FSC: Getah pinus Perhutani dapat sertifikat ekolabel pertama Indonesia
23 Oktober 2022 17:11 WIB
Hutan pinus yang dikelola Perhutani di Pulau Jawa, yang pada September 2022 komoditas getah pinusnya meraih sertifikat ekolabel FSC pertama di Indonesia. (FOTO ANTARA/HO-FSC Indonesia)
Bogor (ANTARA) - Organisasi nirlaba global Forest Stewardship Council (FSC) mengemukakan bahwa getah pinus yang dikelola oleh PT Perhutani meraih sertifikat ekolabel pertama di Indonesia.
"Sehingga menjadi unit manajemen hutan pertama di Indonesia yang memperoleh sertifikasi FSC untuk getah pinus seluas 107.667 hektare pada bulan September 2022," kata Manajer Marketing dan Komunikasi FSC Indonesia, Indra Setia Dewi dalam penjelasan kepada ANTARA di Bogor, Jabar, Ahad (23/10) 2022.
Ia menjelaskan sebagai pengelola hutan tanaman yang memiliki sejarah panjang karena beroperasi sejak tahun 1897, Perhutani menyadari pentingnya menjaga kelestarian hutan bersama masyarakat setempat.
Baru-baru ini, Perhutani, yang merupakan pengelola hutan tanaman di Pulau Jawa, untuk produksi kayu daun lebar, kayu daun jarum, getah pinus dan daun kayu putih di Pulau Jawa telah memperluas cakupan sertifikasi FSC mereka ke komoditas getah pinus.
Ia menjelaskan total luas hutan di bawah pengelolaan Perhutani di Pulau Jawa seluas 2,5 juta hektare.
Sedangkan yang bersertifikasi FSC adalah seluas 399.000 hektare, meliputi 10 Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), yaitu KPH Banten, Ciamis, Kendal, Kebonharjo, Cepu, Randublatung, Madiun, Banyuwangi Utara, Banyumas Barat, dan Lawu Ds.
Dengan sertifikasi FSC, kata dia, Perhutani telah meningkatkan nilai produk dan menambah pendapatan masyarakat lokal yang hidup bergantung sebagai penyadap getah pinus.
"Dengan harga resin pinus dunia saat ini, dapat diperkirakan bahwa manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar yang bergantung padanya adalah sekitar 4 juta dolar AS," katanya.
FSC mendorong pengelolaan hutan berkelanjutan dengan hasil hutan bukan kayu, mulai dari rotan, bambu, karet, jamur hutan hingga getah.
Hasil hutan bukan kayu saat ini digunakan sebagai bahan baku utama dan pendukung untuk pembuatan bermacam-macam produk yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari getah pinus adalah bahan baku untuk marka jalan,pengisi kertas, produk kosmetik, minyak, dan sabun, demikian Indra Setia Dewi.
Baca juga: 26 ribu lebih hektare hutan rakyat Indonesia sudah tersertifikasi FSC
Baca juga: Hutan rakyat rotan di Kalteng raih sertifikasi ekolabel FSC kedua kali
Baca juga: FSC luncurkan standar sertifikasi SPH Petani-Hutan di Yogyakarta
Baca juga: FSC kembangkan jaringan perdagangan kayu tropis berkelanjutan
"Sehingga menjadi unit manajemen hutan pertama di Indonesia yang memperoleh sertifikasi FSC untuk getah pinus seluas 107.667 hektare pada bulan September 2022," kata Manajer Marketing dan Komunikasi FSC Indonesia, Indra Setia Dewi dalam penjelasan kepada ANTARA di Bogor, Jabar, Ahad (23/10) 2022.
Ia menjelaskan sebagai pengelola hutan tanaman yang memiliki sejarah panjang karena beroperasi sejak tahun 1897, Perhutani menyadari pentingnya menjaga kelestarian hutan bersama masyarakat setempat.
Baru-baru ini, Perhutani, yang merupakan pengelola hutan tanaman di Pulau Jawa, untuk produksi kayu daun lebar, kayu daun jarum, getah pinus dan daun kayu putih di Pulau Jawa telah memperluas cakupan sertifikasi FSC mereka ke komoditas getah pinus.
Ia menjelaskan total luas hutan di bawah pengelolaan Perhutani di Pulau Jawa seluas 2,5 juta hektare.
Sedangkan yang bersertifikasi FSC adalah seluas 399.000 hektare, meliputi 10 Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), yaitu KPH Banten, Ciamis, Kendal, Kebonharjo, Cepu, Randublatung, Madiun, Banyuwangi Utara, Banyumas Barat, dan Lawu Ds.
Dengan sertifikasi FSC, kata dia, Perhutani telah meningkatkan nilai produk dan menambah pendapatan masyarakat lokal yang hidup bergantung sebagai penyadap getah pinus.
"Dengan harga resin pinus dunia saat ini, dapat diperkirakan bahwa manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar yang bergantung padanya adalah sekitar 4 juta dolar AS," katanya.
FSC mendorong pengelolaan hutan berkelanjutan dengan hasil hutan bukan kayu, mulai dari rotan, bambu, karet, jamur hutan hingga getah.
Hasil hutan bukan kayu saat ini digunakan sebagai bahan baku utama dan pendukung untuk pembuatan bermacam-macam produk yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari getah pinus adalah bahan baku untuk marka jalan,pengisi kertas, produk kosmetik, minyak, dan sabun, demikian Indra Setia Dewi.
Baca juga: 26 ribu lebih hektare hutan rakyat Indonesia sudah tersertifikasi FSC
Baca juga: Hutan rakyat rotan di Kalteng raih sertifikasi ekolabel FSC kedua kali
Baca juga: FSC luncurkan standar sertifikasi SPH Petani-Hutan di Yogyakarta
Baca juga: FSC kembangkan jaringan perdagangan kayu tropis berkelanjutan
Pewarta: M Fikri Setiawan
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2022
Tags: