkah-langkah antisipasi," ujar Abdul.
Baca juga: BPBD Bali: Enam orang meninggal karena banjir dan tanah longsor
Baca juga: Gubernur Koster pastikan bencana alam di Bali tak ganggu G20
Abdul mengatakan upaya mengurangi potensi dampak dari bencana hidrometeorologi basah tidak hanya kerja BNPB saja, tapi harus melibatkan Pemerintah Provinsi hingga ke tingkat masyarakat.
Selain itu Abdul mengimbau jika ada kondisi-kondisi lingkungan yang mungkin membahayakan, lereng lereng tebing yang gundul atau mungkin curam yang berpotensi longsor, harus segera diantisipasi baik itu mitigasi struktur ataupun non-struktur.
BNPB menilai kawasan di Kabupaten Karangasem dan Bangli sebenarnya bukan lokasi secara kerentanan topografi dan kerentanan lingkungan adalah daerah rawan banjir. Risiko banjir, menurut Abdul hanya di sekitar aliran sungai saja.
Untuk itu pihak BNPB masih mendalami analisis penyebab banjir di lokasi-lokasi yang secara fisik tersebut, bukan daerah yang berisiko tinggi banjir.
"Karena banjir di Bali cukup besar ya udah seperti banjir bandang, ada pohon-pohon yang terbawa ke bawah. Ini kita harus melihat hulu sungai kita," ujar dia.
Baca juga: Banjir bandang melanda sejumlah wilayah di Kabupaten Jembrana-Bali
Baca juga: Tim SAR evakuasi puluhan wisman terjebak banjir di Seminyak Bali
Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022
Tags: