Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan akan memperhatikan waktu yang tepat untuk memungut pajak karbon yang tertunda pada April dan Juli 2022 lalu.


“Kami tetap memperhatikan ketidakpastian tinggi, baik dari perekonomian global, dan dampak pemungutan pajak karbon kepada perekonomian kita,” katanya dalam Konferensi Pers APBN KiTa, Jumat.


Ia mengatakan pemungutan pajak karbon disiapkan dalam konteks untuk mencapai target National Determined Contribution (NDC) dimana Indonesia berkomitmen menurunkan emisi karbon.

Adapun target penurunan emisi karbon ditingkatkan dari 29 persen menjadi 31,9 persen sehingga pajak karbon nantinya akan dipungut untuk mendukung pencapaiannya.

“Pajak karbon kita siapkan dalam konteks pencapaian target NDC dan climate change risk kita. Di sisi lain kita siapkan mekanisme pasar karbon yang nanti bisa kita kombinasikan dengan efektif dengan pajak karbon,” katanya.

Baca juga: Kemenkeu lihat momen tepat untuk penerapan pajak karbon di akhir tahun

Menghadapi resesi global yang diprediksi akan terjadi pada 2023, Febrio mengatakan akan terus menyiapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai penyerap guncangan yang terjadi.

Potensi berlanjutnya kenaikan harga komoditas dan volatilitas nilai tukar rupiah yang akan memengaruhi subsidi energi juga akan terus diperhatikan oleh pemerintah.

Apalagi ke depan, ia memperkirakan pemulihan ekonomi nasional akan terus berlanjut sehingga permintaan terhadap Bahan Bakar Minyak (BBM) diperkirakan akan terus meningkat.

“Di 2023 kita akan lakukan dengan efektif bagaimana menjaga daya beli masyarakat, khususnya masyarakat kelas menengah ke bawah, miskin, dan rentan,” ucapnya.

Baca juga: Sri Mulyani: Tak ada kendala teknis dalam implementasi pajak karbon