Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil kembali Ketua DPRD Provinsi Sulawesi Selatan Ina Kartika Sari untuk keperluan pemeriksaan sebagai saksi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat.

Ina dipanggil untuk tersangka mantan Sekretaris Dinas PUTR Sulsel Edy Rahmat (ER) dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pemeriksaan laporan keuangan Pemprov Sulsel pada tahun anggaran 2020 pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR).

"Hari ini pemeriksaan untuk tersangka ER. Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta," ucap Pelaksana Tugas (Plt.) Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding di Jakarta, Jumat.

Selain Ina, KPK juga memanggil seorang saksi lainnya, yaitu Wakil Ketua DPRD Provinsi Sulsel Ni'matullah.

Sebelumnya, saksi Ina tidak memenuhi panggilan pada hari Kamis (13/10) sehingga penjadwalan ulang pemanggilannya pada hari Jumat ini.

KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus tersebut. Sebagai pemberi suap, yaitu ER.

Sementara itu, selaku penerima suap ialah Kepala Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Sulawesi Tenggara sekaligus mantan Kepala Subauditorat Sulsel I BPK Perwakilan Provinsi Sulsel Andy Sonny (AS) dan Yohanes Binur Haryanto Manik (YBHM) selaku pemeriksa pada BPK Perwakilan Sulsel.

Berikutnya Wahid Ikhsan Wahyudin (WIW) selaku mantan pemeriksa pertama BPK Perwakilan Provinsi Sulsel/Kasubbag Humas dan Tata Usaha BPK Perwakilan Provinsi Sulsel dan Gilang Gumilar (GG) selaku pemeriksa pada perwakilan BPK Provinsi Sulsel/staf Humas dan Tata Usaha Kepala Perwakilan BPK Provinsi Sulsel.

Baca juga: KPK dalami pengajuan gugatan pailit KSP Intidana ke PN Semarang
Baca juga: KPK lelang barang rampasan milik Imam Nahrawi dan Nurdin Abdullah


Dalam konstruksi perkara, pada tahun 2020, BPK Perwakilan Sulsel memiliki salah satu agenda pemeriksaan laporan keuangan Pemprov Sulsel TA 2020. Salah satu entitas yang menjadi objek pemeriksaan adalah Dinas PUTR Pemprov Sulsel

Selanjutnya, BPK Perwakilan Sulsel membentuk tim pemeriksa, yang salah satunya beranggotakan YBHM dengan tugas memeriksa laporan keuangan Pemprov Sulsel tersebut.

Dalam pemeriksaan laporan keuangan, ER aktif berkoordinasi dengan GG yang dianggap berpengalaman dalam mengondisikan temuan jenis pemeriksaan, termasuk teknis penyerahan uang untuk tim pemeriksa.

GG lantas menyampaikan keinginan ER tersebut pada YBHM dan selanjutnya YBHM diduga bersedia memenuhi keinginan ER dengan adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang dengan istilah "dana partisipasi".

Untuk memenuhi permintaan YBHM, KPK menduga ER sempat meminta saran kepada WIW dan GG terkait dengan sumber uang dan masukan dari WIW dan GG, yaitu dapat dimintakan dari para kontraktor yang menjadi pemenang proyek pada tahun anggaran 2020.

Besaran "dana partisipasi" yang dimintakan itu diduga 1 persen dari nilai proyek. Dari keseluruhan "dana partisipasi" yang terkumpul, nantinya ER akan mendapatkan 10 persen.

Uang yang diduga diterima secara bertahap oleh YBHM, WIW, dan GG sekitar Rp2,8 miliar, sementara AS turut diduga mendapatkan bagian Rp100 juta untuk mengurus kenaikan jabatan menjadi kepala BPK perwakilan. ER juga mendapatkan jatah sekitar Rp324 juta.

KPK juga masih mendalami terkait dengan dugaan aliran uang dalam pengurusan laporan keuangan Pemprov Sulsel tersebut.