Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI) Maswadi Rauf meminta para akademisi dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) agar memberikan pendidikan pemilih kepada masyarakat Indonesia menjelang hari pemungutan suara Pemilu 2024.

“Akademisi dan LSM seharusnya melakukan apa yang disebut dengan voters education atau pendidikan untuk para pemilih. Ini tugas berat,” ujar Maswadi saat menjadi narasumber dalam kuliah umum bertajuk Pembangunan Politik di Era Reformasi Menjelang Pemilu Serentak 2024, sebagaimana dipantau melalui kanal YouTube ILMU POLITIK FISIP UNPAD, di Jakarta, Jumat malam.

Dengan pendidikan pemilih itu, lanjut dia, para pemilih dalam Pemilu 2024 tidak akan memilih pemimpin Indonesia berikutnya karena iming-iming uang atau politik uang, faktor adanya kekerabatan ataupun sekadar dipengaruhi oleh rasa kagum.

Sebaliknya dengan pendidikan pemilih, menurut Maswadi, masyarakat Indonesia dapat menggunakan hak pilihnya untuk memilih pemimpin yang benar-benar memiliki kemampuan membawa Indonesia menjadi negara maju sehingga demokrasi Indonesia dapat terjaga kualitasnya.

Baca juga: Pengamat: Pendidikan pemilih perlu terus diintensifkan
Baca juga: Perludem: Pemutakhiran daftar pemilih jadi ajang pendidikan politik


Sejauh ini, Maswadi menilai politik uang ataupun politik kekerabatan di Indonesia menjadi persoalan dalam pemilu yang belum terselesaikan secara optimal. Ia mengatakan politik kekerabatan yang ada di Tanah Air menyebabkan rendahnya kualitas pemimpin sehingga demokrasi Indonesia tidak menghasilkan perbaikan kehidupan rakyat.

Terkait dengan praktik politik uang dalam pemilu, menurut Maswadi, hal tersebut menyebabkan para pemilih tidak memilih pemimpin berdasarkan kemampuan dan rekam jejak mereka.

Dengan demikian, kata dia, sebagaimana teori mengenai perilaku dalam pemilu, pemimpin yang terpilih karena politik uang tidak peduli terhadap kepentingan rakyat karena mereka menilai urusannya dengan rakyat telah selesai setelah terpilih.

“Jadi, (politik uang) seperti orang jual beli. Contohnya, saya calon wali kota, saya kasih uang kepada pemilih, pemilih pilih saya, itu jual beli. Setelah jual beli, Anda bawa uang, saya bawa hak suara Anda. Selesai, tidak ada urusan saya dengan pemilih. Oleh karena itu, wajar kalau orang yang dipilih tidak memperhatikan kepentingan rakyat,” jelas Maswadi.