Kementerian ESDM lancarkan strategi kurangi pemanfaatan energi fosil
24 Oktober 2022 15:39 WIB
Koordinator Penyiapan Program Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Qatro Romandhi. (ANTARA/ Tangkapan Layar Aplikasi Youtube)
Jakarta (ANTARA) - Koordinator Penyiapan Program Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Qatro Romandhi menyampaikan bahwa Kementerian ESDM melancarkan strategi implementasi dalam mengurangi pemanfaatan energi fosil.
"Kementerian ESDM memiliki beberapa strategi implementasi dalam mengurangi pemanfaatan energi fosil dan perencanaan energi baru terbarukan (EBT) jangka panjang," kata Qatro pada seminar web bertajuk "Ancaman Resesi Global: Ekonomi Hijau di Persimpangan Jalan" di Jakarta, Senin.
Pertama yakni menghentikan operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara, di mana hal itu tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 yang mengatur mengenai pengaturan percepatan pengembangan pembangkit listrik dari sumber energi terbarukan.
Selanjutnya, percepatan pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT), terutama Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan PLT Bayu.
"Contohnya di Kalimantan Utara itu dibangun pembangkit listrik tenaga air untuk melistriki. Dan disebutkan bahwa Perusahaan Listrik Negara (PLN) telah merencanakan untuk membangun 20,9 giga watt berasal dari PLT EBT," ujar Qatro.
Strategi implementasi selanjutnya adalah penggunaan teknologi yang efisien, yang berada di sektor pengguna, di antaranya sektor industri, bangunan, gedung, rumah tangga, dan transportasi.
"Ini yang perlu kita sama-sama membantu supaya penggunaan energi final bisa turun," kata Qatro.
Terakhir, yakni mempromosikan penggunaan kendaraan listrik dan kompor induksi.
Menurut Qatro, strategi tersebut perlu dilancarkan mengingat produksi minyak terus mengalami penurunan, sedangkan konsumsi tidak pernah turun.
Konsumsi energi selalu meningkat karena pertumbuhan mobil listrik dengan pertumbuhan kebutuhan mobil dengan mesin pembakaran internal atau Internal Combustion Engine (ICE) tidak sama, di mana kendaraan ICE tumbuh jauh lebih tinggi.
"Artinya apa, pada saat produk minyak terus menurun, sementara yang diperlukan tinggi, pasar dalam negeri akan memerlukan importasi," kata Qatro.
Untuk itu, dibutuhkan utilisasi sumber energi alternatif, yang dapat mengurangi ketergantungan impor, yaitu penggunaan EBT.
Baca juga: Asosiasi industri berkomitmen mendekarbonisasi operasional menuju NZE
Baca juga: PLN ungkap peta jalan menuju nol emisi karbon pada 2060
Baca juga: Kementerian ESDM targetkan penurunan emisi GRK 231 Juta ton pada 2025
"Kementerian ESDM memiliki beberapa strategi implementasi dalam mengurangi pemanfaatan energi fosil dan perencanaan energi baru terbarukan (EBT) jangka panjang," kata Qatro pada seminar web bertajuk "Ancaman Resesi Global: Ekonomi Hijau di Persimpangan Jalan" di Jakarta, Senin.
Pertama yakni menghentikan operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara, di mana hal itu tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 yang mengatur mengenai pengaturan percepatan pengembangan pembangkit listrik dari sumber energi terbarukan.
Selanjutnya, percepatan pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT), terutama Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan PLT Bayu.
"Contohnya di Kalimantan Utara itu dibangun pembangkit listrik tenaga air untuk melistriki. Dan disebutkan bahwa Perusahaan Listrik Negara (PLN) telah merencanakan untuk membangun 20,9 giga watt berasal dari PLT EBT," ujar Qatro.
Strategi implementasi selanjutnya adalah penggunaan teknologi yang efisien, yang berada di sektor pengguna, di antaranya sektor industri, bangunan, gedung, rumah tangga, dan transportasi.
"Ini yang perlu kita sama-sama membantu supaya penggunaan energi final bisa turun," kata Qatro.
Terakhir, yakni mempromosikan penggunaan kendaraan listrik dan kompor induksi.
Menurut Qatro, strategi tersebut perlu dilancarkan mengingat produksi minyak terus mengalami penurunan, sedangkan konsumsi tidak pernah turun.
Konsumsi energi selalu meningkat karena pertumbuhan mobil listrik dengan pertumbuhan kebutuhan mobil dengan mesin pembakaran internal atau Internal Combustion Engine (ICE) tidak sama, di mana kendaraan ICE tumbuh jauh lebih tinggi.
"Artinya apa, pada saat produk minyak terus menurun, sementara yang diperlukan tinggi, pasar dalam negeri akan memerlukan importasi," kata Qatro.
Untuk itu, dibutuhkan utilisasi sumber energi alternatif, yang dapat mengurangi ketergantungan impor, yaitu penggunaan EBT.
Baca juga: Asosiasi industri berkomitmen mendekarbonisasi operasional menuju NZE
Baca juga: PLN ungkap peta jalan menuju nol emisi karbon pada 2060
Baca juga: Kementerian ESDM targetkan penurunan emisi GRK 231 Juta ton pada 2025
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2022
Tags: