BNI: Risiko eksekusi jadi tantangan pembiayaan hilirisasi industri
24 Oktober 2022 21:43 WIB
Direktur Keuangan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. atau BNI Novita Widya Anggraini dalam Konferensi Pers Kinerja BNI Kuartal III 2022 yang dipantau secara daring di Jakarta, Senin (24/10/2022). ANTARA/Agatha Olivia Victoria.
Jakarta (ANTARA) - Direktur Keuangan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. atau BNI Novita Widya Anggraini mengungkapkan risiko eksekusi atau execution risk menjadi salah satu tantangan pemberian kredit di segmen hilirisasi industri.
"Salah satu contohnya yakni seperti risiko eksekusi untuk Green Field Project yang biasanya memakan waktu hingga beberapa tahun sebelum mulai berproduksi," ungkap Novita dalam Konferensi Pers Kinerja BNI Kuartal III 2022 yang dipantau secara daring di Jakarta, Senin.
Selain itu, tantangan lainnya yakni risiko pasokan dan permintaan serta risiko perubahan regulasi, dimana terdapat kebutuhan pembiayaan dalam valuta asing yang pasokannya relatif terbatas di dalam negeri, mengingat segmen hilirisasi industri biasanya berorientasi ekspor.
Dengan berbagai pertimbangan tersebut, BNI selalu menjaga aspek kehati-hatian dan berkoordinasi dengan pemerintah untuk masuk ke segmen hilirisasi industri, terutama terkait dengan kebijakan jangka panjang.
Novita menjelaskan permintaan pembiayaan di segmen hilirisasi industri kepada perbankan di Indonesia sebenarnya baru terlihat belakangan ini.
Sebelumnya, pemilik proyek hilirisasi yang berupa investasi asing langsung atau foreign direct investment cenderung mengandalkan pembiayaan dari bank negara asal mereka.
"Kalau BNI sendiri sudah mulai masuk ke segmen hilirisasi industri misalnya di smelter nikel yang juga sejalan dengan program pemerintah, yaitu membangun industri kendaraan listrik dalam jangka panjang," tuturnya.
Ia mengatakan pemerintah saat ini memang sedang menggiatkan hilirisasi industri untuk meningkatkan nilai tambah produk dalam negeri dan secara bertahap akan menggeser struktur perekonomian Indonesia ke industrialisasi.
Beberapa sektor yang sedang masuk dalam tahap hilirisasi misalnya industri petrokimia serta industri proses pengolahan hasil tambang seperti nikel, timah, dan bauksit.
Baca juga: BNI jaga likuiditas di tengah ancaman resesi global
Baca juga: Kredit BNI tumbuh 9,1 persen di triwulan III, menjadi Rp622,61 triliun
Baca juga: BNI waspadai potensi peningkatan risiko yang akan dihadapi Indonesia
"Salah satu contohnya yakni seperti risiko eksekusi untuk Green Field Project yang biasanya memakan waktu hingga beberapa tahun sebelum mulai berproduksi," ungkap Novita dalam Konferensi Pers Kinerja BNI Kuartal III 2022 yang dipantau secara daring di Jakarta, Senin.
Selain itu, tantangan lainnya yakni risiko pasokan dan permintaan serta risiko perubahan regulasi, dimana terdapat kebutuhan pembiayaan dalam valuta asing yang pasokannya relatif terbatas di dalam negeri, mengingat segmen hilirisasi industri biasanya berorientasi ekspor.
Dengan berbagai pertimbangan tersebut, BNI selalu menjaga aspek kehati-hatian dan berkoordinasi dengan pemerintah untuk masuk ke segmen hilirisasi industri, terutama terkait dengan kebijakan jangka panjang.
Novita menjelaskan permintaan pembiayaan di segmen hilirisasi industri kepada perbankan di Indonesia sebenarnya baru terlihat belakangan ini.
Sebelumnya, pemilik proyek hilirisasi yang berupa investasi asing langsung atau foreign direct investment cenderung mengandalkan pembiayaan dari bank negara asal mereka.
"Kalau BNI sendiri sudah mulai masuk ke segmen hilirisasi industri misalnya di smelter nikel yang juga sejalan dengan program pemerintah, yaitu membangun industri kendaraan listrik dalam jangka panjang," tuturnya.
Ia mengatakan pemerintah saat ini memang sedang menggiatkan hilirisasi industri untuk meningkatkan nilai tambah produk dalam negeri dan secara bertahap akan menggeser struktur perekonomian Indonesia ke industrialisasi.
Beberapa sektor yang sedang masuk dalam tahap hilirisasi misalnya industri petrokimia serta industri proses pengolahan hasil tambang seperti nikel, timah, dan bauksit.
Baca juga: BNI jaga likuiditas di tengah ancaman resesi global
Baca juga: Kredit BNI tumbuh 9,1 persen di triwulan III, menjadi Rp622,61 triliun
Baca juga: BNI waspadai potensi peningkatan risiko yang akan dihadapi Indonesia
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022
Tags: